Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis blog ini

Selasa, 06 Juni 2023

POLITIK IDENTITAS DAN KEBERPIHAKAN

Oleh Nasbahry Couto

Menyambung tentang pengertian identitas yg dikemukakan oleh Rocky Gerung dalam tulisan sebelumnya mungkin kurang jelas bagi pembaca. Topik ini dibicarakan pada acara ILC (Indonesia Lawyer Club) 5 bulan yg lalu. Memamg sudah lama tapi dari segi ilmu pengetahuan mungkin baru dan bisa dibincangkan terus menerus.

Jadi perlu di bahas berbagai konsep  dan dan teori, yg sekiranya terkait dengan politik identitas itu. Terutama teori sosial, teori identitas, semiotika dan politik. Tetapi yg  paling penting adalah bidang psikologi khususnya psikologi sosial dan  persepsi. Misalnya tentang keberpihakan.
Ternyata logika Rocky Gerung (RG)  tidak selesai jika kita semata melihat argumennya  yg menyatakan identitas orang hanya terlihat saat dia sudah mati. Disini logika itu  bisa  bias. Sebab mencampurkan antara identitas dan perubahan keberpihakan saat manusia masih hidup. Tapi pernyataannya memang benar bahwa istilah identitas telah di rekognisi. Dan uraian2 di bawah ini  sebenarnya juga recognisi2 tetapi tidak memihak kepada kepentingan2 siapapun.



Sebaliknya ada pihak minoritas yg memiliki persepsi, bahwa ada mayoritas lain yg terindikasi seolah-olah menakutkan yg menggunakan identitasnya itu dalam dunia perpolitikan di indosesia. Yang disebut politik identitas. Argumen ini  juga  tidak seluruhnya benar. Sebab pemilih saat  pemilu berpihak kemana tidak diketahui
Sebab argumen ini bisa jadi hanya kekeliruan persepsi. Terutama persepsi sosial seperti prasangka pandangan streotip dan sebagainya. Artinya penulis kurang setuju dengan definisi  yg menyatakan identitas sebagai alat politik seperti yg dikemukakan oleh wikipedia ( lihat di sini). Penulis melihat politik identitas sebagai alat perjuangan kelompok dan itu sah-sah saja. Hal ini hanya bisa terjadi dalam negara demokrasi.

Sebaliknya  ketakutan atas kelompok yg  identitasnya diketahui telah memancing perdebatan  beragam orang dan beragam konsep pula. Diantaranya konsep politik identitas  yg malah disuarakan oleh pemimpin negara Jokowi. Apakah politik identitas itu? Dan apa identitas itu?

Identitas sosial adalah aspek penting dari keberpihakan, atau loyalitas yang jika diukur, dapat mengarah pada prediksi dan pemahaman tentang sikap dan perilaku kelompok  politik atau orang yg terkait.

Teori identitas sosial menyajikan teori psikologi- sosial yang meyakinkan tentang keberpihakan dan loyalitas kelompok. Tapi itu dapat dipertanyakan kembali tafsir kontemporer tentang keberpihakan dan loyalitas itu.

Tingkat identitas sosial relawan partai misalnya  terbukti menjadi prediktor yang bermakna terhadap peringkat, ideologi, dan aktivitas partai politik, bahkan ketika mempertimbangkan ukuran tradisional tentang kekuatan keberpihakan relawan


Kelompok sosial
Kelompok sosial adalah sekumpulan individu dengan karakteristik tertentu dan kesamaan identitas yang saling berinteraksi bersama serta memiliki kesadaran kolektif sebagai satu kesatuan.

Ciri kelompok sosial menunjuk pada identitas sosial seseorang maupun kelompok berdasarkan fungsi dan perannya di masyarakat.

Identitas Sosial
Apa yang dimaksud dengan identitas sosial, ciri-ciri, dan contohnya?
Identitas sosial adalah cara seseorang mempresentasikan dirinya kepada orang lain dengan menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol yang mencerminkan kelompok sosial yang diterimanya.

Identitas sosial adalah ciri-ciri yang melekat pada setiap diri manusia.
Pada umumnya identitas sosial disandarkan pada ciri yang bersifat alamiah, seperti jenis kelamin atau identitas berbasis genetik seperti ras. Identitas sosial dipahami sebagai kesadaran tentang konsep diri.

Konsep diri merupakan integrasi gambaran diri yang dipandang sendiri maupun yang diterima dari orang lain tentang apa dan siapa dirinya, serta peran apa yang dapat diperbuat yang berkaitan dengan dirinya dan juga orang lain.

Berdasarkan pengertian tersebut, gambaran diri tersebut dapat di bahas tentang bagaimana proses pembentukan identitas di mana identitas terbentuk dan dibentuk.

Pengertian Identitas Sosial Menurut Ahli

Menurut Burke & Stets (1998), identitas sosial adalah kategorisasi-diri dalam hal kelompok, dan lebih terfokus pada makna yang terkait dalam menjadi anggota kategori sosial. Dengan penekanan yang lebih besar pada identifikasi kelompok, berfokus pada hasil kognitif seperti ethnosentrisme, atau kohesivitas kelompok.

