Selasa, 15 Februari 2011

Model-Bisnis Pemeliharaan Bangunan Bersejarah Warisan Budaya (Bagian II)

Maintenance Of Historical  Cultural  Heritage Buildings Business-Model

Oleh  HELDI1

Ph.D Candidature, (Fasilities Management)
Faculty of Geoinformation Engineering & Real Estate
Universiti Teknologi Malaysia
Editor: Nasbahry Couto

Bagian Kedua
G. Manajemen Pemeliharaan Bangunan
Bangunan terbentuk dari rangkaian lapisan yang dipengaruhi oleh tingkat perubahan. Seperti yang dikemukakan oleh Duffy (190, P.17) bahwa diperlukan alokasi waktu tertentu untuk pemeliharaan bagian tertentu. Misalnya jangka waktu untk pemeliharaan struktur adalah 50 tahun. Untuk  jasa pelayanan sampai 15 tahun. Untuk ornamen/dekoratif sampai 5 tahun dan perubahan yang diatur berdasarkan harian, dan kontrol teknik manajemennya. Keseluruhan kalkulasi biaya penggunaan, analisis biaya keseluruhan untuk penggunaan dan pemeliharaan bangunan sangat diperlukan. Sehingga memungkinkan penerapan manajemen fasilitas. Yang dimaksud dengan manajemen fasilitas adalah pendekatan manajemen untuk memelihara bangunan dan orang, dapat juga didefinisikan sebagai praktik koordinasi urusan pekerjaan fisik dengan orang dan organisasi, penyatuan prinsip administrasi bisnis, arsitektur, dan perilaku serta pengetahuan teknik. (Speeding dan Holmes, 1994, p.1).


Perubahan Paradigma Pengelolaan Warisan Budaya Menurut UNESCO
 Gambar 19: Perubahan Manajemen Warisan Budaya, Sumber : Richard A. Engelhardt,UNESCO, 2007.

Di dalam  praktiknya, manajemen fasilitas mencari penggunaan optimal bangunan dan pelayanannya serta kondisi yang tepat bagi penguninya melalui perpaduan keputusan dan aksi. Hal ini meliputi:
  • Perkembangan sistem informasi pemeliharaan
  • Pemeliharaan struktur dan susunan bangunan
  • Pemeliharaan jasa/pelayanan bangunan
  • Manajemen lokasi dan bangunan/struktur kesejarahannya (nilai warisan budaya)
  • Pemantauan kondisi dalam bangunan (sistem tata ruang manajemen bangunan)
  • Ketentuan dan kontrak fasilitas pengguna
  • Monitoring dan kontrol keperluan pengguna
  • Staf, pegawai (keamanan, pembuat keputusan, kebersihan, pegawai bawahan, ahli teknik          

Menurut Watt, David S, (1999). perkembangan khusus dan terbaru seperti pendekatan yang digunakan Occupancy Cost Appraisal and Profiling (OCAP), dikembangkan oleh kelompok kerja pelaksana bangunan. Ini merupakan sutu pendekatan untuk memperkirakan dan mengoptimalkan biaya kepemilikan bangunan yang berdasarkan 4 unsur:
a.    Audit ketahanan
b.    Biaya riwayat pemeliharaan
c.    Audit energi
d.    Survey kondisi


H. Struktur Bangunan dan Spesifikasi Material
Bangunan direncanakan dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan primer. Ketika bangunan tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut dan dipertimbangkan untuk penggunaan lain, ada beberapa hal yang perlu untuk dipertimbangkan. Pendirian bangunan pada masa lampau dilakukan dengan menggunakan material dan metode konstruksi cara lama. Beberapa material, metode dan fasilitas yang diberikan pada bangunan ternyata spesifikasinya berada dibawah standar persyaratan bangunan sekarang, dan perlu adanya perhatian khusus untuk meningkatkan perlindungan dalam pengurusan pemeliharaan dan penanganan fasilitas bangunan tersebut sehingga dapat diselamatkan menjadi nilai aset.

I. Menggenai Hak Guna untuk Bangunan

Keberhasilan penggunaan dari suatu bangunan ditentukan oleh berbagai faktor, kebanyakan ditentukan oleh hak pengguna dalam hal perubahan struktur, susunan struktur dan pelayanan bangunan. Perlu adanya pemahaman diantara bangunan dan pasar potensial yang terdiri dari (suplay, demand dan investasi potensial), ketika dilakukan penaksiran kelayakannya untuk kepentingan masa depan. Watt, David S, (1999), dalam memperkirakan suatu bangunan untuk penyesuaian atau penggunaan kembali, beberapa hal dan pilihan yang menjadi pertimbangan :
  • Lokasi (vandalisme ada peluang pasar)
  • Sensitifitas penggunaan atau kepemilikan (ancaman terhadap pengaruh internaldan eksternal)
  • Keterbatasan kebijakan, peraturan-peraturan dan persyaratan (kebijakan perencanaan, perbaikan dan keselamatannya.
  • Pertimbangan legalitas (kemudahan dalam hak kejelasan kepemilikan)
  • Biaya kebutuhan pengembangan (biaya perencanaan rutin )
  • Bentuk kekuatan konstruksi (sifat kerusakan, keterbatasan material)
  • Konsfigurasi ruang (geometri, rancangan terbuka atau selular)
  • Sifat akomodasi dan peluasan (volume, perhitungan luas area lantai dan ketingian terhadap plafon)
  • Potensi perubahan fungsi dan organisasi ruang (penataan ruang dan sirkulasinya)
  • Potensi pembongkaran secara selektif untuk mencapai ketersediaan maksimal
  • Bahaya resiko kesehatan dan keamanan bagi pelaksana (keselamatan kerja dari material)
  • Penampakan kerusakan khusus yang memerlukan perlindungan (daya atau kekuatan)
  • Pola sirkulasi (orang, informasi, material, barang)
  • Ketentuan pelayanan dan kelengkapan dari perlengkapan (lantai, dinding, plafon dan asesoris bangunan)
  • Ramah lingkungan dan berkelanjutan (pengelolaan sanitasi)
  • Aspirasi dan harapan (apa yang diharapkan dari bangunan sekarang dan yang akan datang)
  • Persyaratan pengguna (ergonomik, keterbatasan akses dan fasilitas, keamanan personil, standar kenyamanan)
  • Keuangan (hibah,pinjaman,pajak,penyewaan)
J. Pemanfaatan Bangunan Bersejarah Warisan Budaya
Bangunan, monumen bersejarah dan areal wisata berperan penting teradap karakter masyarakat perkotaan dan dipedesaan, serta memberikan bukti yang nyata antar masing-masing atau fase perkembangan manusia. Terdapat hubungan antara sejarah bangunan dimasa lampau dan keinginan di masa sekarang, terutama berhubungan dengan ekonomi, pendidikan, pekerjaan, pariwisata, pelatihan dan bisnis rekreasi, Watt, David S, (1999).
Perilaku masyarakat terhadap bangunan bersejarah umumnya menerima adanya konsep konservasi pemeliharaan dan menghalangi adanya keinginan untuk dijadikan milik pribadi. Ketertarikan, perhatian tersebut diwujudkan melalui keikut sertaan dalam melakukan konservasi dan mengetahui lebih jauh tentang gedung tersebut.

