Oleh Nasbahry C.
........seni adalah bentuk komunikasi emosional yang paling ampuh. .......(banyak) contoh-contoh orang yang mampu mendengarkan musik dan menari selama berjam-jam tanpa lelah dan orang yang membaca sastra memiliki kemampuan membawanya ke tempat yang jauh, membayangkan tanah (tempat) lain di dalam kepala mereka. Bentuk-bentuk seni memberi manusia kepuasan yang lebih tinggi dalam melepaskan (emosi mereka) daripada sekedar mengelola emosi mereka sendiri. Seni memungkinkan orang untuk memperoleh pelepasan emosi yang terpendam baik dengan (1) menciptakan pekerjaan (seni) atau dengan (2) menyaksikan (seni) dan (3) mengalami apa yang mereka lihat di depan mereka. Alih-alih menjadi penerima tindakan dan pengaruh gambar pasif, seni itu ditujukan (tersedia) bagi orang untuk dapat menantang diri mereka sendiri dan bekerja dengan emosi mereka --atas apa yang -- dilihat dan tersaji dalam pesan artistik.
Noy, P.; Noy-Sharav, D. (2013). "Art and Emotions".
Penulis sudah lama tidak ke UNP Padang, tapi oleh urusan
buku-buku yang di tulis oleh staf
pengajar disini, ketemu dengan Ucok (Yasrul Sami B.,) yang sebagai seniman dan
juga mengajar di tempat ini. Beliau
menyodorkan katalog pameran “Kapacak” oleh komunitas “Tambo Art Center”, dalam
pameran seni rupa kontemporer Tambo #3 yang digelar selama satu minggu mulai
dari tanggal 11 hingga 17 September 2018, di kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Dan Ucok nampaknya adalah “panitia” bagian diskusi pada acara akbar tersebut.
Penulis memang tidak diundang, dan baru tahu kalau ada ada acara, seperti ini.
Tapi ucok sambil “bagarah” (bercanda), mengatakan “pak tolong ya,
tulis komentar terhadap pameran (katalog) ini”. Sebetulnya saya berat hati, untuk menulis
sebab takut ada yang tersinggung, karena tulisan-tulisan saya sering kritis,
dan tajam. Tapi saya tertarik juga. Walau tidak menghadiri
pameran, paling tidak saya melihat beberapa hal yang agak menarik untuk di bahas. Jadilah tulisan ini.
MENURUT Rahmat, Syahrul (2018) wartawan Antara, [1]pemilihan tema “Kapacak” berangkat dari istilah bahasa Minang yang berarti kecipratan atau percikan. Pameran yang digelar untuk kali ke tiga ini menyiratkan makna percikan yang dapat memberikan dampak terhadap para penggiat, kelompok, komunitas atau kantong-kantong seni rupa yang ada di Sumbar. Mirip dengan pemikiran ini, tulisan Suwarno Wirosetomo, yang menulis dengan topik “ Seni yang menggerakkan” yang ada pada katalog pameran nampaknya senada dengan ini.
Namun pemilihan kata ini menurut penulis kurang pas atau kurang tepat. Sebabnya yang terpikir oleh penulis di antaranya: pertama: lazimnya sebagai sebuah “tema pameran” fungsinya adalah pemersatu (Unifying Theme) bagi karya yang dipamerkan. Artinya tema pemersatu inilah yang akan mewarnai karakter setiap karya yang dipamerkan. Kedua: adalah soal nomenclatur (tatanama), menurut hemat penulis kata “Kapacak” (minang) adalah “percikan” dalam bahasa Indonesia dan “spark” dalam bahasa Inggris. Adalah kata benda (nomina), kata benda adalah suatu kata baik yang sifatnya abstrak maupun konkret merujuk pada bentuk dari suatu benda.
Sehingga dapat
dikatakan bahwa definisi kata benda (nomina) adalah kata-kata yang sifatnya
merujuk dari bentuk sebuah benda atau barang. [2] Misalnya hasil percikan lumpur pada baju. Artinya ‘”kapacak” adalah hasil dari
suatu keadaan atau peristiwa. Sebaliknya mamangan adat minang “ taganang sawah di ateh, baraia/ kalimpahan sawah di bawah” bukanlah sebuah kata benda tetapi sebuah metafor, penanda
(indeks/indikasi) tentang hal yang diinginkan (dan itu belum tentu terjadi).
