Rabu, 23 Maret 2011

Keris Pusaka Minangkabau: (bgn-4)

hal 4


Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa keris menurut orang Timur dapat dilihat sebagai perpaduan dari unsur tampak (garis, bidang, bentuk, warna, tekstur, proporsi, komposisi, dan sebagainya) dengan unsur yang tak terlihat (isi, pesan, makna filosifis, sosial, historis, etis, dan religius-mistis), dengan kata lain perpaduan antara yang lahir dengan yang batin. Hal ini sejalan dengan pendapat Tabrani (1995) yang mengatakan:
"Tak ada karya seni rupa yang dibuat semata untuk keindahan. Sebaliknya tak ada benda pakai (sehari-hari, upacara, sosial, kepercayaan, agama) yang asal bisa dipakai, ia pasti indah. Indahnya bukan sekedar memuaskan mata, tetapi melebur dengan kaidah moral, adat, tabu, agama, dan sebagainya. Dengan demikian selain bermakna sekaligus juga indah'.(Primadi Tabrani.1995:16).
Dari kutipan-kutipan di atas dapat dikatakan bahwa karya keris merupakan perwujudan dari unsur estetik rupa yakni perpaduan garis, bidang/bentuk, warna, tekstur, yang ditata melalui prinsip-prinsip penyusunan seperti keseimbangan, komposi, proporsi, irama, dan lain sebagainya. Yang lebih penting lagi, unsur-unsur rupa itu bagi orang Timur dapat dijadikan sebagai salah satu media penyampaian pesan/makna-makna filosofis dari ajaran adat. Yaitu sebagai tanda atau yang bermakna, untuk dipedomani oleh  pendukung kebudayaan itu.

Dari penelitian sementara dan juga dari beberapa literatur tentang keris, memang ada disebut  tentang pesan/makna keris. Namun itupun masih terbatas pada ungkapan-ungkapan yang sukar dipahami, atau masih dalam bentuk bahasa kias yang memerlukan terjemahan lebih lanjut. Ungkapan makna yang dimaksud dapat dilihat dari contoh di bawah ini. 
 "Karih banamo Ganjo Erah, tunangan ulu kayu kamat, kokoh tak rago dek ambalau, guyahnyo bapantang tangga, ipuah nan turun dari langik, biso nan pantang katawaran, jajak ditikam mati juo"
Keris bemama Ganja Iras, tunangan hulu kayu kamat, kokohnya bukan karena embalau, goyahnya berpantang tanggal, ipuhnya turun dari langit, bisanya tak berpenawar, jejak ditikam mati juga. (Idrus Hakimy ,1994. 182-183)
Mamangan adat di atas merupakan kata-kata hikmah. "Hulu kayu, kamat" misalnya, apakah hulu keris memang dari kayu? Termasuk jenis kayu apa? "Kokohnya bukan karena embalau tetapi tidak pernah tanggal (lepas)". Kalimat ini merupakan dua kalimat bertentangan menurut logika. Pemikiran apa yang tersembunyi di balik pengertian itu? Demikian juga hal-hal yang terkait dengan unsur visual (bentuk bilahan, sarung, gagang dan kelengkapannya) pada keris masih perlu diterjemahkan kembali untuk dapat memahaminya. Memang banyak ditemui ungkapan-ungkapan yang sifatnya mengandung rahasia, ajaran, makna filosofis atau konsep pikiran yang terkandung di balik perwujudan keris ini. Dan apa arti dari ungkapan ini atas pemakaian keris untuk para penghulu dan pengantin belum banyak terungkap. Sebagai contoh, H. Dt. Tuah dalam bukunya ' Tambo Alam Minangkabau' baru mengemukakan delapan buah pesan/makna dari sekian tanda/bahasa rupa yang terdapat pada sebuah keris pusaka Minang.
Oleh karena itu wajar jika perlu digali lebih dalam  pesan/makna ajaran adat yang terkandung dalam benda keris dan pemakaiannya itu. Hasil penelitian ini tentunya berguna  sebagai bahan informasi bagi masyarakat Minangkabau khususnya dan bangsa Indonesia umumnya. Sebab banyak yang belum dipahami  secara rinci. Hal itu mungkin disebabkan oleh banyak hal, antara lain oleh karena keris hanya  merupakan  bagian terkecil dari benda budaya tradisi Minangkabau, dan terabaikan oleh karena tidak adanya perhatian terhadap benda ini 