Cara yang dilakukan untuk kegiatan pemeliharaan tersebut antara lain melalui pengaturan areal bangunan bersejarah dan monumen, perbaikan dan pemeliharaan agar terjaga dari kondisi yang merusak bangunan, serta membuat serangkaian kerangka pemikiran meliputi berikut ini.

a.    Filosofi (piagam international, kenyamanan masyarakat nasional, kebutuhan lokal)
b.    Teknik (pelayanan penasehat, profesional)
c.    Legal (mendaftarkan bangunan tersebut, mengatur bangunan bersejarah dan arealnya
d.    Finansial (bantuan hibah, pajak, potensial investasi)
e.    Manajerial (penunjuk manajemen, rencana pembentukan areal pelestarian
f.    Kurator (inspeksi secara bekala tiap lima tahun, perencanaan pemeliharaan preventif)

Menurut beberapa peraturan dan perjanjian yang dikeluarkan oleh UNESCO, ICOMOS dan pada perundangan yang disepakati dari masing-masing negara. Sebagai contoh beberapa peraturan yang terkait dengan bangunan bersejarah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kerajaan Inggris antara lain.
  1. Manifesto of Society for Protection of Ancient Building (1877)
  2. Athens Charter (1933) Kota bersejarah
  3. Venice Charter (1966) konservasi dan restorasi monumen dan tempat bersejarah
  4. Burra Charter (1981 amandemen 1988) tambahan dari pemerintah Australia untuk Venice Charter
  5. Florence Charter (1982) preservasi lingkungan taman bersejarah
  6. Planning (1990) Pendaftaran bangunan bersejarah dan areal konservasi
  7. DoE Planning Policy  Guidance 16: Arkeologi dan Planning(1990)
  8. DoE/DNH Planning Policy  Guidance 15: Planning dan lingkungan bersejarah (1994)
  9. British Standar 7913 (1998) Petunjuk dan prinsip untuk konservasi bangunan bersejarah.

Prinsip pemeliharaan dan konservasi (warisan budaya Inggris, 1993) dalam Brereton (1995), Manajemen dan pemeliharaan bangunan bersejarah, memiliki kerangka kerja/prinsip yang ditetapkan oleh peraturan dan perundang-undangan  sebagai berikut ini.
 
Tujuan pemeliharaan
Tujuan awal pemeliharaan adalah untuk mengendalikan tingkat kerusakan tanpa merusak karakter bangunan atau struktur, perubahan bagian yang bersejarah atau bernilai penting arsitektur tidak boleh mengganggu atau merusak susunan/struktur bersejarah

K.Kebutuhan untuk Pemeliharaan
Adanya campur tangan pada proses pemeliharaan harus dujaga untuk meminimumkan persyaratan stabilitas dan konservasi gedung serta struktur, dengan tujuan menyesuaikan dengan kecukupan struktur untuk memastikan kemampuan bangunan tersebut bertahan dalam jangka waktu lama dan untuk menemukan penggunaan yang paling sesuai.
  1. Pencegahan kerusakan yang tidak diinginkan
  2. Keaslian dari struktur bangunan bersejarah ditentukan oleh kesesuaian desain dan integritas dari perancangnya. Pemindahan yang tidak perlu terhadap susunan bangunan bersejarah, akan menyebabkan perbedaan penampakan struktur bangunan, yang akan mengurangi nilai keasliannya, dan secara nyata akan menurunkan nilai bangunan bersejarah tersebut.
  3. Menganalisis struktur bangunan bersejarah
  4. Pemahaman perkembangan sejarah suatu bangunan atau monumen perlu dipersiapkan dalam rangka melakukan perbaikan. Penyelidikan para pakar arkheologi dan arsitektur, merekam dan menginterpretasikan struktur khusus dan diperlukan adanya penilaian dalam konteks yang lebih luas.
  5. Analisis penyebab kerusakan
  6. Analisis sejarah pengembangan bangunan atau monumen, penggambaran desain perbaikan dilanjutkan dengan survey kerusakan struktur dan penyelidikan sifat dan kondisi material dan penyebab proses kerusakan.
  7. Adopsi Teknik Ketepatan Perbaikan dan Kebenaran material
  8. Didalam perbaikan, tujuan seharusnya disesuaikan dengan bahan yang ada dan metode konstruksi, untuk menjaga penampilan dan kesatuan sejarah dan bangunan atau monumen, dan menjamin ketepatan perbaikan. Metode dan teknik baru seharusnya hanya dipergunakan setelah mereka buktikan melalui periode waktu yang lama dan dimana metode alternatif tradisional sudah tidak mampu lagi mengidentifikasi. Dalam meneruskan pengambilan material dan teknik baru, akan diperlukan keseimbangan manfaat terhadap bangunan pada massa mendatang dan tingkat penyebab kerusakan penampilan, integritas dan struktur bangunan bersejarah.
  9. Perbaikan seharusnya dilakukan secara jelas, tidak menyembunyikan sesuatu atau dibuat-buat dan tidak seharusnya melebihkan sesuatu yang tidak perlu.
  10. Menghilangkan perubahan yang merusak
  11. k. Penambahan atau perubahan termasuk perbaikan awal adalah penting karena bagian tersebut akan berperan dalam kumulatif bangunan bersejarah atau monumen. dimana bagian tersebut akan selalu dianggap kuat dalam mendukung resensinya.
  12. Perlindungan Untuk Masa Yang Akan Datang
  13. m.Bangunan bersejarah atau monumen seharusnya diawasi dan dijaga secara teratur sehingga dapat memberikan kegunaan yang tepat. Ini merupakan cara terbaik melindungi bangunan tersebut mendatang dan meminimumkan perbaikan lanjutan.
L. Prinsip Pengurusan Pemeliharaan Bangunan 
    Bersejarah

