3. Perwujudan Konsep Regionalisme
Menurut Wondoamiseno (1991), kemungkinan-kemungkinan ujud arsitektur regionalisme dapat dilihat dalam beberapa kecendrungan, yang disebutnya dengan penyatuan Asitektur Masa Lampau (AML) dan Arsitektur Masa Kini (AMK) dengan kecendrungan sebagai berikut ini.
a. Tempelan elemen AML pada AMK
b. Elemen fisik AML menyatu di dalam AMK
c. Elemen fisik AML tidak terlihat jelas dalam AMK
d. Ujud AML mendominasi AMK
e. Ekspresi ujud AML menyatu di dalam AML
Menurut Wondoamiseno, untuk dapat menyatakan bahwa AML menyatu di dalam AMK, maka AML dan AMK secara visual harus merupakan kesatuan (unity). Kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan dalam komposisi arsitektur. Kesatuan itu tidak hanya visual tetapi juga bisa dalam kualitas abstrak, yang dapat dinilai dari respons manusia terhadap bangunan. Yaitu bagaimana reaksi manusia baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek bangunan. Untuk mendapatkan kesatuan dalam komposisi arsitektur ada tiga syarat utama yaitu adanya :
a. Dominan (dominasi)
Sesuatu yang dominan yaitu ada salah satu unsur visual yang menguasai keseluruhan komposisi. Dominasi dapat dicapai dengan penggunaann warna, material, maupun obyek-obyek pembentuk komposisi itu sendiri.
b.Pengulangan
Pengulangan di dalam komposisi dapat dilakukan dengan mengulang bentuk, warna, tekstur, maupun proporsi. Didalam pengulangan dapat dilakukan dengan berbagai irama atau repetisi agar tidak terjadi kesenadaan (monotone).
c. Kesinambungan dalam komposisi
Kesinambungan atau kemenerusan adalah adanya garis penghubung maya (imaginer) yang menghubungkan perletakan obyek-obyek pembentuk komposisi.
C. Kasus Regionalisme Arsitektur di Sumatera Barat
1. Tempelan elemen AML pada AMK
Bangunan moderen yang memperlihatkan tempelan AML pada AMK banyak terdapat di Sumatera Barat, misalnya di kota Padang dan Bukittinggi. Hal ini terjadi karena pada awalnya desain bangunan ini di rancang sebagai bangunan moderen, kemudian ada paksaan dari Pemda untuk memberi unsur tambahan atap yang berbentuk gonjong. Akibatnya terjadi ketidakharmonisan bentuk desain yang terjadi. Diantara tempelan gonjong ini misalnya bangunan Bank Bumi Daya di Kota Padang, dan kantor Gubernur Sumatera Barat. Bangunan kantor Gubernur. Bangunan ini dibangun tahun 1968. memperlihatkan bagaimanaRancangan awal bangunan tanpa gonjong atau desain arsitektur moderen dari kantor gubernur Sumatera Barat.
Tempelan unsur arsitektur lama ke bangunan moderen (desain arsitektur moderen dan tradisi)Tahun 1968 sebelum di rubah seperti keadaan sekarang, gambar bawah adalah kantor Gubernur Sumatera Barat (keadaan sekarang), beberapa jendela mulai ditutup (Sumber: penulis: 1980)
Jam gadang Bukittinggi, Dahulunya puncak jam gadang dirancang dengan membuat patung ayam berkokok, setelah kemerdekaan kemudian di ganti dengan gonjong. Bangunan-bangunan seperti ini sering di kritik dengan “orang Barat berkopiah”. Aspek tempelan yang paling menonjol pada bangunan moderen adalah “gonjong cula badak”, bentuk ini secara latah dipakai pada supermarket, kantor dsb. Gambar kiri atas jam gadang seabad yang lalu, kanan adalah jam gadang sekarang.
