Hal 4 (Affordance pada Seni, Olahraga, Desain dan Pembelajaran
Oleh Nasbahry Couto
Lihat juga:
Prinsip-prinsip kognisi dalam Desain Informasi
Oleh Nasbahry Couto
Lihat juga:
Prinsip-prinsip kognisi dalam Desain Informasi
B. 6. Affordance adalah Seni (Art) ?
Lebih lanjut affordance sekarang bukan saja dianggap sebagai pengalaman perseptual–motor yang hanya ada pada bidang tertentu, tetapi juga dianggap perseptual–motor dalam seni, seperti yang dikemukakan Katherine Leduc dalam artikelnya “Art as Affordance” (2013)[18]
Dia membahas seni sebagai sebuah alat, sebagai lawan kata benda, dalam upaya untuk menjawab, atau membatalkan, pertanyaan "apakah seni?". Cara ini menurutnya memungkinkan untuk menilai cara seni bertindak, di mana objek, penerima stimuli dan seniman berhubungan satu sama lain melalui materinya, bagaimana komunikasi seni dapat ditafsirkan sebagai jenis tindakan, dan bagaimana tindakan tersebut tergambar dari affordance 'kesenian'. Ia menganggap definisi seni sebagai affordance, berlawanan dengan beberapa teori seni yang lebih dominan. Dan affordance itu sendiri adalah seni. Dengan demikian maka pertanyaan dan rahasia selama ini tentang “tacit knowledge” dalam seni sebagian bisa terkuak.
Seperti yang telah diuraikan di atas, istilah "affordance" diciptakan dan didefinisikan oleh James J. Gibson (1979: 127), sebagai "saling melengkapi antara hewan dan lingkungannya". Dengan mengutip Ian Hutchby dia memberikan contoh singkat dari teori Gibson,
Seperti yang telah diuraikan di atas, istilah "affordance" diciptakan dan didefinisikan oleh James J. Gibson (1979: 127), sebagai "saling melengkapi antara hewan dan lingkungannya". Dengan mengutip Ian Hutchby dia memberikan contoh singkat dari teori Gibson,
[H]umans, along with animals, insects, birds and fishes, orient to objects in their world (rocks, trees, rivers, etc.) in terms of what he called their affordances: the possibilities that they offer for action. For example, a rock may have the affordance, for a reptile, of being shelter from the heat of the sun; or, for an insect, of concealment from a hunter. A river may have the affordance, for a buffalo, of providing a place to drink; or, for a hippopotamus, of being a place to wallow. Affordances may thus differ from species to species and from context to context (Hutchby 2001:26).
Uraian Leduc, Katherine (2013) tidak usah di bahas dalam uraian ini, namun setelah membahas berbagai sisi tentang affordance misalnya tentang tindakan, komunikasi, kesepakatan sosial dan komunikasi, seperti apa yang dipikirkan pakar komunikasi sosial Luhmann (2000) dengan teorinya, dan sebagainya.[19] Leduc, akhirnya menyimpulkan:
“Saya telah membuat sebuah cara di mana seni dapat dianggap peralatan sebagai lawan konsep itu sendiri. Mendefinisikan seni sebagai konsep sendiri sangat bermasalah, sehingga benda bisa dihilangkan, diperebutkan dan diberhentikan sebagai seni berdasarkan kepatuhan mereka, atau kekurangan daripadanya, untuk satu set sifat dan prinsip-prinsip tertentu. Dengan menganjurkan seni yang sebaliknya, adalah alat, atau sebuah affordance, objek apapun, adalah ungkapan seni" yang diperbolehkan untuk menjadi nyata dalam setiap objek yang diamati.