Pengurusan dan pemeliharaan bangunan bersejarah tidak dapat dilalaikan karena akan menyebabkan kondisi struktur bangunan bersejarah akan menjadi rusak dan hancur, berbagai faktor yang berpengaruh dengan penggunaan bangunan (fungsional, nilai ekonomi, lokasi, sosial, kebijakan atau fisik bangunan). Umur dan masa bangunan berhubungan dengan penurunan nilai, ini merupakan proses yang berkelanjutan, namun hal ini dapat dihindari dengan pengurusan dan pemeliharaan  yang tepat, Watt, David S, (1999).


Beberapa prinsip dalam pengurusan pemeliharaan bangunan bersejarah didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut ini.
  1. Sesuai dengan persyaratan spesifikasi (peraturan dan perundang-undangan kesehatan keselamatan, perjanjian ewajiban penyewaan)
  2. Kepuasan terhadap fungsi, kinerja dan peraturan yang diinginkan oleh pengguna
  3. Merubah atau menghilangkan kerusakan.
  4. Memperlambat deteriorasi dan pengrusakan
  5. Nilai perlindungan serta kegunaan bangunan dan fasilitasnya
  6. Sesuai keinginan dan standar yang diharapkan
Dalam melakukan pekerjaan perbaikan bangunan bersejarah, beberapa hal yang menjadi pertimbangan berikut.
  1. Pemahaman tentang bangunan bersejarah, sifat dan tingkat usulan pekerjaan, sebelum dimulai pemeliharaan
  2. Rencana dan eksekusi pekerjaan dalam menetapkan program inpeksi, pengurusan dan pemeliharaan untuk pencegahan
  3. Prioritas pekerjaan untuk membuat yang terbaik dalam mengunakan sumberdaya (penting perlu dan diinginkan)
  4. Eksekusi pekerjaan dengan benar untuk memaksimalkan penggunaan sumberdaya (material) dan meminimumkan gangguan terhadap penghuni
  5. Memenuhi standar kesehatan dan keselamatan kerja (peralatan, manusia)
  6. Menyertakan pekerjaan untuk mempertahankan kinerja bangunan
  7. Menyertakan pekerjaan yang membutuhkan pemeliharaan pada masa yang akan datang dan penggunaan bangunan (perbaikan langit-langit,lantai,dinding, sistem monitoring dala dan luar bangunan)
  8. Mendata sifat dan tingkat pekerjaan secara menyeluruh (arsip kesehatan dan keselamatan)
  9. Penjelasan tentang situasi dan kondisi yang dapat diterima perlu pertimbangan penggunaan dan pentingnya warisan budaya bangunan bersejarah, aturan yang sesuai, serta kebutuhan dan keinginan pemilik atau pengguna. Pada kasus struktur dan bangunan bersejarah, kebutuhan ini diatur dalam konteks etika dan pengerjaan dalam pengurusan dan pemeliharan bangunan bersejarah. 
M. Sifat Pengurusan dan Pemeliharaan
Pengurusan dilakukan untuk mengantisipasi kerusakan (pemeliharaan dan pencegahan) atau dilakukan perbaikan warisan budaya bangunan bersejarah sesuai dengan standar setelah mengalami kerusakan (pemeliharaan perbaikan). Apa yang perlu dipertimbangkan supaya bangunan bersejarah memenuhi standar akan dijelaskan dalam hubungan pentingnya bangunan (misalnya sebagai bangunan arsitekturnya khusus atau bangunan bersejarah), pengguna bangunan dan kegunaannya dimana bangunan tersebut ditempatkan.
Penetapan program dalam perencanaan pengurusan pemeliharaan merupakan salah satu sifat pencegahan dan perbaikan harus diorganisasikan dan dilaksanakan dengan penuh perkiraan, kontrol pengawasan,  monitoring menggunakan rekaman data untuk menjelaskan awal rencana berdasarkan hasil survey dari situasi kondisi sebelumnya (BS,8210:1986). Seperti pendekatan yang memiliki banyak kegunaan, yaitu berikut ini.

a.    Mempertahankan nilai ekonomi bangunan
b.    Memenuhi penggunaan optimal dengan meminimalkan biaya pemeliharaan tidak langsung
c.    Menghasilkan penempakan yang sempurna
d.    Memaksimalkan umur material dan komponen bangunan
e.    Menjamin penggunaan material dan komponen yang terbaik
f.    Menjaga moral pengguna
g.    Menjamin standar yang sesuai bagi kesehatan kenyamanan, keamanan dan keselamatan
h.    Jaminan asuransi dan kerugian
i.    Jaminan sesuai dengan peraturan dan kebijakan pemerintah.

