Pengertian Industri Kreatif
Blog ini sudah
membahas industri kreatif sejak tahun 2008, dengan tajuk Era
Revolusi Digital dalam Desain Grafis: dalam rangka mendukung Industri Kreatif.
Dalam artikel itu sudah dibahas pentingnya peran intelektualitas dalam industri
masa depan, khususnya dalam bidang seni dan desain. Empat tahun kemudian,
(2011) baru para pemimpin negara ini bicara agak keras. Seperti perlunya
dukungan Bank untuk para seniman, animator, desainer, dan kreator umumnya.
Tetapi, hal ini mungkin hanya sekedar anjuran (wacana) saja. Sebab dalam
kenyataannya yang mendapat dukungan bank baru hanya para pengusaha yang mapan.
Bagaimana orang-orang kreatif (yang asalnya individual) dapat menjadi pengusaha
dan membuat perusahaan seperti Bill Gates pendiri Microsoft, atau Mark Elliot
Zuckerberg pendiri Facebook, atau di jaman dulu di Amerika membuat perusahaan
Telegraf atau Telpon ? Bagaimana pelaksanaannya di lapangan akan sama-sama di
lihat. Dalam kenyataannya, banyak tenaga-tenaga handal Indonesia dalam bidang
industri kreatif yang lari ke luar negeri. Sebab di sana bantuan untuk para
intelektual di bidang seni dan desain sudah lama berlangsung. Di negara maju,
industri kreatif tentu saja mendapat perhatian utama. Bukan itu saja,
bidang-bidang lain seperti olah raga yang dapat memasukkan devisa juga mendapat
perhatian serius. Negara Korea Selatan misalnya, industri kreatifnya sudah
sangat maju, dan jangan heran jika sekarang anak-anak muda Indonesia
keranjingan musik dan filem Korea.
Para pemimpin negara ini tentu ingin seperti negara-negara yang sudah maju
industri kreatifnya. Seperti anjuran untuk menggandeng para pelaku usaha dan
kalangan akademisi untuk secara sistematis membangun jaringan industri
pendukung yang dibutuhkan (lih. Tulisan A. Dadan Muhanda, 6-7-211, Bisnis.com)
Tentang pentingnya industri kreatif dapat kita ikuti dari berita-berita yang
ada di media massa. Nilai ekonomi industri kreatif mengalami kenaikan tiga kali
lipat selama tahun 2006 hingga 2010”. " Nilai tambah atau nilai ekonomi
(industri kreatif) Rp 157 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp 468 triliun pada
2010," ujar Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu pada pembukaan Konvensi
Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2011 hari Rabu (6/7/2011) di Jakarta
Convention Center, Jakarta.
Misalnya sektor yang
mengalami pertumbuhan ekspor yang tinggi adalah industri film, video, dan
fotografi yang mencapai 104 persen. Penerbitan dan percetakan mengalami
pertumbuhan nilai tambah yang paling tinggi dengan 17,5 persen. Sedangkan
Fashion untuk penyerapan tenaga kerja pertumbuhannya paling tinggi (sebesar) 52
persen," sebutnya. Adapun sumbangan fashion terhadap ekspor sebesar 55
persen. Sementara itu, tingkat partisipasi tenaga kerja di sektor periklanan
dan arsitektur sebesar 17 persen, (lih. Kompas.com, 6-7-211).
Walaupun pemerintah menyadari pentingnya seni dan desain untuk industri
kreatif, namun penulis masih pesimis, sebab pendidikan seni dan desain adalah
anak tiri dalam dunia pendidikan di Indonesia, dibandingkan dengan pendidikan
untuk bidang matematik, bahasa dan lainnya. Jangan ditanya nasib seniman atau
desainer di negeri ini karena karyanya belum dihargai apalagi untuk dilindungi
oleh undang-undang. Sebetulnya salah juga jika kita berpikir bahwa yang keliru
hanya sistem pendidikan di Indonesia, sebagai penyokong majunya industri
kreatif. Banyak tulisan yang dapat menjelaskan hubungan antara industri kreatif
dengan budaya. Budaya kita samasekali tidak menghargai individu, budaya
kita hanya menghargai karya kelompok. Sehingga, ada yang mempertanyakan
bagaimana sistemnya sehingga industri kreatif yang munculnya dari individual itu bisa di dukung dan
di pacu? Sebagai contoh, coba lihat museum kita, isinya tidak ada atau boleh
dikata bukan untuk menonjolkan kreativitas
individu, yang ada hanya artifak arkeologis atau sejarah yang sifatnya anonim. Kreatifitas individu atau
kelompok belum didukung oleh bank. Yang bisa meminjam uang hanya para pengusaha
yang mapan yang punya link ke Bank. Setiap daerah (baca negara bagian) di
negara maju berlomba untuk menonjolkan produk kreatif yang berasal dari
individu di daerahnya. Apa yang terjadi di Indonesia sebagai negara kesatuan ?
Semua seniman atau desainer yang ingin maju, pergi ke Jakarta, Bandung, Yogya
atau Bali. Hanya dari sana para kreator eksis untuk produk kreatif Indonesia.
Kalau tidak, ya tentu lari ke mancanegara. Jadi jangan heran, jika Indonesia
tidak mampu membuat animasi sepopuler “Upin dan Ipin” dari Malaysia, yang tenaga
kreatornya diduga ada yang berasal dari Indonesia. Sebenarnya bakat-bakat
terpendam dalam industri kreatif itu cukup banyak, tetapi tidak tersalur
sebagaimana mestinya. Misalnya, karena
bakatnya tidak tersalur, para kreator di bidang TI yang kecewa, banyak
menjadi hacker (peretas) dan maling
pembelian barang dengan kartu kredit orang kaya. Atau menjadi maling duit Bank. Indonesia itu, kaya. Termasuk
banyak manusia-manusia pintarnya. Tetapi karena sistem dan infrastrukturnya
masih keliru, dia belum bisa memanfaatkan yang ada secara maksimum untuk
kesejahteraaannya. Kita memang banyak ketinggalan, tapi tahukah anda apa
sebabnya Indonesia tidak pernah bisa maju menurut versi Flook,
klik bagian ini.
Contoh Industri
kreatif: Mark Elliot Zuckerberg, pendiri facebook
Mark Elliot
Zuckerberg (lahir di White Plains, New York, 14 Mei 1984; umur 25 tahun). Dia
adalah putra Edward dan Karen Zuckerberg, yang berbakat sebagai programer
komputer dan pengusaha asal Amerika Serikat. Menjadi kaya di umurnya yang
relatif muda karena berhasil mendirikan dan mengembangkan situs jaringan sosial
Facebook di saat masih kuliah dengan bantuan teman Harvardnya Andrew McCollum
dan teman sekamarnya Dustin Moskovitz dan Crish Hughes. Saat ini ia menjabat
sebagai CEO Facebook. Zuckerberg terlahir sebagai Yahudi, namun ia
memproklamirkan dirinya sebagai seorang Atheis. Dia adalah milyarder termuda
yang tercatat dalam sejarah, atas usaha sendiri dan bukan karena warisan.
Kekayaannya ditaksir sekitar satu setengah miliar dolar Amerika.