Sebuah affordance terungkap dalam tindakan, dan untuk "berseni" untuk diekspos, dimana proses komunikasi tertentu terjadi antara pengamat dan objek yang diamati, dimana objek tersebut dipertimbangkan dalam proses pemikiran yang refleksif. Jika kita menerima definisi ini, jelas bagaimana dan mengapa beberapa benda dapat dianggap "seni" dan lain-lain tidak, yang berada pada dua kutup (1) individual dan (2) komunal. Seni bukan pendapat subjektif; itu adalah subjek penemuan berdasarkan pemikiran individu. Pengalaman dengan objek yang diekspos dengan alat. Meskipun tampaknya alat ini kurang nyata, seni tetap merupakan affordance (menindak), karena kita dapat setiap saat melihatnya dan dinyatakan dalam objek apapun
”
B.7. Persepsi Affordance dalam Sport
Menurut Syahrial Bakhtiar [20], seorang pakar Olah Raga Indonesia, yang juga pernah mengurus KONI daerah, umumnya Indonesia selalu kalah dalam olah raga, hal ini karena latihan olahraga di Indonesia tidak mendidik Fundamental Motor Skill (FMS) sejak sekolah dasar, bisa jadi hal ini tidak menjadi perhatian para perancang kurikulum di Diknas, dan juga tidak memahami psikologi persepsi, khususnya affordance.
Beliau juga sedang mempersiapkan buku tentang FMS, untuk disebar luaskan di Indonesia. Sedangkan tentang gerak itu sendiri menurut penulis, bermuka dua, sesuai dengan teori gerak Labanian (Laban adalah tokoh legendaris asal Perancis, yang mengemukakan teori gerak dasar manusia), bisa dipakai di olahraga dan sekaligus di seni tari. Pendidikan seperti ini di Hongkong, Singapura, New Zealand dan Australia, adalah Fundamental Motor Skill for Efficiency, dan yang kedua disebut dengan Fundamental Motor Skill for Expresion kdua FMS ini dipadukan dalam satu kegiatan studi gerak dan olah raga di tingkat pendidikan dasar.
Tidak diketahui, sejak kapan pengetahuan mengenai hubungan persepsi dengan tindakan manusia olah raga digarap di bidang olahraga, namun dalam beberapa tulisan yang beredar, hal ini sudah dipahami sejak lama, tetapi tidak dihubungkan dengan afordance, tetapi persepsi, gerak dan kekuatan (tenaga). Sebenarnya manusia dapat merasakan affordances baik bagi dirinya dan bagi orang lain, dan persepsi affordance merupakan fungsi dari pengalaman perseptual-motor yang terlibat dalam bermain olahraga.[21] Sebagaimana juga halnya dalam kasus pembalap, pilot pesawat dan pemain sepak bola.
Fundamental Motor Skill for Efficiency.pdf (bisa di download)
Tidak diketahui, sejak kapan pengetahuan mengenai hubungan persepsi dengan tindakan manusia olah raga digarap di bidang olahraga, namun dalam beberapa tulisan yang beredar, hal ini sudah dipahami sejak lama, tetapi tidak dihubungkan dengan afordance, tetapi persepsi, gerak dan kekuatan (tenaga). Sebenarnya manusia dapat merasakan affordances baik bagi dirinya dan bagi orang lain, dan persepsi affordance merupakan fungsi dari pengalaman perseptual-motor yang terlibat dalam bermain olahraga.[21] Sebagaimana juga halnya dalam kasus pembalap, pilot pesawat dan pemain sepak bola.
Menurut Julie A. Weast-Knapp, MA, dan Kevin Shockley [22], Salah satu tujuan dari penelitian perseptual-motor adalah untuk mengidentifikasi informasi yang mendukung persepsi kita tentang dunia di sekitar kita. Sebagai contoh, informasi persepsi apa memberitahu pengamat jika sebuah benda ada dalam jangkauan seseorang, atau apa celah cukup lebar untuk melewatinya?
Artinya, manusia dapat berhasil melakukan tindakan seperti mencapai menangkap bola atau berjalan melalui pintu karena mereka dapat merasakan kemungkinan bertindak atau yang disebut "affordances", yaitu perubahan dari persepsi “ke aksi” berdasarkan konteks lingkungan dan kemampuan aksi pengamat.