Jika semua proses pemeliharaan telah direncanakan, pemeliharaan dan pencegahan akan menurunkan biaya yang dikarenakan keadaan darurat atau dalam kerusakan. Sebagai contoh Di Flanders dan negara Belanda ditetapkan sistem monumentenwacht yang menjamin bangunan bersejarah dipelihara dengan baik dengan memanfaatkan tim pengontrol terdiri dari penasehat hukum yang tidak berfihak dan craftsmen untuk melaporkan kondisi bangunan dan penanganan perbaikannya (Binst, 1995; Daan dan Othing, 1998).

a.   Tindakan Pengurusan Pemeliharaan Terencana
Tujuan dari suatu program atau rencana pengurusan adalah untuk pemeliharaan bangunan dan lokasi dalam kondisi yang sesuai dengan periode waktu pakai. Kondisi bangunan itu sendiri, menjadi sesuatu yang harus diperhatikan jika ingin menyesuaikan antara bangunan dan pemakainya, serta periode, yang mungkin berhubungan dengan design life atau istilah lain yang ditentukan, dibutuhkan kehati-hatian menjelaskan dalam usaha menyeimbangkan antara kepuasan bentuk dan biaya dari pekerjaan.

Program pemeliharaan adalah tindakan pencegahan untuk memastikan bahwa pelaksaaan pekerjaan pada interval sebelumnya, atau menyesuaikan dengan kriteria yang ada dan bermaksud untuk mengurangi kemungkinan penurunan penampilan atau melemahnya suatu item’ ( BS 3811:1993).  Seperti telah diketahui, perawatan harus direncanakan dan ditinjau kembali secara berala untuk mendapatkan informasi baru. Rencana pemeliharaan jangka panjang, seperti yang dikerjakan di atas melebihi empat sampai lima tahun periode, dengan tujuan.
  1. Menentukan besarnya pegeluaran untuk mencapai standar yang jelas
  2. Menghindari besarnya fluktuasi dalam pengeluaran
  3. Menentukan waktu optiman untuk menyelesaikan pekerjaan perbaikan utama dan peningkatan
  4. Menentukan struktur dan penempatan karyawan organisasi pemeliharaan
  5. Rencana jangka menengah atau tahunan akan memberikan penaksiran yang lebih akurat mengenai banyaknya pekerjaan untuk dilaksanakan di tahun mendatang dan membentuk langkah awal untuk mengatur anggaran keuangan. Program ini akan ditingkatkan dari:
  6. Memajukan pekerjaan selanjutnya dari rencana jangka panjang ketika dianggap perlu
  7. Menyingkap pekerjaan dengan pemeriksaan tahunan
  8. Permintaan pekerjaan oleh pengguna ketika pemeriksaan
  9. Tunjangan untuk pekerjaan yang diminta oleh pengguna, hanya saja tidak mampu didefinisikan dengan tempat pada saat pemeriksaan
  10. Tunjangan untuk pemeliharaan rutin sehari-hari yang berdasar pada atatan yang lalu
  11. Rencana jangka pendek (contohnya bulanan) akan mengembangkan pekerjaan yang dimajukan dari rencana jangka menengah, dan harus cukup terperinci untuk memberikan urutan dan lamanya pekerjaan dan uraian kebutuhan tenaga kerja, bangunan-bangunan dan material.
b.  Prinsip-prinsip Tindakan Perlindungan (konservasi)
Tindakan konservasi, sebaliknya dari tindakan pemeliharaan, tindakan ini mungkin digambarkan sebagai monitoring dan pengendalian agen perusak yang utama (termasuk cahaya, kelembaban relatif, temperatur, polutan lingkungan, hama, bencana dan kecelakaan) untuk memastikan penggunaan dan perawatan beikutnya yang ekonomis dan praktis untuk bangunan berharga atau yang sensitif dan yang terkandung dalam bangunan tersebut.

Walaupun prinsip tindakan konservasi sudah secara khusus dikembangkan oleh museum dan galeri, namun dengan cara yang sama dapat diberlakukan bagi monumen dan bangunan bersejarah, begitujuga dengan peralatan tetap dan perabotan mereka. Terutama untuk yang terkait dengan monumen dan bangunan yang kosong atau yang sekali-kali digunakan (seperti kepel dan bangunan bersejarah pusat ibadah, masjid, gereja,temple, kelenteng)