Menurut Tajfel (dalam Buku Taylor, Peplau & Sears, 2009), identitas sosial adalah bagian dari konsep diri individu yang berasal dari keanggotaannya dalam satu kelompok sosial (atau kelompok-kelompok sosial) dan nilai serta signifikasi emosional yang ada dilekatkan dalam keanggotaan itu.

Pembacaan Tanda Identitas Sosial

Pembacaan ciri-ciri identitas sosial individu dan kelompok adalah sebagai berikut.
  1. Berdasarkan pada pengalaman langsung selama perjalanan waktu yang telah lewati individu.
  2. Membedakan satu individu dengan individu yang lain.
  3. Setiap individu yang menjadi bagian dari kelompok akan mendapatkan identitas yang sama yang membedakan kelompok satu dengan yang lain.
  4. Kebiasaan berpakaian, gaya Bahasa, jargon, dan mengisi waktu luang.
Teori identitas sosial

Teori identitas sosial adalah teori yang memprediksi perilaku antarkelompok tertentu berdasarkan perbedaan status sosial kelompok, legitimasi dan stabilitas yang dipersepsikan akibat adanya perbedaan status sosial tersebut, serta kemampuan yang dipersepsikan dalam berpindah dari satu kelompok ke kelompok yang lain.

Pembentukan identitas Sosial

Pembentukan identitas sosial menurut Stuart Hall dibedakan menjadi dua, yaitu pembentuk identitas sebagai wujud (identity as being) dan pembentukan identitas sebagai proses (identity as becaming).

1. Identitas Sebagai Wujud (identity as
     being)
Identitas sebagai wujud adalah identitas sebagai ciri-ciri yang terbentuk. Ciri-ciri ini melekat sejak dari awal permulaan yang terbentuk secara alami dan dengan sendirinya, dipersatukan dengan kesamaan genetik, ikatan darah, sejarah dan lelhur. Sudut pandang ini lebih melihat ciri fisik untuk mengidentifikasi mereka sebagai suatu kelompok.

2. Identitas Sebagai Proses Menjadi
     (identity as becaming)
Identitas sebagai proses menjadi adalah identitas dengan ciri-ciri melalui proses sosial dalam pembentukannya. Identitas sebagai “proses menjadi” merupakan ciri-ciri yang tidak bersifat alamiah karena dibentuk secara sosial melalui proses sosialisasi.
Pada tingkat kelompok identitas semacam ini mewujudkan dalam kesamaan ide, gagasan, nilai, kebiasaan-kebiasaan baru yang menghasilkan praktik-praktik kehidupan sosial baru. Oleh karena itu, identitas ini tidak dikenali dari ciri-ciri lahiriah.

Tajfel (1978) mengusulkan teori identitas sosial, di mana perasaan seseorang tentang siapa mereka didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok yang berbeda.  Tajfel berteori bahwa kelompok yang dimiliki orang sebagai kelas sosial (seperti tim olahraga, keluarga, kelompok teman, tempat kerja, dll.) Merupakan sumber kebanggaan dan harga diri yang penting.  Dia menentukan bahwa kelompok memberi individu rasa identitas sosial dan rasa memiliki dunia sosial.


Gambar1. Di bawah teori identitas sosial, kesadaran diri didasarkan pada identitas pribadi dan identitas sosial kolektif.  Diadaptasi dari ‘Group Dynamics 3c Identity and Inclusion: Social Identity (Bagian 3)’ oleh D.R Forsyth, 2014.

Dari gambar di atas sesuai dengan teori identitas Tajfel (1978) terlihat bahwa identitas itu muncul dari kebutuhan akan  "esteem" ( neef of esteem) kehormatan atau harga diri. Lalu dengan adanya identitas itu dapatkah harga diri itu ditingkatkan ( increased). 
Sehubungan dengan teori ini ada dua cabang kebutuhan esteem yaitu personal  identity (identitas individu) dan social identity (identitas sosial].

Persomal identity terkait dengan inclusion dan achievement. Inclusion adalah penyertaan yg erat hubungannya dengan partisipasi, pencantuman dan peningkatan harga diri seseorang. Sedangkan achievement terkait dengan pencapaian seseorang secara pribadi.

Social identity terkait  dengan (1) pencapaian group, (2) group favouritism (pilihan grup atau keberpihakan), (3) rejection of out group atau penolakan terhadap kelompok luar.


Beberapa hal yg perlu di catat dari teori ini adalah.

Social Identity Theory menjelaskan bahwa individu cenderung melakukan kategorisasi sosial dan mengidentifikasikan diri mereka ke dalam kategori tertentu yang memiliki karakterisitik yang sama dengan yang ada pada diri mereka (Tajfel & Turner, 1979).

