Hal 3
8. Persepsi Huruf: Konsep Pemilihan Font
8. Persepsi Huruf: Konsep Pemilihan Font
Studi tentang font/huruf tidak hanya sebatas ungkapan ekspresi huruf, tetapi ke berbagai hal yang berhubungan dengan kejelasan pembacaan dan display di antaranya adalah berikut ini, (1) huruf untuk arsitektur (bangunan), (2) untuk tampilan di TV, (3) Web, (4) huruf untuk buku, (5) untuk majalah (6) huruf untuk mass-media surat kabar. Beberapa hal yang berkaitan dengan persepsi adalah berikut ini:
(1) kejelasan pembacaan huruf,
(2) lama pembacaan dan keletihan mata dalam pembacaan,
(3) jarak antara huruf, besar huruf standar untuk mas media, buku.
Umumnya jenis huruf sanserif mudah dibaca di bandingkan dengan jenis huruf serif dan dekoratif, karena itu jenis font sanserif paling banyak dipakai dalam berbagai kepentingan, untuk memperlihatkan hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini sbb.
Dari gambar font di atas terlihat bahwa jenis huruf dekoratif paling sulit untuk di baca atau kurang jelas penampakannya. Jenis huruf serif adalah yang ujung-ujung hurufnya berkait atau melengkung, dari penelitian ternyata huruf jenis ini baik untuk buku, karena dalam pembacaan yang lama tidak meletihkan mata. Contoh huruf jenis ini misalnya Time New Roman, dengan 12 pt. Huruf T Roman yang kecil dari ukuran ini agak sulit di baca. Sedangkan huruf sanserif adalah yang paling baik untuk poster, billboard , neon sign, arsitektur dan display grafis untuk luar ruang, kurang baik untuk buku.
9. Beberapa Model font yang Populer pada Masa Kini dan Perkembangannya
Di bawah ini adalah beberapa contoh font yang sering terpakai dalam dunia desain grafis. Menurut David Airey ada 13 jenis font yang populer dipakai dalam mas media seperti majalah, buku, internet, display, arsitektur dan sebagainya.[7] Khusus untuk web ada 15 font, dan untuk blogger 54 tipe font dengan karakter, uraian ini adalah untuk melengkapi persepsi terhadap font
Sebagai kesimpulan bagi kepentingan desain, sebaiknya dijelaskan konsep pemakaian huruf (konsepsi font) sebagai berikut.
(1) Jenis pembaca misalnya anak-anak atau buku ilmiah, hal ini berkaitan dengan ekspresi huruf.
(2) Ungkapan huruf, kenapa dipilih jenis font tertentu oleh desainer, apa alasannya dari segi ungkapan (ekspresi huruf), atau ekspresi huruf justru diabaikan?.
(3) Kejelasan Persepsi, kenapa memilih jenis font tertentu, bagaimana akibat pemilihan itu bagi kejelasan persepsi seperti jenis font, besar font, jarak antara huruf, jarak pandang pengamat terhadap huruf.
(4) Lama pembacaan, misalnya buku dan majalah, jenis font yang dilihat dari kendaraan, yang dilihat pada display toko.
10.Gaya atau Corak Desain Grafis
a. Gaya Desain Grafis
Beberapa kosa kata yang mirip artinya dengan style adalah berikut ini. Type/tipe, Varisasi, Karakter, Jenis/Kind, Kategori, spesies, pola (pattern)
Style atau gaya adalah kekhasan (distinctive) dan atau identitas, indentifikasi (identifiable) dari bentuk (form) misalnya karya seni rupa dan arsitektur. Menurut KBBI gaya adalah dapat berarti adat dan bentuk irama lagu (KBBI, 1989:494).
Dalam bahasa Inggris, gaya disebut dengan style yang berarti, corak, mode dan gaya, misalnya gaya bahasa. Stilistik adalah ilmu gaya bahasa (Echols, 1090:564). Kata gaya kadang-kadang disebut dengan corak dan stilistik tetapi dalam pengertian yang lebih sempit. Dalam sastra terdapat istilah genre, yaitu kategori, atau jenis karya sastra, misalnya puisi.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pengertian gaya desain grafis dapat ditafsirkan berbeda-beda. Bagaimanakah caranya kita dapat mengindentifikasi gaya karya desain grafis itu?. Para ahli sepakat bahwa gaya hanya dapat kita ketahui jika kita mempelajari desain grafis dalam konteks budaya dan sejarah sosial. Misalnya, perkembangan gaya desain grafis Barat sejak zaman klassik, zaman pertengahan, renaisan, zaman barok, rokoko, neoklassik dan seterusnya, sampai ke gaya-gaya seni modern dalam sejarah seni, sehingga kita dapat mengetahui dan membandingkan karya seni seniman tersebut dengan salah satu atau beberapa gaya seni pada masa tertentu. Menurut Feldman (1967) konsep gaya sangat diperlukan dalam studi seni visual, termasuk desain grafis. Namun, dia bisa menjadi sumber kerancuan.