c.    Pertimbangan-pertimbangan Praktis
Dalam menaksir suatu bangunan bersejarah warisan budaya atau monumen dengan maksud untuk menerapkan program tindakan konservasi diperlukan beberapa  pertimbangan berikut ini.
  1. Lokasi dan situasi (seperti angin, sumber polusi lingkungan)
  2. Konstruksi bangunan (seperti tingkat isolasi/penyekatan, perembesan udara, kerusakan cuaca
  3. Morfologi bangunan (seperti volume, luas, lantai sampai langit-langit)
  4. Pemilikan (seperti tetap, sekali-kali, kosong)
  5. Aktivitas pengguna(seperti diakses publik, muatan lantai)
  6. Aktivitas pendukung (seperti temperatur, kelembaban, cahaya, ventilasi, fluktuai dalam kondisi-kondisi)
  7. Penilaian resiko (seperti pencurian barang berharga)
  8. Adanya kontaminasi dan polutan (seperti interaksi kimia dan pelepasan gas dari benda yang dipaparkan)
  9. Dokumentasi (seperti menginventarisasikan peralatan tetap, barang dan perabot)
  10. Stewarship ( manajement/pengurusan ) dan Penafsiran Nilai
Pada tingkatan umum, keberlanjutan mempunyai kaitan dengan isu stewarship, Tidak hanya memerlukan pengetahuan sumber daya atau aset yang sedang diatur, tetapi juga pengetahuan dalam menilai kekayaan saat ini dan masa depan. Dalam kasus lingkungan bangunan bersejarah (situs, arkeologi, bangunan, area dan sisa material aktivitas manusia masa lampau), (English Heritage,1996), p.7; 1997,p,4) mempertimbangkan nilai dibawah ini:
  1. Nilai budaya (seperti makna tempat, konteks hidup, membedakan identitas, evolusi, situs arkeologi, landscape, townscape, banunan)
  2. Nilai pendidikan dan akademik (seperti evolusi masyarakat, karakteristik budaya masa lampau, pemahaman akar budaya, meningkatkan kesadaran)
  3. Nilai rekreasi (seperti rekreasi dan kenikmatan pribadi, mutu hidup)
  4. Nilai estetika (seperti towscapes, tradisi ornamen daerah, material bangunan lokal, rancangan dan lansekap alami)
  5. Nilai ekonomi/bisnis( seperti pembangunan ekonomi, tirisme, ketenaga-kerjaan, dan penanaman modal)
  6. Nilai sumber daya ( seperti energi yang terkandung, sumber daya jejak kaki, energi dan efisiensi sumber daya)
d. Metode Pemeliharaan Dan Perawatan Bangunan Gedung 
ata cara dan metode pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung meliputi: (a). prosedur dan metode pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung; (b). program kerja pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung; (c). perlengkapan dan peralatan untuk pekerjaan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung; dan (d). standar dan kinerja pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung. (2) Rincian lingkup tata cara dan metode pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran peraturan menteri ini, yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan peraturan menteri ini. (3) Setiap orang atau badan termasuk instansi Pemerintah dan pemerintah daerah dalam melaksanakan administrasi dan manajemen pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi pedoman pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung ini.

N.Strategi Pemeliharaan
Suatu pendekatan baru dalam manajemen strategi pemeliharaan bangunan sekarang oleh organisasi,  baik berdasarkan pemeliharaan yang direncanakan atau tidak direncanakan, anggaran pemeliharaan yang paling memungkinkan dalam pemeliharaan dilakukan sesuai dengan kebutuhan pemeliharaan, tetapi ditentukan oleh prioritas anggaran keuangan yang tersedia pada saat atau selama 12 bulan sebelumnya. Meskipun secara teoritis anggaran harus dibangun sebagai akibat dari perkiraan kebutuhan, hampir selalu didasarkan pada angka-angka tahunan (Spedding, 1987). Tiga metode yang saat ini digunakan untuk membangun anggaran pemeliharaan bangunan dari organisasi untuk pengelolaan kawasan berbasis, tidak ada yang sepenuhnya memuaskan dan masing-masing menghasilkan anggaran yang berbeda (Lee, 1987): (1) Dasar pengeluaran anggaran tahun ini tahun lalu dengan penyisihan inflasi. (2) Memanfaatkan Lembaga atau Departemen Lingkungan Hidup (DoE) atau formula lain untuk menghitung unsur dan anggaran pemeliharaan. (3) Survei lapangan terhadap situasi dan kondisi pemeliharaan.

Allen, Nancy, and Liz Bishoff, (2004), Rencana atau kerangka kerja manajemen strategi aset warisan budaya akan membantu lembaga-lembaga untuk mengelola aset warisan budaya, hal ini menyajikan suatu pendekatan yang konsisten terhadap model pengurusan pemeliharaan aset warisan budaya agar sesuai dengan kebijakan dan pendekatan strategi model bisnis yang relevan, dan memberikan dasar yang sistematis untuk menentukan apakah nilai-nilai warisan budaya signifikan dalam pelestariannya. Rencana pengurusan pemeliharaan aset warisan budaya ditinjau dari prioritas pengembangannya
  1. Detail dari preventif pengurusan pemeliharannya
  2. Pemeliharaan kondisi siklik berbasis kebutuhan
  3. Spesialis pemeliharaan warisan dijadwalkan untuk mengatasi kebutuhan khusus, misalnya, struktur bangunan, elemen-elemen dekoratif, material yang membahayakan
  4. Manajer yang berpengalaman dan ahli dalam pengurusan dan pemeliharaan tentang pentingnya perlindungan warisan budaya untuk masa depan.
  5. Rencana investasi modal yang mencakup perbaikan jangka menengah dan panjang
  6. Rencana program tahunan untuk melaksanakan program pemeliharaan.
Ada tiga mekanisme issu utama yang berkembang yang dapat diungkap dalam pengurusan dan pemeliharaan bangunan bersejarah warisan budaya yaitu berikut ini.
  • Adanya kepentingan yang urgensi dan dominan yang harus diatasi dari faktor- faktor yang dapat mempengaruhi  strategi pengurusan pemeliharaan warisan budaya bangunan bersejarah.
  • Tidak adanya  perencanaan jangka panjang, menengah dan jangka pendek, kurangnya inisiatif dan kelemahan mekanisme koordinasi antara sakeholder, pemerintah, swasta, LSM dan masyarakat  dalam pengurusan pemeliharaan warisan budaya bangunan bersejarah secara berkelanjutan.
  • Belum adanya rencana strategi pengurusan pemeliharan bangunan bersejarah warisan budaya dengan suatu pendekatan berbasis bisnis berkelanjuta. Pelestarian bangunan bersejarah warisan budaya dianggap sebagai masalah mendasar dalam kehidupan masyarakat modern. Selain untuk kepentingan sejarah mereka, bangunan warisan budaya yang berharga memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian.
Tujuan utama dari kajian tulisan ini adalah untuk
  • Memaparkan potret pengurusan dan pemeliharaan warisan budaya bangunan bersejarah di Indonesia, dilema, dan problematikanya;
  • Mengidentifikasi kasus-kasus dan pola perusakan warisan budaya;
  • Mengenal pasti upaya-upaya kebijakan advokasi yang sudah pernah dilakukan terhadap kasus-kasus warisan budaya dan perkembangannya;
  • Membangun pengurusan pemeliharaan bangunan bersejarah warisan budaya dengan pendekatan berbasis model bisnis