Dalam Social Identity Theory, Tajfel (1974) mengemukakan bahwa ada empat hal yang perlu dibahas, yaitu:
  • Kategorisasi sosial, yakni proses menggabungkan objek atau peristiwa sosial yang setara dalam hal perilaku, intensi, sikap, dan sistem keyakinan ke dalam kategori tertentu.
  • Identitas sosial , yakni bagian dari konsep diri individu yang diperoleh dari pengetahuannya mengenai kelompok serta kelekatan emosional individu dengan kelompoknya tersebut
  • Perbandingan sosial, yakni upaya individu untuk mengevaluasi identitas sosialnya dengan membandingkannya dengan identitias sosial anggota kelompok lain.
  • Kekhasan psikologis (psychological distinctiveness), yakni aspek psikologis yang membedakan individu dalam suatu kelompok dengan individu dalam kelompok lain.
Berdasarkan keempat hal tersebut, Tajfel dan Turner (1979) merangkum tiga prinsip teoretis dari Social Identity Theory sebagai berikut:
  • Individu cenderung berusaha untuk mencapai atau mempertahankan identitas sosial yang positif. Hal ini muncul dari asumsi dasar yang menganggap bahwa setiap individu memiliki kecenderungan untuk mempertahankan atau meningkatkan konsep diri positif mereka.
  • Identitas sosial yang positif dapat diperoleh dengan adanya perbandingan yang positif antara ingroup dan outgroup. Dengan demikian, individu akan memiliki identitas sosial yang positif jika kelompoknya dievaluasi lebih positif dibandingkan kelompok lain. Proses perbandingan sosial ini sejalan dengan studi Festinger (1954) yang menemukan bahwa individu akan membandingkan diri mereka dengan individu lain untuk memperoleh evaluasi mengenai diri mereka.
  • Ketika identitas sosial yang dimiliki individu tidak memuaskan, individu akan berusaha meninggalkan kelompok tersebut dan mencari kelompok lain atau berusaha membuat kelompoknya terlihat lebih positif dibandingkan kelompok lain. Upaya membuat kelompok terlihat lebih positif ini kemudian melahirkan intergroup bias.
Sesuai dengan bidang yg dikuasai oleh penulis tentang budaya visual maka kajian  identitas di fokuskan pada bidang ini. Diantaranya mengkaji tentang peragaan  identitas visual ketimbang mengkaji perilaku identitas visual.

Visualisasi dan peragaan  Identitas Sosial

Adapun beberapa contoh peragaan  identitas sosial adalah sebagai berikut.
  1. Menggunakan pakaian dan aksesoris yang mencerminkan kelompok sosial tertentu, seperti merk tertentu atau tanda-tanda yang menunjukkan afiliasi dengan kelompok tertentu.
  2. Memperlihatkan tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma atau kebiasaan yang dianut oleh kelompok sosial tertentu.
  3. Menggunakan jargon atau bahasa yang khas dari kelompok sosial tertentu.
  4. Menunjukkan afiliasi dengan kelompok sosial tertentu melalui hubungan pertemanan atau pertemanan yang terjalin dengan anggota kelompok tersebut.
  5. Menunjukkan afiliasi dengan kelompok sosial tertentu melalui partisipasi dalam kegiatan atau acara yang diadakan oleh kelompok tersebut.
Identitas sosial dan ilmu tanda (semiotika)

Semiotika adalah sebuah disiplin ilmu dan metode analisis yang dapat mengkaji tanda-tanda yang terdapat pada suatu objek untuk diketahui makna yang terkandung pada objek tersebut.

Semiotika berasal dari bahasa Yunani “Semeion”, yang berarti tanda. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign). Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Dan tanda tidak terbatas pada benda (Zoest, 1993:18).

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda (Sobur, 2001).

Semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda memrepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan, kondisi diluar tanda-tanda itu sendiri.

Semiotik menjadi salah satu kajian yang bahkan menjadi tradisi dalam teori komunikasi. Tradisi semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimna tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri.

Menurut Littlejohn, (2009: 53) dalam bukunya Teori Komunikasi Theories of Human Communication, Semiotik bertujuan untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna tersebut sehingga diketahui bagaimana komunitas dapat membacanya.

Semiotika Pierce

Uraian tentang semiotika Zoest di atas maupun Pierce cukup luas untuk dikaji tapi karena  kurang terkait dengan artikel ini. Jadi disederhanakan saja.

Tanda-tanda menurut Peirce terdiri dari simbol, ikon dan indeks
Acuan dari tanda disebut objek. Objek ialah sesuatu yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara itu, interpretant merupakan konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan memberikan makna terhadap objek yang dirujuk sebuah tanda.

Peirce menyebut tanda dengan sebutan semiosis, artinya setiap hal yang ada di dunia merupakan sebuah tanda yang merupakan  suatu proses pemaknaan terhadap tiga tahap (triatidic). tapi yg akan dijelaskan disini hanya yg ada pada tahap pertama yaitu yaitu ikon, indeks dan simbol.

Ikon merupakan hubungan yang berdasarkan pada kemiripan artinya representamen sebab memiliki kemiripan dengan objek yang diwakilinya. Misalnya bentuk dan gambar rumah gadang, atau 
dapat menjadi ikon dan identitas rumah gadang yg sebenarnya. Artinya tanda ikonik dapat menjadi identitas sesuatu yg ditunjuk dan memiliki kemiripan. Ikon dapat berbentuk gambar, foto atau sketsa. Sifat ikon yaiitu yg dapat menunjukkan dirinya sendiri.