Seperti yang ditulis
Nessya Fitriona dalam katalog itu (hal.59): “ Metafor pada pepatah Minang ini sepadan maknanya dengan “kapacak”.
Artinya sebuah perbuatan yang tidak hanya membawa dampak secara individu, tetapi juga ikut memberikan
pengaruh atau dampak pada sekitarnya”. Artinya kata “kapacak” dengan “mamangan
adat”itu adalah seuatu yang berbeda. Yang satu menjelaskan sesuatu yang sudah
terjadi, yang lain menggambarkan yang belum terjadi atau hal yang diinginkan.
Dengan pengertian
seperti ini penulis sebenarnya tidak tertarik lagi membahas arti kapacak sesuai
dengan pengantar dalam katalog. Atau dari sisi
pandangan yang diberikan pada katalog. Dan sebagaimana halnya juga apresiator,
penulis tentu lebih tertarik membahas
karya yang dipamerkan. Dengan
catatan adanya penafsiran lain tentang
kata “kapacak” ini. Yaitu percikan pengaruh terhadap gaya seni para pelukis
yang beragam itu.
Artinya penulis berpikir dan menyadari bahwa kata “kapacak” ini bisa
juga dapat dimanfaatkan dalam pengertian “pengaruh terhadap gaya seni peserta pameran”, yang
mengakibatkan adanya ciri-ciri tertentu yang beragam dari karya serta latar
belakang peserta pameran. Hal ini
sejalan dengan situasi peserta pameran dan mejadi tema pemersatu (unifying
theme). Hal inilah yang mungkin bisa ditulis lebih lanjut.
Menurut Rahmat, S. (2018) [3] dalam pameran ini setidaknya terdapat 32 orang seniman yang ikut terlibat.
Seluruhnya tidak hanya perupa yang berasal dari Sumbar, akan tetapi juga ada
yang berasal dari luar daerah, seperti Pekanbaru, Jambi, Bandung hingga
Yogyakarta. Dari seluruh perupa yang terlibat, terdapat sebanyak 34 karya yang
terdiri dari karya tiga dimensi, dua dimensi serta multimedia.
Lebih lanjut Rahmat, S.menjelaskan, pameran ini terdapat 3 buah karya
tiga dimensi berupa patung dan sisanya karya dalam bentuk 2 dimensi berupa
lukisan dengan gaya yang berbeda. Karya-karya tersebut berasal dari sentuhan
tangan perupa, baik yang sudah lama malang melintang di dunia seni rupa hingga
yang sedang atau baru saja menyelesaikan pendidikan di bidang tersebut. Beberapa
seniman atau perupa yang terlibat dalam pameran ini adalah Abdul Rozak, Dirja
Putra, Eka Susilawati, Erizal As, Erlangga, Fazar Rona, Gusmen Heriadi, Habi
Maulana, Hamzah, Hendra Sardi, Herisman Tojes, Imam Teguh SY dan Ibrahim. Selain
itu terdapat Irwandi, Ismed Sajo, Desca Delaren, Jumaldi Alfi, Kamal Guci,
Mardi Wadra, Martwan M, Muhammad Ridwan, Nasrul, Nofriadi, Norma Fauza, Pino
Yudi Winara, Randi Pratama, Romi Armon, Romi Kumik, Syahrial, Yasrul Sami B,
Yasrul Sami, Yon Indra, Yunizar dan Zulkarnaini.
Bukan
Seni Barat
Sebenarnya kita di Indonesia, termasuk di Sumatera Barat, kena
percikan tradisi seni Barat. Tetapi apa
tradisi itu, banyak juga yang menarik untuk di bahas. Karena banyak hal yang
juga kita tidak tahu. Untuk mengenal tradisi seni ini mungkin kita bisa membahas dalam hal mana saja tradisi seni barat itu mempengaruhi Indonesia, khususnya di Sumatera Barat. Hal ini memang sudah banyak dikaji, tetapi mungkin banyak hal yang perlu didiskusikan, misalnya bagaimana dan apa bedanya tradisi seni Timur dengan Barat.