Hal ini, nyata dan memungkinkan untuk melakukan tindakan sesuai yang dirasakan melalui deteksi variabel informasi, yang tersedia dalam pola energi terstruktur organis yang sensitif (seperti struktur lapangan optik pada mata, dimana pola cahaya didefinisikan sehubungan dengan pengamatan). Bagaimana persepsi yang akurat dari affordances dibutuhkan pickup informasi yang relevan dengan berhasil menyelesaikan tindakan tertentu. Namun, pickup dari informasi yang tepat untuk suatu tindakan tertentu sering tergantung pada pengalaman perseptual-motor sebelumnya dari sang pengamat dengan aksi tersebut.
Lebih lanjut Weast-Knapp dan Shockley menjelaskan bahwa affordances adalah sebuah kopling yang ketat yang merupakan ciri antara persepsi dan tindakan: affordance menggambarkan apa yang mampu kita lakukan sebelum kita benar-benar melakukannya. Penelitian telah menunjukkan bahwa manusia dapat merasakan affordances untuk diri mereka sendiri, serta untuk orang lain, dan bahwa kita secara mengejutkan dapat akurat melakukannya.
Pencapaian melalui affordance dapat dilihat dari "mencapai-dengan-lompatan," yaitu sebuah persepsi bagaimana tinggi seseorang bisa mencapai di atas kepalanya, saat melakukan lompatan vertikal. Tinggi maksimum yang dapat dicapai saat jumping adalah fungsi dari hubungan antara sifat-sifat lingkungan (misalnya, ketinggian obyek) dan tindakan (misalnya, produksi dari tenaga) kemampuan perasa yang menentukan apakah suatu tindakan yang mungkin untuk perseptor tersebut.
Pencapaian melalui affordance dapat dilihat dari "mencapai-dengan-lompatan," yaitu sebuah persepsi bagaimana tinggi seseorang bisa mencapai di atas kepalanya, saat melakukan lompatan vertikal. Tinggi maksimum yang dapat dicapai saat jumping adalah fungsi dari hubungan antara sifat-sifat lingkungan (misalnya, ketinggian obyek) dan tindakan (misalnya, produksi dari tenaga) kemampuan perasa yang menentukan apakah suatu tindakan yang mungkin untuk perseptor tersebut.
Manusia cukup baik memahami affordance ini untuk diri mereka sendiri sebelum benar-benar melakukan tindakan, dan juga dapat melihat untuk aktor lain tanpa pernah melihat melompat orang lain (dengan akurasi rata-rata 92%). Hal ini menunjukkan bahwa pengamat mampu membedakan affordances mereka sendiri dari orang lain dan sangat tepat untuk memprediksi apa yang aktor lain yang mampu melakukan bahkan tanpa informasi yang jelas mengenai kemampuan tindakan orang itu.
B. 8. Pengembangan Konsep Persepsi Bottom-up dan Top-down dalam Desain
Istilah dan konsep penerimaan informasi dalam otak manusia berdasar top-down dan bottom up ini kemudian kemudian diadaptasi oleh dunia desain, teknologi komputer dan dan bahkan juga dalam dunia pendidikan dan pembelajaran [8]
Keduanya strategi pengolahan informasi top-down dan bottom-up dan pengembangan persepsi ini, digunakan dalam berbagai bidang termasuk pengembangan desain software, humanistik dan teori-teori ilmiah lainnya seperti manajemen dan organisasi. Dalam prakteknya, mereka dapat dilihat sebagai gaya berpikir dan mengajar dari manusia.
Sebuah pendekatan top-down (juga dikenal sebagai desain bertahap dan dalam beberapa kasus digunakan sebagai sinonim dari dekomposisi) pada dasarnya adalah membagi kembali sistem yang besar untuk mendapatkan informasi tentang komposisi sub-sistemnya.
Dalam pendekatan top-down gambaran dari sistem dirumuskan, ditentukan tetapi pada tahap awal tidak merinci setiap subsistem.Setiap subsistem yang ada kemudian disempurnakan namun lebih rinci, kadang-kadang dalam berbagai tingkatan subsistem ditambah, atau seluruh spesifikasi elemen dasar dikurangi. Sebuah model top-down sering ditentukan dengan bantuan "kotak hitam", ini membuat lebih mudah untuk memanipulasi. Namun, kotak hitam mungkin gagal untuk menjelaskan mekanisme dasar atau cukup rinci untuk realistis memvalidasi model. Pendekatan top down dimulai dengan gambaran besar.Gambaran besar ini dibagi ke segmen yang lebih kecil.