Indeks merupakan hubungan yang memiliki hubungan eksistensial. Sesuatu hal disebabkan adanya sesuatu yang lain atau adanya hubungan sebab akibat. Seperti tidak ada asap bila tidak ada api. 
Asap dianggap sebagai tanda indikasi adanya  api. Dalam hubungan seperti ini asap adalah indeks. Indeks dalam konteks identitas hanya tanda indikasi atau sinyal-sinyal identitas pribadi dalam sosial  ( lihat uraian selanjutnya)


Tanda ikonik


Pakaian sebagai sinyal atau tanda indikasi beragama islam (bukan tanda ikon dan bukan tanda simbol). Tanda indeks ini tidak menjamin orang ini pasti beragama islam dan atau orang ini pasti berkelakuan baik.  Hanya tanda simbol yg pasti maknanya dan melambangkan sesuatu

Simbol merupakan tanda yang menghubungkan antara tanda dan objek yg ditunjuk oleh  tanda itu. Jadi makna simbol diatur oleh pemakai simbol yaitu aturan makna simbol yang berlaku di masyarakat. Artinya, simbol memiliki sifat konvensional dan arbitrer (mana suka)

Arbitrer atau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Makna sebuah kata tergantung dari konvensi (kesepakatan) masyarakat bahasa yang bersangkutan (Keraf, 2004: 2).

Contoh misalnya 
  • Water   (bhs. Inggris)
  • Banyu    (jawa)
  • Cai          (sunda
  • Aia          (minabgkabau)
  • Dan seterusnya
Abitrasi nya terlihat dari perbedaan simbol kata yg dipakai (lambang bahasa) tetapi yg dilambangkan atau yg ditunjuk sama yaitu air. Artinya setiap banga atau etnis menggunakan lambang2 yg berbeda untuk menyatakan air itu sesuai dengan konvensi masing2. 

Contoh lain adalah lambang_ lambang partai. Setiap lambang partai berbeda namun berbeda dg di atas apa makna di balik lambang itu berbeda pula maknanya. Ini adalah bentuk arbitrasi kedua. Artinya tanda lambang adalah tanda yg  telah disepakati oleh berbagai pihak pemakai lambang sama arti dan maknany. Misalnya tanda-tanda identitas pribadi seperti nama, jabatan. Identitas dalam bentuk simbol misalnya lambang PDIP. bahwa telah disepakati ldentitasnya begitu. Identitas dilambangkan melalui banteng (tanduk  yg miring).

Tanda tanda itu juga banyak jenisnya, misalnya tanda2 visual, tanda2dalam bentuk bunyi dan tanda2 dalam bentuk bau dan gerakan, isyarat, perilaku dan sebagainya

Konflik dan teror

Tetapi tanda2 penganut agama islam seperi pakai baju putih, pakai serban, berjenggot. Perempuan berjilbab tidak dapat dianggap sebagai simbol teroris (tabda simbol),  atau identitas teroris (tabda indeks) atau sebagai perusak kesatuan bangsa (interpretasi). Itu salah besar. Nampaknya argumen itu TIDAK BISA DIJELASKAN SEMATA HANYA DARI TEORI IDENTITAS DAN  TEORI SEMIOTIKA  

Bagaimana kita bisa tahu dan menuduh misalnya orang islam itu teroris. Tak ada yg bisa menjawab, sebab itu hanya interpretasi yg berasal dari atribusi, prasangka dan pandangan streotip saja. Sebaliknya bisakah pemerintah meneror rakyatnya? Bisa saja seperti yg terjadi di korea utara. Teror itu sifatnya menekan atau represif dan itu tidak hanya melalui letusan bom. Tapi bisa secara halus dan juga bisa kejam dan kasar seperti yg dilakukan terhadap minoritas islam Hui dan  Uyghur di China. Atau oleh pemerintah Korea Utara  Dan jika ini dilakukan seperti akan menimbulkan dendam dan kebencian seperti gelombang air di pantai dia bisa berbalik dan menumbuhkan keretakan dan perpecahan bangsa. Dan tindakan teror secara halus bisa dilakukan oleh kelompok minoritas ke kelompok mayoritas atau sebaliknya dan kegiatan represif ini bisa TIDAK SENGAJA DILAKUKAN jika  ada ujaran kebencian dan keberpihakan  ditengah kerumunan massa atau pidato untuk orang banyak. Ini hanya bisa dijelaskan dalam teori psikologi sosial. (Tidak diuraikan secara lengkap dalam artikel ini).

Namun penulis sudah meneliti dan menulis tentang budaya konflik yg terjadi dalam budaya minang tetapi tidak sepenuhnya dalam konteks politik. Dan budaya konflik ini dalam budaya minang mencari solusinya dengan menyatukan unsur yg bertikai. 

Dalam budaya konflik ini terlihat bagaimana kelompok2 suku dan nagari memperlihatkan identitasnya baik melalui tradisi lokal atribut pakaian dan bahasa lokal yg berbeda di tiap nagari yg sekarang mulai menghilang.