Menurut Yan Bao [4] Konsep estetik adalah topik yang kompleks sejak jaman dahulu, dan ini terutama berlaku ketika menelusuri lintasan budaya hubungan kita dengan keindahan. Seniman Barat dan Timur cenderung menggunakan perspektif yang berbeda untuk mewakili dunia visual, baik dalam geometris maupun dalam arti metafora. Tradisi Barat dalam berseni sejak zaman Renaissance mencoba menciptakan persepsi yang tepat dari lingkungan visual yang dilihatnya. Sebaliknya pelukis Timur seperti Cina tidak pernah mengembangkan gagasan ruang sebagai entitas geometri terukur dengan mengembangkan matematik untuk mengatur ruang dan menciptakan hubungan spasial yang tepat (Delahaye, 1993).
Menurut Yan Bao [4] Konsep estetik adalah topik yang kompleks sejak jaman dahulu, dan ini terutama berlaku ketika menelusuri lintasan budaya hubungan kita dengan keindahan. Seniman Barat dan Timur cenderung menggunakan perspektif yang berbeda untuk mewakili dunia visual, baik dalam geometris maupun dalam arti metafora. Tradisi Barat dalam berseni sejak zaman Renaissance mencoba menciptakan persepsi yang tepat dari lingkungan visual yang dilihatnya. Sebaliknya pelukis Timur seperti Cina tidak pernah mengembangkan gagasan ruang sebagai entitas geometri terukur dengan mengembangkan matematik untuk mengatur ruang dan menciptakan hubungan spasial yang tepat (Delahaye, 1993).
Tradisi Barat dalam melukis menurut Yan Bao, mencoba menciptakan pandangan yang tepat tentang
apa yang mereka lihat (atau apa yang mereka yakin dilihatnya); perspektif
geometrik dikembangkan untuk menciptakan ilusi tiga dimensi dengan cara
perspektif satu titik atau konvergen (Kubovy, 1986 ). Namun, harus ditunjukkan
bahwa perspektif sentral dalam seni Barat sudah merupakan abstraksi (Worringer,
1908 ), dan itu sama sekali bukan representasi geometrik yang benar dari apa
yang kita lihat. Tradisi inilah yang dikembangkan seni barat dalam melukis, apakah itu dalam lukisan, gambar atau komik.
Selanjutnya, menurut Yan Bao seniman Barat cenderung untuk menangkap momen
tertentu dalam adegan visual dan memperbaiki posisi fisik pemirsa. Hal ini bisa kita lihat dalam gaya seni lukis Barok (Baroque), seni lukis Romantik, bahkan realisme. Sebaliknya,
ketika melihat lukisan pemandangan Tiongkok, tidak ada titik berbeda untuk
memandu pemirsa. Pandangan Cina memiliki kualitas dinamis yang mengintegrasikan
jendela waktu berturut-turut (Bao et al., 2015 ), dan mencakup panorama
pemandangan visual, yang mungkin terkait dengan pandangan mengambang (Tyler dan
Chen, 2011 ).
Karena sudut pandang multi-layer di atas satu sama lain pada
bentuk gulungan (tradisi seni Cina), penonton memiliki kesan sedang diundang untuk mengubah posisi
seseorang secara dinamis, kadang-kadang berada di udara (misalnya, melihat ke
bawah dari atas), kadang-kadang terletak di tanah (misalnya, melihat
pemandangan lurus ke depan), dan kadang-kadang berada di tanah yang lebih
rendah (misalnya, melihat ke atas di pegunungan yang jauh); lebih penting
lagi, bagaimanapun, adalah konsekuensi psikologis dari posisi pergeseran ini
sehingga pemirsa menjadi bagian dari adegan secara subyektif.
Menurut Primadi Tabrani, cara pandang seperti ini juga terdapat
pada seni di Indonesia, misalnya pada relief candi dan seni lukis Bali.
Perbedaan menarik lainnya sehubungan dengan perspektif dalam
pengertian yang lebih umum adalah terkait dengan subjek gambar lukisan Barat
dan Cina. Artis Barat menyukai adegan yang berpusat
pada objek, sedangkan seniman Cina lebih menyukai adegan yang berorientasi pada konteks. Lukisan di Barat biasanya
berusaha untuk membuat objek menonjol, yaitu, untuk membedakan objek dari latar
belakang (Masuda et al., 2008 ).