Pendekatan bottom-up adalah merangkai sistem baru untuk menimbulkan sistem yang lebih kompleks, sehingga membuat sistem sub-sistem yang asli dari sistem yang muncul. Pengolahan bottom-up adalah jenis pengolahan informasi berdasarkan data yang masuk dari lingkungan untuk membentuk persepsi .
Dari perspektif Psikologi Kognitif, informasi memasuki mata dalam satu arah, dan kemudian berubah menjadi gambar, oleh otak ditafsirkan dan diakui sebagai persepsi (artinya output "dibangun "dari pengolahan sehingga diperoleh kognisi akhir). Dalam pendekatan bottom-up elemen dasar individu dari sistem yang pertama ditentukan dengan sangat rinci. Unsur-unsur ini kemudian dihubungkan bersama untuk membentuk subsistem yang lebih besar, yang kemudian pada gilirannya untuk melihat keterkaitannya, kadang-kadang dalam berbagai tingkatan, hingga sistem top-level lengkap terbentuk. Strategi ini sering menyerupai model tumbuhnya sebuah "benih" tanaman, dimana awalnya kecil tapi akhirnya tumbuh menjadi kompleks dan lengkap. Namun, "strategi organik" dapat mengakibatkan jalinan elemen dan subsistem, yang dikembangkan berada dalam situasi isolasi dan tunduk hanya pada optimasi lokal sebagai lawan untuk memenuhi tujuan global (desain keseluruhan).
Menurut penulis sistem pembelajaran desain, atau pemrosesan desain, setelah semua data dikumpulkan untuk gunanya untuk membentuk persepsi sehingga memperoleh yang disebut dengan perumusan konsep. Namun dalam memvisualkan konsep atau tema, desainer kembali menemukan kesulitan karena harus mulai lagi mengulangi cara kerja pertama itu dengan mengumpulkan elemen-elemen seperti bentuk, warna, font untuk membentuk konsep kesatuan visual yang mewakili konsep yang ditemukan. Solusi atas masalah ini adalah, dengan ditemukannya konsep desain yang sifatnya verbalistik, konsep visual harus dikeluarkan dalam bentuk sketsa konsep verbal, agar tidak terjebak dengan detail desain
Baik teori langsung (Gipson) maupun persepsi konstruktivis Gregory tampaknya mampu menjelaskan semua persepsi sepanjang waktu. Teori Gibson tampaknya didasarkan pada perceivers beroperasi di bawah kondisi pandang ideal, di mana informasi stimulus berlimpah dan tersedia untuk jangka waktu yang sesuai. Teori konstruktivis, seperti Gregory, telah biasanya melibatkan melihat di bawah kondisi yang kurang ideal.
Penelitian oleh Tulving dimanipulasi baik kejelasan input stimulus dan dampak dari konteks persepsi dalam tugas identifikasi kata. Sebagai kejelasan stimulus (melalui durasi paparan) dan jumlah konteks meningkat, begitu pula kemungkinan identifikasi yang benar. Namun, sebagai durasi paparan meningkat, sehingga dampak dari konteks berkurang, menunjukkan bahwa jika informasi stimulus tinggi, maka kebutuhan untuk menggunakan sumber informasi lain berkurang. Salah satu teori yang menjelaskan bagaimana top-down dan proses bottom-up dapat dilihat sebagai berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan interpretasi terbaik dari stimulus itu diusulkan oleh Neisser (1976) - yang dikenal sebagai 'Siklus Perseptual'.
B. 9. Pengembangan "affordance" dalam Pembelajaran
Singapura telah maju selangkah dengan memanfaatkan affordance dalam pendidikan manajemennya, pernyataan ini dapat dilihat di situs ini.