Simbol atau lambang agama2 di dunia


Untuk menunjukkan identitas luhak di minangkabau dipergunakan simbol warna. Kesatuan warna ini menunjukkan identitas warna untuk menunjukkan orang minangkabau

Tanda gabungan ikon, indeks dan simbol


Peristiwa 11 september 2011 dapat dianggap sebagai ikon dan indeks ( indikasi) terorisme dari kalangan islam afganistan. Kemudian timbul kesalahan persepsi prasangka sosial bahwa semua yg berbau islam itu teroris.(lihat uraian tentang kekeliruan persepsi)

Hubungan identitas dg tanda dalam sosial
Dalam buku The Collective Search for Identity, Orrin Klapp menunjukkan bahwa identitas tidak merupakan suatu fungsi pemilikan materi setiap orang. 
Tetapi sebaliknya, identitas dihubungkan dengan simboll-simbol dan cara seseorang dapat merasakan identitas orang lain. Identitas meliputi segala hal pada seseorang yang dapat diakui secara sah oleh lingkungannya, nama, pribadi dirinya, statusnya,, dan masa lalunya.


Sinyal (tanda) identitas dalam sosial

Sinyal identitas sosial dapat dilihat dari hal berikut ini tapi menimbulkan pertanyaan apakah sinyal2 identitas sosial ini memiliki interpretasi yang sama (tunggal) atau interpretasi ganda ?  Sebagai berikut:
  • mengenakan kemeja tie-dye,
  • mengendarai mobil sport kelas atas,
  • membawa buku ilmiah di kereta api,
  • memasang tanda partai  politik di halaman rumah,
  • mengisi survei konsumen
  • memposting di Facebook,
  • membaca manga Jepang,
  • menyumbang untuk amal
  • berbagi gosip,
  • dan memilih camilan sehat 
  • Apakah semua argumen di atas memiliki kesamaan?
Sementara jawaban atas pertanyaan ini mungkin berfungsi sebagai tes proyektif bagi sebagian orang, salah satu jawabannya adalah bahwa semuanya dapat dianggap sebagai bentuk perilaku pemberian sinyal identitas.

Dalam bagian ini, perilaku pemberian sinyal identitas didefinisikan sebagai perilaku yang dimotivasi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan menyampaikan informasi tertentu tentang individu kepada diri sendiri atau orang lain.

Dalam konteks ini, bukanlah keharusan bahwa orang lain benar-benar mengamati perilaku tersebut, atau bahkan bahwa individu tersebut memiliki harapan yang kuat bahwa orang lain akan mengamati perilaku tersebut.

Sebaliknya, individu cukup mengantisipasi bagaimana orang lain akan menginterpretasikan perilaku jika mereka mengamatinya untuk membentuk perilaku penandaan identitas yang dimotivasi oleh persepsi orang lain terhadap perilaku tersebut.

Definisi ini konsisten dengan konsepsi psikologi sosial sebagai studi tentang bagaimana pikiran, perasaan, dan perilaku orang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain yang nyata atau yang dibayangkan (Allport, 1985).

Sedangkan perilaku pemberian sinyal identitas dapat melibatkan pemberian sinyal diri tanpa memperhatikan persepsi orang lain (Bodner & Prelec, 2003), sebagian besar perilaku pemberian sinyal identitas tampaknya mencerminkan perhatian dengan pemberian sinyal informasi tentang diri kepada orang lain (Ross, 1971; Wicklund & Gollwitzer , 1982).

Hal ini tercermin dalam temuan yang menunjukkan bahwa orang lebih cenderung terlibat dalam perilaku pensinyalan ketika terlibat dalam perilaku publik atau mencolok daripada perilaku pribadi atau tidak mencolok (Bearden & Etzel, 1982; Ross, 1971).

Orang jualan sayur tiap hari rabu dan sabtu dan berpakaian secara islam. Mensinyalkan identitas islam, tapi sama sekali tidak mensinyalkan kegiatan teroris. Sebab mereka melakukan kegiatan ekonomi.

Demikian pula, individu lebih cenderung terlibat dalam perilaku pemberian sinyal identitas dalam domain yang mereka anggap dapat menyampaikan informasi tentang diri mereka kepada orang lain (Berger & Heath, 2007; Shavitt, 1990; Shavitt & Nelson, 1999).

Penelitian tentang perilaku penandaan identitas memiliki sejarah panjang dalam penelitian psikologi konsumen, dengan sejumlah artikel terkenal yang mengidentifikasi motif penandaan identitas sebagai pendorong pilihan produk dan merek (Belk, 1988; Belk, Bahn, & Mayer, 1982; Fournier , 1998; Gardner & Levy, 1955; Holman, 1981; Levy, 1959; McCracken, 1986; Sirgy, 1982; Thompson & Hirschman, 1995).

KEKELIRUAN ATAU KESALAHAN PERSEPSI TENTANG IDENTITAS

Kekeliruan Identitas (juga dikenal sebagai: politik identitas)

Argumentsi2 logika berpikir di bawah ini menjelaskan hal itu dengan teliti.

Deskripsi: 

Saat argumen seseorang dievaluasi berdasarkan identitas fisik atau sosialnya, yaitu kelas sosial, generasi, kelompok etnis, jenis kelamin atau orientasi seksual, profesi, pekerjaan, atau subkelompoknya ternyata kekuatan argumen tidak bergantung pada identitas. Tanya jawab di bawah menjelaskan hal itu.