Lukisan di Gua Leang-leang, Sulawesi, Indonesia
Di Cina itu sebaliknya; Seniman Cina sangat menekankan
konteksnya, sering kali dengan tema meditatif yang menunjukkan sosok manusia
kecil, seolah-olah manusia tertanam dalam lingkungan alam dan terpesona atau
terinspirasi oleh lanskap pegunungan (Turner, 2009 ).
Jika kita melihat
lukisan Yunizar (sebagai salah satu peserta pameran) seperti di bawah ini maka kita bisa memahami bahwa Yunizar lebih
Timur atau lebih Indonesia, dari pada Barat, lukisan Yunizar memaparkan objek
menyebar di atas kanvas, tanpa ada fokus kepada objek tertentu.
Yunizar, "23.30", 150x150 cm. Acrlilic on canvas
Artinya seni lukis Yunizar, dapat
dikatakan berangkat dari tradisi asli seni Indonesia atau Timur, bukan pula
tradisi seni Cina, dan tradisi seni Barat. Lukisan ini judulnya aneh yaitu tentang waktu, sesuatu peristiwa yang terjadi pada jam "23.30". Menurut Ucok harga lukisan ini satu milyar di tawar kolektor, tapi tidak dilepas oleh pelukisnya.
Pengaruh Seni Barat 1: Narasi
Tradisi seni barat yang lain adalah sifat naratifnya, dan sebetulnya ini hanya sifat umum saja dari seni sebab apapun jenisnya cendrung ke narasi. Seni rupa naratif umumnya memiliki beberapa ciri diantaranya adalah imajinasi dan perasaan daripada persepsi rasional tentang kenyataan, susunan elemen rupa yang senantiasa ramai, dan kecenderungan mengambil ide dari cerita. Tradisi ini di Barat sebenarnya menonjol pada lukisan-lukisan agama kristen yang ingin menjelaskan ajarannya melalui gambar atau lukisan [5]]
Lukisan Michael Angelo, "Penciptaan Nabi Adam", pada Kapel Sistne, Italia
Salah satu contoh narasi dalam tradisi seni Barat, terlihat pada lukisan “Penciptaan Adam” (Italia : Creazione di Adamo ) adalah lukisan fresco oleh Michelangelo, yang
merupakan bagian dari langit-langit Sistine Chapel , dicat c. 1508–1512. Ini
menggambarkan narasi penciptaan di mana Allah memberikan kehidupan kepada Adam,
manusia pertama. Fresco ini adalah bagian dari skema ikonografi yang kompleks
dan secara kronologis merupakan yang keempat dalam serangkaian panel yang
menggambarkan episode-episode dari Kejadian. Citra tangan Allah yang sangat
menyentuh dan Adam telah menjadi ikon kemanusiaan.
Lukisan Imam Teguh SY (betu-betu) “Kapa ka rantau”. (2017), 140x160, Mixed Media
Dapat ditafsirkan bahwa lukisan Imam Teguh SY (Betu-betu) menonjolkan sifat narasi atau berkisah. Lukisan ini melalui judulnya mungkin menggambarkan perantauan orang minang dengan kapal. Kisah seperti ini hanya ada pada zaman lampau, saat pesawat terbang belum ada. Dan satu-satunya alat angkut saat itu hanya melalui kapal laut, jadi gambaran ini seakan menjadi mitos, atau semacam dongeng, yang bisa jatuh menjadi metafor (perumpamaan). Rata-rata pelukis minang memang suka bercerita, berkias dan menjadikan lukisannya menjadi tanda atau simbol tertentu yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Lukisan ini akhirnya bisa ditafsirkan tentang kematian manusia yang akan berangkat menuju alam baka, atau ke negeri dongeng, dan kepergian itu di lambangkan dengan keberangkatan (dengan kapal), lukisan ini dapat menjadi tanda-tanda dengan makna tertentu yang dapat dibaca melalui semiotika.