Sebab kata gaya memiliki banyak arti. Gaya dapat diartikan sebagai suatu karya menurut periode tertentu dalam sejarah (langgam); tetapi dia bisa diartikan sebagai gaya desain grafis dari suatu bangsa (nation style); atau suatu daerah, perkembangan gaya karya arsitek dan sebagainya.
Selanjutnya; style dapat berarti gaya dalam pengertian mode karya. Misalnya, sebagai persetujuan terhadap hasil karya seseorang dengan gaya seni di suatu zaman. Misalnya, dalam desain pakaian yang Sebagai suatu cara ilmiah dalam pengklassifikasian, tentu berpedoman kepada fenomena atau kategori tertentu. Misalnya, fenomena yang umum, dengan perkataan lain, suatu pengelompokan gaya sebagai rumpun (keluarga), atau kategori aritektur tertentu. Satu dengan lainnya, walaupun tidak memiliki persamaan yang mutlak tetapi memiliki kemiripan.
Menurut Feldman, mempelajari suatu gaya dapat diringkaskan oleh empat alasan utama berikut ini.
1) Kesepakatan (konvensi) penggunaan ketegori tertentu untuk berpikir dan menyebutkan berbagai variasi karya yang diproduksi selama beberapa periode, jadi berhubungan dengan teori, sejarah dan kritik desain grafis.
2) Membantu memahami perupa di suatu periode tertentu dalam sejarah, atau dalam daerah tertentu.
3) Membantu membandingkan ungkapan pikiran dan penilaian terhadap karya desain grafis yang terkait dengan suatu gaya tertentu, di mana terdapat kesamaan disebut gaya dan dibandingkan dengan tujuan-tujuan penilaian atau kritik terhadapnya.
4) Mengetahui beberapa gagasan/ide/inspirasi yang berkaitan dengan tujuan berkarya, atau ungkapan visualnya.
Beberapa contoh desain berdasarkan gaya adalah berikut ini.[8]
b. Desain Grafis Moderen Gaya Internasional
Setelah Perang Dunia II, para desainer di Switzerland dan negara Jerman mengkodifikasi desain grafis modern ke dalam suatu pergerakan yang menyatu yang disebut Desain Swiss, atau Gaya Tipografi Internasional. Para desainer ini mencari kesepakatan yang netral dan pendekatan yang objektif untuk mengembangkan perencanaan yang rasional dan melonggarkan hubungan subjektif, atau individu, dan ungkapan dalam desain. Pada masa ini, muncul sistem grid dan komposisi asimetris dalam desain grafis, beberapa ciri desain itu adalah sebagai berikut ini.
- Kelompok Swis ini mulai membangun modul grid horisontal dan vertikal untuk mendesain dan membiasakan hal ini sebagai sebuah struktur untuk mengatur barisan unsur-unsur desain mereka (seperti huruf dan gambar).
- Untuk pengolahan gambar, para desainer ini lebih menyukai fotografi dan teknologi terkini lainnya untuk mengarahkan pengembangan desain grafis sebagai sumber imajinasi; karena ketepatan buatan mesin dan kemampuan tidak membiaskan rekaman sebuah subjek. Karya-karya desain sebelumnya mengutamakan karya yang dibuat dengan gambar tangan.
- Mereka menciptakan tata atur (layout) yang tidak setangkup (asymetri).
- Mereka menganjurkan desainer memilih tipe huruf sans-serif sebelum mereka merancang.
- Elemen-elemen bentuk dari sebuah gaya yang memperlihatkan keselarasan (harmony) dan kejelasan (clarity) dan para penganut gagasan ini melihat hal itu sebagai hal yang sesuai dengan ungkapan zaman teknologi dan saintifik sehabis perang.
- Josef Müller-Brockmann adalah seorang desainer terkemuka, pendidik, dan penulis yang membantu mendefinisikan gaya ini. Karya-karyanya dalam bentuk poster, publikasi, dan desain iklan adalah sebuah paradigma yang baru dalam gerakan itu.