Di samping itu, ada kecendrungan dimana  hasil budaya tertentu sudah kehilangan makna. Apalagi jika hasil budaya itu berkaitan dengan ajaran-ajaran moral yang terkandung di dalamnya dan seakan tergantikan oleh sifat kebendaan semata tanpa makna, sebagaimana diungkap oleh Piliang:
"bahasa kini sudah semakin ringan, semakin sudah tidak dibebani oleh makna, semakin melepaskan diri dari komunikasi bermakna. Gambar-gambar video klip musik atau iklan-iklan komersial dalam televisi seakan-akan ikut memperkuat gambaran kedangkalan permukaan itu. Gambar-gambar tersebut sarat warna, sarat idiom, sarat repertoir, sarat gerakan, sarat tema, sarat irama, akan tetapi miskin makna, miskin kedalaman". Makna-makna yang dikandung ooleh sebuah benda kecil seperti keris semakin tidak dihiraukan terhimpit oleh kesenangan material kebenda yang cukup hanya sekedar memajangnya. (Yasraf Amir Piliang.1998: 30-31)
Di sisi lain, terkait dengan permasalahan asal usul keris itu sendiri kapan adanya di Minangkabau, dan kenapa menjadi salah satu benda atribut pakaian penghulu dan pengantin. Hal ini juga masih  merupakan  suatu pertanyaan yang membutuh¬kan jawaban. Itulah sebagian alasan penulis kenapa tertarik untuk meneliti keris sebagai bagian dari senjata pusaka etnik Minangkabau, di samping ia, sepanjang yang penulis ketahui juga belum pernah diteliti.

Permasalahan
Oleh karena banyak dan luasnya permasalahan yang dapat mengemuka seputar dunia perkerisan di Minangkabau, seperti sejarah asal usul, pengetahuan dan teknologi keris Minanangkabau yang masih belum jelas, adanya kesamaan tampilan bentuk (terutama  sarung  dan gagang) keris Minang dengan bentuk  sarung  dan gagang keris daerah Toraja dan Makassar di Sulawesi, Banjarmasin di Kalimantan, dan Sumbawa di Nusa Tenggara tidak memungkinkan diteliti dalam waktu bersamaan karena terbatasnya  tenaga, biaya, dan waktu, maka penelitian ini dibatasi hanya akan meneliti keris pusaka Minangkabau dari aspek berikut ini.
  • Unsur-unsur rupa yang terakndung pada bilahan,  sarung, gagang, dan posisi pemakaian keris dalam tata usana adat Minangkabau,  merupakan  tanda-tanda atau bahasa rupa yang mengandung pesan atau makna simbolis dari ajaran adat Minangkabau.
  • Fungsi keris bagi masyarakat Minangkabau mencakup fungsi praktis/profan, sosial/komunikasi rupa, dan sakral.
  • Sementara perihal yang terkait dengan perjalanan sejarah asal muasal keris sampai di Minangkabau hanya disinggung sepintas lalu dan tidak dijadikan pokok permasalahan dalam penelitian ini. Secara konkrit, rumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut.
  • Bagaimanakah gambaran tampilan bentuk bilahan, pamor, dan hiasan bilahan keris? Bagaimana pula tampilan bentuk  sarung  dan  kecenderungan ragam hiasnya? Bagaimanakah tampilan bentuk gagang dan ragam hiasnya? Bagaimana posisi penempatan keris dalam tata busana adat Minangkabau?
  • Bagian mana sajakah dari keris yang berfungsi sebagai tanda/bahasa rupa yang mengandung pesan atau makna filosofis ajaran adat Minangkabau?
  • Pesan atau makna filosofi apa yang terkandung pada setiap tanda/bahasa rupa keris pusaka Minangkabau? Apakah makna itu cukup dimengerti oleh pemilik dan masyarakat lingkungannya? Adakah makna-makna khusus bagi seorang kolektor keris?
  • Berfungsi apa sajakah keris pusaka Minangkabau?
Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di beberapa lokasi yang telah ditentukan sebelum penelitian dimulai. Untuk kawasan luhak Tanahdatar, Istana Basa Pagaruyung Batusangkar ditetapkan sebagai lokasi utama mengingat koleksi kerisnya cukup memadai, sementara lokasi penunjang dipilih nagari Pariangan Padang Panjang (daerah asal etnik Minangkakabau) dan nagari Batipuh (daerah yang disebut sebagai Harimau Campo Koto Piliang -tempat panglima perang kerajaan  Minangkabau dulunya).Di luhak Agam lokasi utama  ditetapkan dua buah toko souvenir di Pasar Atas   Bukittinggi yang masih mengkoleksi keris Minangkabau, dan lokasi penunjan dipilih tiga tempat kolektor masing-masing di nagari Sipisang, Aur Kuning dan Jambu air, serta dua lokasi bengkel pandai besi di nagari Sungai Puar Banuhampu. Untuk kawasan luhak Lima Puluh Kota, ditetapkan lokasi desa Balubus dan Piobang. Sampel keris diambil dari beberapa keris pusaka penghulu suku yang masih terpelihara dengan baik. Sementara untuk kawasan kotamadya Padang, museum Adityawarman ditetapkan sebagai lokasi utama, ditambah dengan satu toko souvenir di jalan Jendera Sudirman. Sampel juga dia diambil dari keris pusaka penghulu suku yang ada di Padang, di samping koleksi masyarakat biasa di Jati Koto Tinggi.

Lokasi Penelitian Keris Minangkabau. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda, jika ingin menggunakan emotion, silahkan klik emotionnya, dan kopy paste kodenya dalam kotak komentar