O. Perkembangan Situasi dan Kondisi
Keadaan perkembangan situasi dan kondisi bangunan bersejarah warisan budaya berdasarkan rasio output dan input proses perkembangan dan pembangunan dalam periode tertentu. Input terdiri dari  manajemen pengelolaan dan pemeliharaan,  stakeholder, dana/biaya yang dibutuhkan, dan material/peralatan serta  waktu. Output meliputi nilai aset warisan budaya bangunan sejarah, pendapatan, pangsa pasar, dan nilai kerusakan. Dalam perspektif normatif, perkembangan dan pembangunan bangunan bersejarah warisan budaya dapat dicapai kalau hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari sekarang. Perlu menemukenali berbagai faktor kunci yakni:

a.    Faktor-faktor pada tingkat makro
Fenomena yang dapat memengaruhi terjadinya perkembangan dan pembangunan warisan budaya bangunan sejarah yang rendah meliputi:
  • Kondisi Perekonomian Daerah
  • Pendapatan pajak yang rendah; tabungan dan investasi yang meningkat; regulasi yang berlebihan; tingkat Inflasi tinggi; fluktuasi ekonomi; harga energi tinggi; keterbatasan bahan baku; perlindungan berlebihan dan keterbatasan kuota; dan subsidi berlebihan yang menimbulkan inefisiensi di daearah
  • Kondisi Industri Pariwisata
  • Kurangnya riset dan pengembangan dan pembangunan warisan budaya regulasi antimonopoli berlebihan.
  • Regulasi pemerintah
  • Birokrasi panjang; produktivitas pemerintahan rendah; pemborosan pemerintah dan tingkat korupsi tinggi.
  • Karakteristik Angkatan Kerja
  • Standar pendidikan rendah; reit melek huruf rendah; etos kerja rendah; pergeseran ke sektor jasa; reit kriminal tinggi; pergeseran sistem nilai dan sikap.
b.    Faktor-faktor  pada tingkat mikro
Keadaan yang dapat memengaruhi terjadinya perkembangan dan pembangunan bangunan sejarah warisan budaya yang rendah meliputi:
  1. Organisasi
  2. Lemahnya kemitraan jejaringan kerjasama tim antar lembaga, instansi, LSM, swasta dan masyarakat maupun dengan badan pelestarian dan perlindungan warisan budaya international, nasional, lokal dan daerah di bidang riset.
  3. Manajemen pemeliharaan
  4. Manajemen adalah aspek dari seluruh fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan. Pencapaian yang diinginkan memerlukan kesepakatan dan partisipasi seluruh anggota organisasi, sedangkan tanggung jawab manajemen ada pada pimpinan puncak. Untuk melaksanakan manajemen dengan baik dan menuju keberhasilan, diperlukan prinsip-prinsip dasar yang kuat.
  5. Kurang perhatian terhadap kualitas terhadap faktor-faktor SDM; perhatian terhadap isyu legal yang berlebihan; kurangnya perhatian pada persoalan merger; kurangnya perhatian terhadap pelatihan dan pengembangan Gaji eksekutif berlebihan,sementara gaji karyawan tidak memadai; resisten terhadap perubahan; penurunan perhatian terhadap risiko kerja; sikap bermusuhan; dan manajemen kepemimpinan otoriter.
  6. Stakeholder
  7. Resisten terhadap perubahan; tidak bangga pada pekerjaan; kekerasan; pengalaman kerja kurang; etos kerja yang kurang; rendahnya pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, sikap dan perilaku; kondisi kesehatan yang kurang; dan kemampuan berkomunikasi yang kurang.
  8. Seperti halnya pada proses perkembangan dan pembangunan warisan budaya, pengertian kualitas SDM dapat dilihat dari sisi input SDM, proses, output dan outcome. Semua sisi saling berhubungan.

P. Pendekatan Berbasis Model Bisnis
Definisi model bisnis cukup luas untuk mempersempit pemahaman dari model bisnis yang berbeda-beda dalam berbagai pandangan di bidang profesi seperti e-bisnis atau manajemen strategi (Pateli dan Giaglis 2003). Sebuah kajian literatur menggunakan istilah model bisnis menunjukkan bahwa cara atau strategi lembaga/instansi, perusahaan menjalankan aktivitas/kegiatan bisnisnya (Galper 2001; Gebauer dan Ginsburg 2003)  yang memberi penekanan pada aspek-aspek bisnis,(Gordijn 2002; Osterwalder 2004). Dua sudut pandang yang berbeda dengan pemahaman yang umumnya mengacu pada cara lembaga/instansi perusahaan menjalankan bisnisnya, sementara yang kedua mengacu pada konsep tentang bagaimana lembaga/instansi perusahaan menjalankan bisnisnya untuk mengurangi kompleksitas ke tingkat yang lebih baik.