2. Elemen fisik AML menyatu di dalam AMK
Elemen fisik AML akan dapat menyatu dengan AMK apabila sejak awal bangunan itu dirancang, dengan menafsirkan bentuk-bentuk AML. Hal ini terlihat misalnya pada bangunan Hotel Bumi Minang di kota Padang. Namun tetap ada masalah sebab model bangunan tradisi yang diterapkan adalah yang berasal di daerah (bagian 1.5). Hal ini dapat dipahami sebab tiap daerah di Minangkabau dahulunya memiliki ciri khas tersendiri, yang kadang-kadang tidak mewakili keseluruhan daerah di Minangkabau.
Tempelan usnur arsitektur masa lmpau (AML) menyatu ke bangunan masa kini ( dibangun pada zaman kolonial) bahan bangunan maupun dekorasinya menunjukkan bangunan jaman kolonial,kemudian elemen bentuk atap dari arsitektur lama di tempelkan , sekarang bangunan ini memiliki dua menara pada kedua sudut kiri dan kanan. ( Mesjid di Padang Ganting, kota Padang). (Sumber: museum, Aditiawarman, Padang)
Transformasi bentuk arsitektur regional (kasus Minangkabau) sebenarnya sudah berlangsung sejak jaman kolonial contoh bangunan mesjid di Sungai Puar Bukittinggi, dan beberapa tempat lainnya di Sumatera Barat memperlihatkan hal itu. (Sumber: Museum, Aditiawarman , Padang)
3. Ujud AML mendominasi AMK
Ujud AML mendominasi AMK, jika bangunan itu mencoba mentransformasikan bentuk-bentuk AML ke AMK, berapa desain bangunan seperti ini misalnya Bank BPD di jalan pemuda dengan mengambil kemiringan bentuk badan bangunan AML. Contoh lain adalah Bank Mandiri di Imam Bonjol Padang, yang mencoba mentransformasikan model bangunan beranjung, ke AMK.
Bangunan Bank BPD, jalan Pemuda Padang, hanya meniru badan bangunan tradisional (sumber: Couto, 2008)
4. Ekspresi ujud AML menyatu di dalam AML
Ekspresi ujud AML akan dapat menyatu dengan AMK bila skala, proporsi serta komposisi bangunan AMK mendekati bangunan AML. Contoh bangunan seperti ini misalnya bangunan bangunan Bank Indonesia di jalan jendral Sudirman kota Padang, adalah usaha maksimal arsitek untuk mentransformasikan bentuk-bentuk arsitektur AML ke AMK. Namun masih memiliki kelemahan, karena ekspresi bentuk yang terjadi bukanlah sebuah arsitektur “baru”, hal ini disebabkan karakter bentuk atap bangunan gonjong pada dasarnya sangat kuat mengandung karakter AML. Jadi efek yang ditimbulkan mirip dengan butir C.1.1 (tempelan AML pada AMK). Usaha untuk merubah karakter ini nampak dengan merubah material dan warna. Tetapi tetap saja karakter AML yang sangat kuat itu tidak bisa dieliminir dengan perubahan material dan warna. Contoh lain adalah Museum Aditiawarman Kota Padang, pada bangunan ini unsur arsitektur baru menyatu dengan arsitektur lama.
Lintasan perkembangan bangunan tradisi Minangkabau. Bangunan tradisi itu pada awalnya sangat sederhana, kemudian muncul bangunan tradisi elit lokal (kerajaan) dan elit kolonial (petinggi di jaman kolonial), seperti bangunan beranjung. Bangunan tipe ini banyak yang menjadi contoh bangunan tradisional moderen, pada hal jenis bangunan ini bukan yang dipakai oleh kebanyakan masyarakat di nagari-nagari di Minangkabau. Misalnya, museum, kantor gubernur, kantor rektorat UNP Padang (lama) mengimitasi bangunan tradisi elite yang dimaksud (sumber: Couto, 2008). Keterangan lebih lengkap baca buku : Budaya visual tradisi Minangkabau, kar.Nasbahry Couto (2008), terbitan UNP Press.
Artikel ini terdiri dari 3 halaman, klik hal berurutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar Anda, jika ingin menggunakan emotion, silahkan klik emotionnya, dan kopy paste kodenya dalam kotak komentar