Bentuk logika berpikir:

Orang 1 membuat argumen X.
Orang 2 menolak argumen X karena identitas fisik atau sosial orang 1.

Contoh 1:

Sambo:
Orang Asia di negara ini secara sistematis disingkirkan (didiskriminasi) untuk bidang teknologi  sebab itu hanya  khusus untuk orang non-Asia.

Cindy: (membantah)
Sebenarnya, menurut sebagian besar penelitian, pemberi kerja bias mendukung pekerja teknis Asia.

Sambo: (membantah lagi)
Kecuali Anda orang Asia, tutup mulut.  Anda tidak mungkin mengetahui perjuangan komunitas Asia!
Artinya yg merasakan hanya kelompok yg didiskrinasi, di luar kelompok tak merasakan

Penjelasan: 
Sambo.mengklaim (menjelaskan) pengalaman empirisnya tentang preferensi perekrutan untuk orang non-Asia.  Cindy membantah klaim itu dan menyatakan hal itu tidak bergantung pada identitas fisik atau sosialnya (yaitu, kemampuannya untuk menyangkal argumen tersebut tidak bergantung pada dirinya sebagai orang Asia).

Sambo
Menolak bantahan Cindy karena dia bukan orang Asia.  Selain itu, dia menarik perhatian dengan mengubah argumen menjadi "mengetahui perjuangan" komunitas (kelompok) Asia.

Contoh 2:
Staf perempuan sebuah perusahaan besar mengadakan pertemuan untuk membahas solusi pengurangan diskriminasi terhadap perempuan di perusahaan tersebut.  Laki-laki diundang tetapi diminta hanya untuk mendengarkan dan tidak boleh berkontribusi dalam diskusi.

Penjelasan: Implikasinya di sini adalah laki-laki tidak punya apa-apa untuk ditambahkan ke dalam diskusi.  Gagasan untuk mengurangi diskriminasi gender tidak tergantung pada gender, yaitu baik laki-laki maupun perempuan dapat memiliki argumen yang sama validnya.

Pengecualian:
Persyaratan untuk kekeliruan ini adalah "ketika kekuatan argumen tidak bergantung pada identitas". Ada argumen yang mengandalkan identitas.  Misalnya, klaim perasaan dan persepsi yg unik untuk kelompok tertentu.

Contoh:

Sambo:
Sebagai pria gay, saya merasa didiskriminasi di tempat kerja.

Cindy:
Menurut saya orang di tempat kerja tidak mendiskriminasi kaum gay.

Sambo:
Kamu bukan gay.  Saya yakin perspektif Anda akan berbeda jika Anda gay

Cindy dapat meminta bukti diskriminasi, yang masuk akal, tetapi dia menolak klaim  Sambo sebab sebenarnya kurang wawasan karena dia bukan bagian dari kelompok sosial (gay).

Sebelum Anda mengecualikan kelompok mana pun dari diskusi Anda atau mengabaikan argumen mereka berdasarkan kelompok fisik atau sosial mereka, pastikan Anda memiliki alasan yang kuat.

Pengaruh persepsi

Logika berpikir di atas memperlihatkan pengaruh  persepsi terhadap argumentasi (interpretasi) seseorang. 

Dalam ilmu persepsi lebih jelasnya diterangkan   persepsi merupakan penilaian atau tanggap pada sebuah stimulus atau juga bisa rangsangan oleh seseorang lewat indera sehingga orang tersebut bisa mengerti tentang stimulus yang diterima tersebut. Persepsi juga menjadi sebuah proses aktivitas seseorang pada saat memberikan kesan, merasakan, menilai dan untuk mengimpretasikan sesuatu hak atas dasar stimulus atau informasi yang sudah diberikan. 

Namun, dalam persepsi juga sering terjadi kesalahan  dalam mempersepsi sesuatu.
Ada 15 kesalahan persepsi. Yaitu, 
1. Kesalahan Atribusi, 
2. Efek halo, 
3. Stereotip, 
4. ilusi optis, 
5. Tidak Ada Ketersediaan Informasi.
6 Emosi,
7.Impresi. 
8.Konteks.
9. Prasangka.
10.Gegar budaya 
11.Ilusi Rangsang yg Kompleks, 
12.Ilusi fisiologis, 
13. Ilusi kognitif, 
14. Ilusi visual, 
15.Ilusi Akustik dan Ilusi Olfaktorik. 


Ilusi optis dalam lukisan

Semua kesalahan persepsi itu pada dasarnya dibagi menjadi lima bagian besar yakni atribusi, efek halo, stereotip, prasangka dan gegar budaya yang semuanya ini akan membuat seseorang salah dalam memberikan kesan, merasakan dan mengimpretasikan sesuatu berdasarkan dari stimulus atau informasi yang sudah diberikan. 

Dari semua kesalahan persepsi itu hanya dua yg akan dijelaskan sedikit yaitu streotip dan prasangka.