Pengaruh seni Barat (2). Estetika Bentuk, Formalisme: Melukiskan objek atau subjek secara sempurna (ideal)
Kita ketahui salah satu teknik
dalam menciptakan karya senirupa dan desain umumnya dilakukan seniman melalui
pemilihan bentuk, warna, garis, ukuran dan unsur-unsur visual lainnya. Pelukis
menyediakan beberapa warna di atas paletnya pematung melalui seonggok tanah
liat atau batu, arsitek melalui sejumlah material dan kemungkinan struktur yang
dapat diujudkan ke bentuk bangunan. Mereka kemudian mencoba menyusun apa yang
disebut bentuk, susunan atau struktur tertentu. Salah satu cara seniman dalam
meujudkan bentuk itu adalah melalui pengurangan atau reduksi. Warna yang banyak
itu akhirnya dipilih beberapa warna saja sampai tercapai teratur warna. Bentuk
tanah liat yang kacau itu ditertibkan sampai tercapai bentuk.
Suatu analogi yang baik adalah alam itu
sendiri. Alam semesta ada yang teratur dan ada
yang tidak tertib. Partikel gula dalam air kacau dan khaos. Tumbuh-tumbuhan di
hutan berkembang berdasarkan yang kuatlah dapat tumbuh dan hidup normal. Awan
dan hujan juga khaos, hujan hanya dapat di ramalkan, dan penuh ketidak pastian,
walau dengan teknologi mutakhir sekalipun. Jadi alam tidak seperti diduga
orang, walaupun ada yang mengatakan alam itu teratur sebenarnya dia khaos, dan tidak tertib. Alam berlawanan
dengan seni, walaupun kekhaosan itu bisa merangsang pengalaman estetik. Namun seni
berangkat dari ketertiban. Musik misalnya adalah bunyi yang di aransir, karya
lukisan teratur visual yang di bingkai. Tari
adalah gerak yang di pentaskan. Drama adalah kehidupan yang diredusir dan ditampiIkan.
Bisa kita amati perbedaan palet dengan
lukisan, warna-warna pada palet kelihatan kacau atau tidak tertib. Salah satu
innervision (visi dalam) seniman dalam mencipta adalah demi kepastian dan
ketertiban. Dalam proses berkarya seniman berusaha menyusun bunyi (musik), rupa
(seni rupa), rupa dan suara (tari), elemen bangunan (arsitektur), dan hal ini
sudah dilakukan orang sejak lama.
Dalam proses reduksi itu terdapat
banyak sekali kemungkinan yang terjadi. Pada umumnya seniman berkarya melalui repertoar
yang memungkinkan alternatif pilihan, dan akhirnya memilih yang sesuai visinya.
Akhirnya dia mengikuti pola tertentu. Menyusun piktorial adalah proses
menertipkan unsur-unsur visual yang ada pada karya.
Mungkin ada cara tertentu dalam proses
pengaturan itu. yang hanya sekali dilakukan orang. Tetapi banyak kemungkinan
seniman melakukan cara yang sama, berulang-ulang dan menghasilkan karya dengan
tujuan teratur bentuk, jadi tak salah jika
teratur disebut sebagai suatu gaya, karena dilakukan
berulang sampai hari ini.
Tertib artinya teratur atau menurut
aturan tertentu. Batasan ini menimbulkan pertanyaan, kenapa dikatakan karya
seni-rupa itu adalah menciptakan keteraturan ? Kenapa "persepsi
realitas" bentuk pada karya harus dihubungkan melalui teratur ? Apakah spontanitas atau ekspresi spontan dalam berkarya
itu bisa disebut teratur ?
Jawabnya adalah ya, namun peringkat
tertibnya yang berbeda, melalui cara meujudkan teratur itu. Sebab spontanitas dalam lukisan ternyata juga
menampilkan suatu struktur visual, struktur itu suatu bahasa yang menyampaikan
makna.
Karya spontan tidaklah dalam keadaan
yang "entropis" (keadaan yang kacau). Hal ini dapat dibandingkan
dengan palet sebagai tempat mengaduk cat melukis, warna pada palet adalah repertoar
yang kaya, namun visualisasi yang terdapat di palet adalah suatu kebetulan
belaka. Visualisasi itu tidak melalui proses pengamatan atau seleksi pengamatan
yang diatur menurut cara tertentu seperti cara melukis.