Ketidakpastian contoh taksonomi banyak membuat kebingungan pemahaman tentang model bisnis kenyataan tidak selalu berarti hal yang sama (Linder dan Cantrell 2000). Dalam literatur, istilah singkatan dari sebahagian dari model bisnis (misalnya model lelang), jenis model bisnis (misalnya model langsung ke-pelanggan), contoh konkrit dunia nyata. Berdasarkan sintesis literatur Model Bisnis merupakan alat konseptual yang berisi  kerangka unsur-unsur dan hubungan antar bisnis dengan menghayati logika bisnis dari suatu organisasi. Ini adalah deskripsi dari nilai organisasi menawarkan  satu atau beberapa segmen pelanggan dari perencanaan organisasi dan membentuk jaringan mitra hubungan pemasaran, untuk menghasilkan pendapatan yang menguntungkan dan kerja sama yang kuat mengalir secara berkelanjutan. (A. Ostenwalder, Y. Pigneur, and C.L. Tucci, 2005).

Model bisnis merupakan salah satu dari tiga faktor utama yang menentukan performance suatu bisnis selain lingkungan dimana suatu bisnis dijalankan dan perubahan. Model bisnis adalah suatu metode dimana organisasi, lembaga, instansi, perusahaan membangun dan menggunakan sumber dayanya untuk menawarkan pelanggannya nilai yang lebih baik dibanding kompetitornya dan juga untuk menghasilkan uang. (Afuah, A. and C. Tucci,2003).

Q. Konsep Strategi Model Bisnis
Konsep model bisnis merupakan alat yang berisi sekumpulan konseptual yang bertujuan dan berhubungan dengan kegiatan aktivitas untuk mengekspresikan logika bisnis dari suatu lembaga/instansi, perusahaan tertentu. Oleh karena itu, harus memperhatikan dan mempertimbangkan bentuk nilai-nilai apa yang harus diberikan kepada pelanggan, bagaimana hal itu dilakukan dan dengan implikasinya profit atau keuangan.
Konsep Model bisnis dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yang berbeda yang dapat dihubungkan satu sama lain melalui pendekatan yang terpadu.

1.    Konsep model bisnis yang dapat menggambarkan semua bisnis komprehensif 
2.    Konsep model bisnis skema klasifikasi yang menggambarkan karakteristik secara umum.
3.    Konsep model bisnis yang menyajikan aspek-aspek yang ada 




Gambar 20. Konsep Model Bisnis
Sumber: A. Ostenwalder, Y. Pigneur, and C.L. Tucci (2005)
Tingkat/ Level1
Garis besar Konsep Model Bisnis pada tingkat pertama terdiri dari definisi tentang apa model bisnis dan apa yang termasuk dalam meta-model. Pada tingkat ini model bisnis dipandang sebagai suatu konsep abstrak yang memungkinkan organiasi  untuk menggambarkan apa yang harus dilakukan untuk keberlanjutan. Timmers (1998); Magretta (2002) hanya memberikan gambaran tentang apa devinisi model bisnis sedangkan (Chesbrough dan Rosenbloom 2000; Hamel 2000; Linder dan Cantrell 2000; 2000 Mahadevan, Amit dan Zott 2001; Applegate 2001; Petrovic, Kittl et al. 2001; Weill dan Vitale 2001; Gordijn 2002; Stähler 2002; Afuah dan Tucci 2003; Osterwalder 2004) di samping untuk menentukan elemen apa saja yang dapat ditemukan dalam model bisnis. Beberapa penulis seperti (Hamel, 2000) memperkuat aspek konseptual, sementara yang lain mengadopsi model yang ketat (Gordijn, 2002 dan Osterwalder, 2004).

Tingkat /Level2
Taxonomies Level terdiri dari beberapa jenis atau tipe meta-model dari model bisnis generik tapi mengandung karakteristik umum (Bambury 1998; Timmers 1998; Rappa 2001; Weill dan Vitale 2001). Jenis mengacu pada kategorisasi sederhana, sedangkan tipe meta-model mengacu pada model yang berbeda. Sebagaimana dibahas di atas perbedaan ini mencerminkan derajat berbeda konseptualisasi. Tetapi tidak selalu model bisnis yang komprehensif atau dikatakan kelas sub-konsep (Weill dan Vitale 2001). Juga, taksonomi model bisnis tidak selalu berlaku untuk bisnis pada umumnya tetapi untuk organisasi tertentu, (Shubar dan Lechner 2004),

Tingkat/ Level 3
Instance Level: Yang terdiri dari satu model bisnis dunia nyata atau konseptualisasi yang kongkrit, representasi, dan deskripsi dari model bisnis dunia nyata. Beberapa penulis menggunakan perspektif model bisnis untuk menganalisis organisasi,  (Chesbrough dan Rosenbloom 2002), Dell (Kraemer, Dedrick et al. 2000) General Motors 'OnStar proyek (Barabba, Huber et al. 2002), khusus online supermarket (Yousept dan Li 2004) dan media online organisasi (Krueger, van der Beek et al. 2004). Namun, para penulis ini sangat bervariasi dalam hal konsep dalam bagaimana mereka mewakili model bisnis dalam pendekatannya.
Ada 5 (lima) tahap dalam evolusi model bisnis. Tahap ini ditunjukkan pada


Gambar 21. Evolusi model bisnis.
Devinisi&Taxinomi  Daftar Komponen   Bangun Komponen  Model Referensi  Aplikasi & konsep Tool.Sumber: A. Ostenwalder, Y. Pigneur, and C.L. Tucci (2005)

Pemahaman tentang perbedaan antara strategi dan model bisnis. Beberapa pendapat  menggunakan istilah "strategi" atau "model bisnis" secara bergantian (Magretta 2002). Seringkali mereka menggunakannya untuk merujuk kepada segala sesuatu yang mereka yakini memberi mereka keunggulan kompetitif (Stähler 2002). Namun, tinjauan literatur menunjukkan bahwa pandangan bahwa model bisnis dan strategi di bidang umum  berbeda (Magretta 2002; Mansfield dan Fourie 2004). perbedaan Praktis menjelaskan model bisnis sebagai suatu sistem yang menunjukkan bagaimana bagian-bagian yang searah dan sejalan dengan bisnis, sedangkan strategi juga termasuk kompetisi (Magretta 2002). Sebaliknya, orang lain memahami model bisnis sebagai sebuah abstraksi dari strategi perusahaan yang berpotensi mungkin berlaku untuk banyak perusahaan (seddon, Lewis et al. 2004). Tapi secara umum, bahasa model bisnis tampak lebih lazim digunakan.