Pesatnya perkembangan teknologi komputer dan internet telah merevolusi cara mengajar dan belajar yang ada. Namun, teknologi adalah sistem bias pengetahuan yang memiliki kecenderungan sendiri, bias dan atribut yang melekat (Hickerman, 1990; Bruce, 1993) Oleh karena itu, beberapa teknologi ada yang lebih cocok untuk tugas-tugas tertentu daripada yang lain. Oleh karena itu, teknologi tidak dapat diperlakukan sebagai dasar pengetahuan yang tidak terkait dengan pedagogi (Koehler et al 2007). Untuk mencapai hal ini, kita perlu menyadari affordances berbagai teknologi apapun yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung proses belajar mengajar secara efektif.
Menurut Putnam (2008), affordances teknologi dapat didefinisikan secara luas sebagai "cara-cara yang menawarkan teknologi atau mendukung hal-hal tertentu", khusus untuk mengajar dan belajar.
Yang dianggap affordances dalam pembelajaran adalah empat hal:
- Affordance Informasi (akses informasi),
- Affordance Otomasi (otomatisasi tugas-tugas),
- Affordance Gambaran (representasi pengetahuan) dan
- Affordance Komunikasi / Kolaborasi (komunikasi / dan atau bekerja sama sesama para pakar)
Kelemahan akses informasi di dunia maya yang bebas (Internet)
Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa desain multimedia dapat mahal (Dan, Feldman & Serpanos, 2008), dan terlalu banyak elemen multimedia yang tidak perlu dalam bahan ajar dapat mengalihkan perhatian peserta didik dan benar-benar menurunkan kinerja pembelajaran yang sebenarnya (Park & Hopkins, 1993) meskipun dapat menarik peserta didik 'perhatian awal. Mayer (2001) teori kognitif multimedia pembelajaran lebih lanjut ingin mengatasi masalah ini dengan pengolahan informasi yang terbatas dalam saluran visual dan pendengaran manusia. Dengan ini pikiran, obyek pembelajaran harus memasukkan unsur-unsur multimedia koheren yang dapat mempengaruhi peserta didik untuk memilih konten pembelajaran yang relevan dipandu oleh tujuan pembelajaran.
Solusi
Tim kerja (yang bekerja di Singapore Manajement University)/SMU, mengeksplorasi dan mencoba antara lain menyediakan alat multimedia berikut ini:
- Lectora – rangkaian lengkap alat authoring yang dapat memberikan konten eLearning kaya dan relevan.
- Camtasia - Rekam aktivitas di layar untuk membawa tingkat baru komunikasi e-learning.
- Mengartikulasikan, Flypaper, Swish3D - Mengembangkan profesional, latihan interaktif berbasis flash kustom dengan mudah.
- Go-Animate - Sebuah alat berbasis web yang memungkinkan penciptaan animasi yang sesuai dan mudah
Jadi inilah sekedar cuplikan dalam buku ini, komentar penulis adalah, rahasia Tacit Knowledge: dalam seni dan desain, sekarang sedikit terkuak, dengan adanya pengetahuan yang mendalam tentang affordance, emosi manusia, hubungan antar manusia yang didasari persepsi. Buku psikologi persepsi ini dibutuhkan bukan hanya di bidang Desain, tetapi juga dalam dunia pembelajaran, pendidikan, olahraga, militer, ekonomi, enginering, dan sebagainya dalam rangka meningkatkan kemampuan manusia dalam segala segi. Tuhan memang maha pencipta, dan kita hanya sedikit sekali memahami siapa diri kita.