Streotip

Kesulitan dalam berkomunikasi bisa terjadi dari stereotip dengan cara menggeneralisasikan beberapa orang atas dasar informasi yang masih dikatakan minim dan kemudian langsung membentuk asumsi tentang sesuatu berdasarkan kelompok. 
Stereotip adalah proses memposisikan seseorang dan juga beberapa objek dalam sebuah kategori yang mapan atau menilai tentang beberapa orang atau beberapa objek atas dasar kategori yang dianggap sesuai dibandingkan dengan karakteristik individual.


Baca mendobrak streotip melalui musik

Menurut Robert A. Baron dan juga Paul B. Paulus beranggapan jika stereotip merupakan kepercayaan yang hampir selalu salah . Jika dilihat secara umum, stereotip merupakan kategorisasi secara sembarangan dan mengabaikan beberapa perbedaan yang dimiliki masing masing individu.

Menurut gramed.blog:

Jangan pernah menilai seseorang dari penampilan luarnya saja. Kamu pasti pernah mendengar nasihat lama itu, bukan? Jawabannya pasti sering, saking seringnya sampai membuat kita bosan sendiri untuk mendengarnya lagi dan lagi.

Sebagai makhluk sosial, kita memang disarankan untuk bergaul dengan siapa saja. Selama dia bersikap baik dan tidak merugikan kita, apa salahnya mencoba sebuah pertemanan?

Prasangka

Prasangka adalah kekeliruan persepsi pada seseorang yang berbeda yang juga merupakan sebuah konsep saling berdekatan dengan stereotip. 
Beberapa pakar beranggapan jika stereotip identik dengan prasangka sehingga prasangka dijadikan konsekuensi dari stereotip dan lebih diamati dibandingkan dengan stereotip.  Prasangka selalu memakai citra yang kaku untuk meringkas segala sesuatu yang dipercaya.

Sedangkan menurut Richard W. Brislin beranggapan jika prasangka adalah sebuah sikap tidak adil, menyimpang dan juga tidak toleran pada beberapa orang tertentu. Seperti halnya pada stereotip yang bisa berbentuk negatif atau positif, prasangka lebih sering bersifat negatif
Kenapa terciptanya kata-kata seperti kadrun (kadal gurun) politik identitas, politisasi agama dan phobia islam sebenarnya bisa jadi terjadinya kesalahan persepsi dalam masyarakat ataupun kelompok partai. Untuk jelasnya lihat disini.

Prasangka juga dapat diartikan  membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya, istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.

John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori.
  1. Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
  2. Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
  3. Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
Beberapa jenis diskriminasi terjadi karena
prasangka dan dalam kebanyakan masyarakat tidak disetujui.

Untuk lebih dalam penulis juga sudah menulis dalam buku di bawah ini.


Buku psikologi persepsi karangan penulis yg viral. Untuk memahami masalah persepsi lebih dalam

Kekeliruan Pernyataan dan pembacaan  identitas sosial.

Loyalitas dan Keberpihakan

Keberpihakan adalah dalam hal berpihak. Misalnya keberpihakan pemerintah kepada rakyat akan meningkatkan kesejahteraan sosial
Dalam ilmu persepsi munculnya keberpihakan bukanlah karena logika dan atau kognisi. Tetapi lebih kepada sentimen pribadi .

Bias persepsi adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri dan lingkungan kita secara subjektif.  Meskipun orang suka menganggap penilaiannya tidak memihak, pada kenyataannya orang secara tidak sadar dipengaruhi oleh asumsi dan harapannya.

Jadi hubungan antara identitas sosial dengan keberpihakan dapat bias
Pertama Karena identitas tidak mejamin keberpihakan
Kedua, saat Rocky Gerung  menjelaskan etimologi identitas yg berubah saat manusia masih hidup dan identitas manusia hanya ada saat sesudah mati.  Sebenarnya dia menyamakan identitas dengan aspek subjektif manusia yaitu tentang keberpihakan subjektif saat manusia masih hidup. Seperti yang dikatakannya:

Yes! Saya terangkan itu lebih banyak. Karena saya lanjut ya. Agar jangan gagal  paham  yang sesuatu disebut sebagai identitas karena direkognisi dalam politik identitas hidup timbul karena direkognisi. Supaya kita selamat dari kedunguan yang menganggap identitas itu final, gak identitas itu. Ada kalau orangnya final, artinya sudah mati dia. Baru dia kita tahu identitasnya itu.

Contoh lain menurut Rocky Gerung selama dia hidup, aroma politiknya,"bang coy" ini, justru  berubah-ubah. Dulu, pro Ahok sekarang lain lagi, dia menganggap "kalau ada kesalahan di situ"*. Biasa yg begitu. Dia pro Anis sekarang. Dan asyik saja. Qodari dari pro Prabowo, sekarang  masih pro kepada Prabowo. Jadi secara "enciclopedia" kata identitas itu hanya mungkin terjadi kalau orangnya sudah mati. Itu intinya, kalau masih hidup dia punya peluang merubah-rubah identitasnya.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa presiden Jokowi dalam melontarkan politik identitas dan ketakutannya pada  politik identitas karena  kurang memahami hubungan identitas dengan loyalitas dan keberpihakan dan  subjektifitas sifat manusia. Atau seperti yg dikatakan RG terlalu terpengaruh oleh orang di lingkungannya di istana kepresidenan

Sebab belum tentu identitas sosial, seperti suku, agama, enik grup dan ras seseorang atau kelompok itu dapat dipastikan kearah mana keberpihakan politiknya dan pilihannya dalam pemilu. Pernyataan keberpihakan  hanya prediksi saja, karena bisa berubah berdasar waktu. Sangat banyak orang mencintai presiden Jokowi karena berusaha menolong rakyat kecil namun dengan pernyataan2nya yg  bersifat kontroversial itu itu akan mengurangi kewibawaannya dan itu mungkin yg menimbulkan berbagai reaksi kecaman termasuk oleh Rocky Gerung.

