Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis blog ini

Minggu, 04 Mei 2014

Sejarah Seni Indonesia dan Perlunya Revisi: dari Lukisan Dokumenter ke seni Lukis “Moii Indie” yang Berkasus (1600-1945)-1

A. Van Pers, "Een Chinees op het kantoor bij een Europeaan1854 Litho naar een oorspronkelijk werk van A. van Pers. Linksonder: Nederlandse tekst. Middenonder: Javaanse tekst. Rechtsonder: Un chinois sur le comptoir après d'un Européen. Rechtsonder: K.St. v. C. W. Mieling. Sumber: geheugenvannederland
Hal 1

Catatan Peneliti, Penggambar, Pelukis, ilustrator,  Engrafer, litografer  yang menggambarkan Indonesia di Era Kolonialisme, 1600-1945
Oleh: Nasbahry Couto

Sejarah Seni Indonesia dan Perlunya Revisi: dari Lukisan Dokumenter ke seni Lukis “Moii Indie” yang Berkasus (1600-1945)

Hal 3

Pengaruh Gaya Seni Eropa di daerah Kolonial
1840-an (Realisme, Naturalisme)
Jika seni  rupa era kolonial ini kita hubungkan dengan perkembangan gaya seni di Eromerika, terlihat bahwa perkembangan ini ada relevansinya dengan perkembangan seni di Hindia Belanda saat itu. Misalnya, gaya seni realisme  mendominasi dunia seni rupa dan sastra di Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat di sekitar tahun 1840 hingga 1880. Dalam gaya seni lukis ini kita mengenal  pengaruh pelukis realis  seperti  Gustave Courbet dan Jean François Mille. Kenapa mereka disebut dengan seniman realis? Karena seniman realis umumnya berusaha menampilkan kehidupan sehari-hari seperti objek-objek dengan karakternya, suasana, dan persoalan dari realitas yang dilihat. Salah satu alasan munculnya seniman realis karena menolak mengambarkan adegan drama yang bersifat teatrikal seperti yang ada pada seni lukis Romantik dan zaman Barok sebelumnya.

Sejarah Seni Indonesia dan Perlunya Revisi: dari Lukisan Dokumenter ke seni Lukis “Moii Indie” yang Berkasus (1600-1945)


Hal 2

Antara Imajinasi dan Kenyataan

Teknik penyajian lukisan pada zaman ini sebenarnya meliputi beberapa tahap, misalnya catatan-catatan atau sketsa dari lapangan, dibuat kembali dengan litografi atau cat air oleh senimannya. Bisa juga karya cat air atau litho yang sudah ada, di cetak kembali oleh para seniman di Eropah atau yang ada di Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena lukisan-lukisan itu tidak dilihat semata sebagai karya seni, tetapi sebagai penggandaan dokumen sebagaimana  kita memfotocopy dokumen di zaman sekarang --yang digunakan untuk berbagai kepentingan. Kebiasaan seperti ini mungkin sekali berpengaruh terhadap seniman di zaman kolonial lainnya, Wakidi misalnya, sering merepro lukisan-lukisannya yang lama, sehingga sulit mengetahui  mana lukisan asli dan yang baru kalau tanggal pembuatannya tidak diketahui. 


Sering dilihat, yang lain mungkin juga penting