Lihat Sambungan halaman
Halaman 1: Prinsip-prinsip dalam Desain Informasi
Lihat Artikel terkait di bawah ini
Catatan kaki
[1] Memang tulisan ini tidak memiliki contoh yang lengkap tentang semua fenomena prinsip kognisi dan terapannya, sebab contoh-contoh persepsi yang lengkap, misalnya pada bidang filem dan animasi, hanya diketahui lebih terinci pada kajian bidang itu sendiri. Jadi buku ini hanya memperlihatkan sebagian saja sebagai contohnya
[2] Catatan : sebuah prinsip lahir dan didasari oleh hasil penelitian dan tidak dapat diperoleh seketika. Prinsip adalah dasar, asal, dan sumber dasar untuk pengembangan pedoman. Pedoman adalah sebuah norma dan biasanya bertujuan untuk merampingkan proses desain sesuai dengan seperangkat kerja rutin. Pedoman mungkin dikeluarkan oleh dan digunakan oleh setiap organisasi untuk membuat tindakan spesifik yang lebih dapat diprediksi dengan kualitas yang lebih tinggi. Dengan definisi itu tidak harus wajib mengikuti pedoman ini. Bagaimanapun , wajib mengikuti pedoman yang dibuat dalam banyak organisasi
[5] Lihat tulisan Saul McLeod (2007), Teori Persepsi Visual, http://www.simplypsychology.org/perception-theories.html
[6] Hermann Ludwig Ferdinand von Helmholtz (31 Agustus 1821 - September 8, 1894) adalah seorang dokter dan fisikawan Jerman yang membuat kontribusi yang signifikan terhadap beberapa area yang sangat luas dan bervariasi dari ilmu pengetahuan modern. Dalam fisiologi dan psikologi , ia dikenal karena matematika mata, teori visi , ide-ide pada persepsi visual ruang, penelitian penglihatan warna, dan sensasi nada, persepsi suara, dan empirisme . Dalam fisika , ia dikenal karena teori-teorinya tentang konservasi energi , kerja elektrodinamika , termodinamika kimia , dan pada mekanik dasar termodinamika. Sebagai filsuf , ia dikenal karena filsafat ilmu , gagasan tentang hubungan antara hukum persepsi dan hukum-hukum alam , ilmu estetika , dan ide-ide pada kekuatan peradaban ilmu pengetahuan.
[7] Lihat tulisan Saul McLeod (2007), Teori Persepsi Visual, http://www.simplypsychology.org/perception-theories.html
[8] Lihat Wikipedia.
[9] http://inventingthemedium.com/glossary/
[10] Leo van Lier (2004). "Relations". e-Study Guide for: Handbook of Psychology, Volume 6: Developmental Psychology: Psychology, Human development. Springer. p. 4
[11] Penelitian yang melibatkan istilah Affordance dalam kajian IMK telah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut menjelaskan berbagai pengertian tentang istilah ini. Beberapa penelitian menggunakan buku karya Norman (1990) yang berjudul Design of Everyday Things sebagai rujukan dasar dalam menjelaskan pengertian affordance. Lihat teori Affect dalam buku ini yang menjelaskan pikiran Norman.
[12] Juval Portugali (1996). "Inter-representation Networks and Cognitive Mappings". In Juval Portugali, ed. The construction of cognitive maps. Springer. Lihat juga Ulric Neisser (1989). "Chapter 1; Introduction: the ecological and intellectual bases of categorization". In Ulric Neisser, ed. Concepts and Conceptual Development: Ecological and Intellectual Factors in Categorization. Cambridge University Press. p. 12.
[13] Lihat tulisan http://isaninside.net/2011/06/affordance-dan-metaphor-dalam-interaksi-manusia-dan-komputer-1.htm
[14] Gaver, William W. (1991). "Proceedings of the SIGCHI conference on Human factors in computing systems Reaching through technology - CHI '91". p. 79.
[15] Taylor, Shelley E .; Brown, Jonathon D. (1988).
[16] Fovea wilayah tengah retina. Ini adalah lekukan kecil sekitar 0,3 mm di, subtending sudut visual 1 derajat 2 derajat. Fovea berisi photorecptors terutama kerucut. Lihat glosari
[17] https://thewilltosee.files.wordpress.com/2011/02/eye2_thumb.jpg
[18] http://ir.lib.uwo.ca/totem
[19] Luhmann, Niklas. 2000. Art as a Social System. Stanford California: Stanford University Press.
[20] Beliau sekarang menjabat Pembantu Rektor III, bidang Kemahasiswaan di UNP Padang.
[21] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21113859
[22] Lihat tulisan Julie A. Weast-Knapp, MA, and Kevin Shockley, PhD, Factors affecting athletes’ perception of movement
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar Anda, jika ingin menggunakan emotion, silahkan klik emotionnya, dan kopy paste kodenya dalam kotak komentar