Lihat pidato presiden tentang politik identitas.
Dan salah satu faktor kerawanan di pemilu-pemilu, di pilkada-pilkada itu adalah soal politik identitas, politik SARA, dan hoaks Ini hati-hati mengenai ini. Hati-hati, kita ini beragam agama, suku, ras, beragam. Jadi hati-hati kalau ada percikan kecil mengenai ini. Segera diperingatkan, enggak usah ragu-ragu, segera peringatkan, panggil sudah, pasti grogi. Bawaslu dan KPU bisa membuat aturan yang jelas, yang rinci, dan efektif. Ini mumpung Pak Ketua KPU juga di sini Harus membuat aturan yang rinci, yang jelas, dan efektif. Aturannya jangan banyak tafsir yang apa sih. Buat aturan yang gambling, yang jelas sehingga kalau memberikan peringatan juga jelas, kamu salah karena ini, jangan ditafsir yang aneh-aneh. Sehingga nge-dok-nya itu jelas. Ini salah, dok, sudah. Sekali lagi, kita tidak bisa bersantai-santai dengan politik identitas, politisasi agama, politik SARA. Jangan berikan ruang apapun kepada ini, ini sangat berbahaya sekali. Ini bisa menjadi peluang pihak lain untuk memecah belah keutuhan negara kita, keutuhan kita sebagai sebuah bangsa."
Kedua, sesuai dari uraian dan teori di atas beliau  juga tidak merasa mendiskriminasi golongan Islam sebab dia tidak berada dalam kelompok itu sebab  sebagai petugas partai beliau adalah  kelompok PDIP). Sesuai analisa logika berpikir sebelumnya seseorang akan merasakan diskriminasi  jika dia adalah anggota kelompok lain yg di diskriminalisasi.

LOYALITAS

Apa dimaksud loyalitas?
Loyalitas pada dasarnya merupakan kesetiaan, pengabdian dan kepercayaan yang diberikan atau ditujukan kepada seseorang atau lembaga, yang di dalamnya terdapat rasa cinta dan tanggung jawab untuk berusaha memberikan pelayanan dan perilaku yang terbaik.

Loyalitas adalah pengabdian dan negara , filosofi , negara , kelompok, atau orang . Para filsuf tidak setuju tentang apa yang bisa menjadi objek kesetiaan, karena beberapa orang berpendapat bahwa kesetiaan itu sangat bersifat antarpribadi dan hanya manusia lain yang bisa menjadi objek kesetiaan. Pengertian kesetiaan dalam hukum dan ilmu politik adalah kesetiaan seseorang terhadap suatu bangsa , baik bangsa kelahirannya, maupun bangsa asalnya yang dinyatakan dengan sumpah ( naturalisasi ).


                                  *****


Pustaka

  • Tajfel, H. & Turner, J. C., 1978, ‘An Integrative Theory of Intergroup Conflict’, The social psychology of intergroup relations, pp33-47.
  • Forsyth, D. R., 2014, ‘Group Dynamics 3c Identity and Inclusion: Social Identity (Part 3)’ from the book ‘Group Dynamics’, https://www.youtube.com/watch?v=XPIJjcJUw7w, accessed 14 October 2019.
  • Bhattacharya, C. B. & Sen, S., 2003, ‘Consumer-Company Identification: A Framework for Understanding Consumers’ Relationships with Companies’, Vol 67, pp76-88.
  • Söderlund, M., 2019, ‘Can the label ‘member’ in a loyalty program context boost customer satisfaction?’, The International Review of Retail, Distribution and Consumer Research, Vol 29, Iss 3, pp340-35.
  • Ivanic, A., 2015, ‘Status Has Its Privileges: The Psychological Benefit of Status-Reinforcing Behaviors’, Psychology & Marketing, Vol 32, pp697-708.
  • Cairns, R. & Galbraith, J., 1990, ‘Artificial Compatibility, Barriers to Entry, and Frequent-Flyer Programs’, Canadian Journal of Economics, Vol 23, Iss 1/2, pp807-816.

                                   *****

Catatan.
Pengolahan artikel ini sepenuhnya menggunakan HP samsung galaxy A12. Tidak menggunakan laptop. Baik isi maupun gambar2. Tentu saja dibantu oleh beberapa aplikasi lainya. Seperti Vflat, Samsung note, kolase fitogrid art dan sebagainya. 
Akibatnya setelah naskah ini diterbitkan masih saja di edit karena banyak salah2 ketik. Tapi kita bisa kerrja dimana saja kita suka dan tak tergantung tempat.







Sering dilihat, yang lain mungkin juga penting