- Di dalam rangkaian poster-poster konser yang diadakan di Zurich, Müller-Brockmann memperlihatkan bagaimana dia menggunakan warna, dan tata atur elemen bentuk geometrik, dan huruf, yang mengekspresikan sebuah struktur dan ritme yang memiliki kualitas musikal.
c) Desain Grafis Gaya Posmoderen
Dengan berakhirnya tahun 70-an, banyak desainer arsitektur, desainer produk, dan desainer grafis bekerja dengan konsep berpikir tradisi-modern. Gerakan itu masuk ke dunia akademis sehingga menyebabkan hilangnya kapasitas mereka berinovasi.
Para desainer yang lebih muda menolak dan mengubah ajaran pandangan modern dan memertanyakan filosofi form-follows-function (bentuk mengikuti fungsi) desain. Filosofi itu diasosiasikan sebagai kelemahan, karena dianggap memiskinkan dan dihubungkan dengan perusahaan versi modern yang memunculkan gaya tipografi internasional.
Dalam mendesain, para desainer mulai menetapkan polanya sendiri, dan melanggar pola grid; lalu menjungkirbalikkan format gaya grafis yang ada. Kemudian, menyelidiki unsur-unsur historis atau lokal dan dekoratif untuk mengangkat unsur dan konsep subjektif dan atau eksentrik ke dalam desain. Pengembangan reaksi terhadap modernis ini disebut postmodernism. Sebagai akibatnya, terdapat banyak sekali arah desain yang baru. Sebagai contoh adalah desain kover majalah WET oleh April Greiman yang bekerjasama dengan Jayme Odgers (1979). Sepanjang akhir tahun 1970-an, karya-karya April Greiman telah disambut baik sebagai contoh karya eksperimen postmodernnya. Seperti yang diketahui sejak tahun 70-an sampai 80-an, terdapat gejala meningkatnya jumlah wanita yang masuk ke kegiatan desain grafis dan memperoleh prestasi dalam kegiatan ini.
Contoh tipografi yang dinamis dan warna-warni montasenya adalah hasil kerjasama dengan fotografer Jayme Odgers. Sebuah kover untuk majalah WET merupakan sebuah gambaran semangat budaya di California selatan yang campur baur. Karyanya tahun 1979 adalah sebuah fotokopi warna penyanyi Rick Nelson yang dikolasekannya dengan surat kabar, kertas Jepang, dan semprotan airbrush yang dikombinasikan dalam suatu desain yang kompak. Greiman juga bereksperimen dengan imaji-imaji video pada cetakan grafis. Pengaturan tata ruang yang dinamis dan bentuk-bentuk geometrik yang dekoratif adalah ciri khas karya desain postmodern. Contoh karya seperti ini dapat dilihat pada sebuah poster tahun 1983, yang dirancang oleh William Longha user. Pada desain grafis ini kita lihat pembentukan huruf-huruf dari nama akhir arsitek postmodern Michael Graves. Pembentukannya dibuat secara fantastis, sebagai pengaruh pola dan tekstur bangunan Graves sebagaimana kebanyakan desain posmo sehingga hasil desainnya terlihat lebih menarik.
d) Desain Grafis Gaya Alternatif
Desain grafis alternatif adalah gaya desain yang berbeda dengan mainstream desain grafis yang umumnya berlangsung di kalangan industri dan advertising. Bahkan, bertentangan dengan prinsip grafis yang ditujukan untuk ekonomi. Hal ini disebabkan banyak faktor di antaranya sebagai berikut.
a. Gaya individu yang mencari gaya sendiri, yang kemudian mempengaruhi lainnya, sehingga menjadi gaya kelompok.
b. Mereka mengadakan penyimpangan dari mainstream desain grafis yang berlaku, baik budaya dan politik. Hal ini dapat dilihat pada desain grafis negara Cuba, Cina dan lainnya.
c. Munculnya seni pop jalanan di kota-kota besar yang menggambarkan ungkapan subkultur.
Gambar Kumpulan Contoh-contoh Gaya Grafis, (Sumber: Couto, Nasbahry (2009d).
Buku konsumen khusus yang berkesan formal di Indonesia (majalah Konstruksi, Setiawan Sabana, 2008)
Cover majalah anak-anak dan remaja gayanya cenderung ke gaya desain grafis alternatif dan desain pop di Indonesia (Bobo, Keren Beken, 2010)
Artikel ini terdiri dari 4 halaman, klik hal berurutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar Anda, jika ingin menggunakan emotion, silahkan klik emotionnya, dan kopy paste kodenya dalam kotak komentar