Dalam melukis terdapat keinginan untuk
membuat komposisi yang unik melalui proses pengaturan. Untuk mencapai hasil
akhir memang ada unsur yang tidak
terduga ( unlikely,improbable) namun itu semua adalah hasil pengaturan. Tidak
sama dengan alam, yang bukan di atur oleh manusia.Kondisi kebetulan seperti
palet menunjukkan entropi, berlawanan dengan kondisi keteraturan. Degradasi
keteraturan atau kekacauan ada pada kehidupan dijagat raya yang serba
"chaostic" ini. Alam contoh yang baik ketidakteraturan.
Apakah sasaran membuat karya
teratur itu, di luar tujuan tertib? Salah satu
jawabnya adalah kemdahan, yang lahir dari keseimbangan dan kestabilan,
melaluinyalah pikiran seniman diarahkan kepada estetika bentuk. Prinsip
kestabilan mi, ini dapat dihubungkan kepada seluruh "persepsi realitas"
dunia benda yang memiliki kestabilan dan keseimbangan. Catatan seni rupa
Barat penuh pemikiran ini.
Dalam seni-rupa Yunani abad ke 4 SM,
teratur bentuk bagi mereka adalah keseimbangan,
harmoni atau stabilitas. Seni-rupa diciptakan Iiwat pemakaian dalil-dalil
pengukuran. salah satunya dikenal dengan nama "kanon", gaya seni rupa
dengan hasrat mencapai kemdahan semacam ini disebut gaya klassik yang ada di
seni-rupa masa kini.
Prinsip ini bermula dari seni-mpa
Yunani klassik. Dalam arsitektur, arsitek Vitruvius (lahir :f: 84 SM), mencoba
mempelajari kemdahan teratur tubuh manusia
dengan analoginya pada bangunan. Sekitar tahun 27-30 SM, membuat buku "De
Architectura", pengaruhnya terasa sampai abad ke l8, bahkan era moderen.
Seperti yang kita lihat pemikiran mi menghasilkan bangunan Y unani dan Romawi
klasik yang penuh kemegahan, kestabilan. Ukuran dan proporsi itu mengambil
tubuh manusia sebagai analoginya. Misalnya tiang Doric adalah perbandingan kaki
seorang laki-laki terhadap tinggi tubuhnya, tiang Ionic mengambil proporsi
kerampingan seorang wanita dewasa, dan Corinthian, kontur kerampingan seorang
wanita muda.
Memang sumber teratur bentuk yang indah menurut visi Yunani klassik adalah tubuh
manusia. Mereka membuat teori daya tarik ( estetis ) yang dikatakan indah;
berhubungan langsung melalui perbandingan bagian dengan keseluruhan bangunan
melalui perbandingan matematik, yang didasari oleh dimensi tubuh manusia yang secara visual menunjukan harmoni. Tubuh
manusia adalah yang paling indah menurut mereka, oleh karena itu mereka mencari
teratur berpikir di seluruh alam yang ada hubungannya
dengan keindahan itu.
Lukisan Mardi Wandra, "Red Line", 2018
Kartya Mardi Wandra, adalah salah satu contoh formalisme ini. Dalam lukisan,
formalisme menekankan unsur-unsur komposisi seperti warna, garis, bentuk,
tekstur, dan aspek-aspek persepsi lainnya daripada konteks historis dan sosial.
Pada ekstremnya, formalisme dalam sejarah seni menyatakan bahwa segala sesuatu
yang diperlukan untuk memahami karya seni terkandung dalam karya seni. Konteks
untuk pekerjaan, termasuk alasan penciptaannya, latar belakang sejarah, dan
kehidupan seniman, yaitu aspek konseptualnya dianggap sekunder.
Lukisan-lukisan yang sifatnya dekoratif juga termasuk kategori ini. Dimana yang
ingin di capai adalah kode-kode estetika bentuk.
Lukisan Fazar Roma
Agung Wibisono, Revelation Germination, 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar Anda, jika ingin menggunakan emotion, silahkan klik emotionnya, dan kopy paste kodenya dalam kotak komentar