R.Model Bisnis dan Implikasinya
Perbedaan lain antara strategi dan model bisnis bahwa strategi mencakup pelaksanaan dan implementasi, sementara model bisnis, bagaimana bisnis bekerja sebagai suatu sistem. Model bisnis implementasi atau eksekusi adalah masalah yang banyak diabaikan, karena penting untuk membedakan model konseptual (yaitu konsep bisnis) dan implementasi (yaitu bentuk dalam kenyataan). Model bisnis dapat saja dalam pengelolaannya mengalami buruk dan gagal, seperti model bisnis "lemah" mungkin berhasil karena pengelolaan yang kuat dan keterampilan implementasi sesuai dengan perencanaan. A. Ostenwalder, Y. Pigneur, and C.L. Tucci (2005). Penerapan model bisnis dan manajemen termasuk "terjemahan" dari model bisnis sebagai rencana untuk unsur-unsur yang lebih konkrit, seperti struktur bisnis (misalnya departemen, unit, sumber daya manusia), proses bisnis (misalnya alur kerja (tanggung jawab) dan infrastruktur dan sistem (misalnya bangunan, ICT) (Brews dan Tucci 2003). Selanjutnya, pelaksanaan model bisnis harus dibiayai melalui dana internal atau eksternal modal ventura, arus kas) seperti yang diilustrasikan pada Gambar


 Gambar 22 Pelaksanaan Model Bisnis Implementasi.Sumber: A. Ostenwalder,

S.Konsep Segitiga Bisnis
Seperti dijelaskan dalam pendahuluan kita memahami model bisnis sebagai suatu rencana pembangunan yang memungkinkan merancang dan mewujudkan struktur bisnis dan sistem operasional bentuk fisik dari perusahaan. Hubungan antara strategi, organisasi, dan sistem bisnis segitiga terus tunduk pada tekanan eksternal, seperti kekuatan kompetitif, perubahan sosial, perubahan teknologi, pendapat pelanggan, hukum, peraturan/undang-undang dan lingkungan





Gambar 23. Konsep segi tiga bisnis, Sumber: A. Ostenwalder, Y. Pigneur, and C.L. Tucci (2005)

T. Enterprise Model dan Bisnis Model

Model bisnis yang berbeda walaupun secara konseptual relatif dekat. Pemodelan organisasi besar adalah nama kolektif untuk penggunaan model dalam rekayasa organisasi dan operasional organisasi (Bernus 2001). Dengan demikian, model bisnis terutama berkaitan dengan proses dan kegiatan (Wortmann, Hegge et al. 2001), sementara model bisnis pada dasarnya berfokus pada penciptaan nilai dan pelanggan.  Organisasi akan ditemukan dalam sebuah kotak bersama dengan organisasi bisnis kegiatan pemodelan yang serupa, seperti model proses bisnis. peran utamanya dalam organisasi adalah untuk meningkatkan efisiensi (Doumeingts dan Ducq 2001). Sebaliknya, peran utama model bisnis adalah untuk mencari dan merancang sebuah konsep bisnis yang menjanjikan.

U. Pengaruh Waktu
Adanya hubungan yang mempengaruhi antara model bisnis dengan waktu. Dengan demikian, ini adalah snapshot dan deskripsi pada saat tertentu. Namun model bisnis berubah dengan cepat (Hamel 2000; Linder dan Cantrell 2000) yang menciptakan kebutuhan model bisnis dan menemukan cara yang lebih konseptual  dengan perancangannya, (Linder dan Cantrell 2000) Model bisnis dapat di klasifikasikan menjadi empat tipe dasar: model realisasi, pembaruan model, model ekstensi, dan model perjalanan

V. Komponen-Komponen untuk Membangun Model Bisnis
Mahadevan, B. (2000). Menjelaskan beberapa komponen-komponen yang membangun suatu model bisnis adalah sebagai berikut:

a.  Profit Site
Dalam suatu konfigurasi nilai, posisi profit site suatu organisasi, lembaga, instansi  sebagai lawan supliernya, pelanggan, pesaing, pendatang baru yang potensial, komplementor, dan pengganti. Profit site menyatakan tekanan kompetitif dari pesaing, suplier, pelanggan, pendatang baru yang potensial, komplementor, dan pengganti. Profit site suatu lembaga, instansi, perusahaan disebut menarik apabila tekanan yang digunakan oleh kekuatan kompetitif rendah, dan disebut tidak menarik bila sebaliknya. Keberadaan profit site mempengaruhi atau dipengaruhi oleh jenis nilai yang ditawarkan lembaga, instansi, perusahaan, sekmen pelanggan, tarif yang dikenakan, sumber pendapatan, aktivitas yang dipilih, kemampuannya, bagaimana mengimplementasikan dan seberapa sustainable model bisnisnya, dan struktur biayanya.

b. Customer Value
Pelanggan akan membeli produk suatu organisasi, lembaga, instansi hanya apabila produk yang ditawarkan tersebut memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh produk pesaingnya. Sesuatu tersebut adalah customer value yaitu nilai / manfaat yang diterima oleh pelanggan atas suatu produk, bisa berupa diferensiasi atau harga yang murah. Suatu produk dikatakan berbeda jika pelanggan mempersepsikannya mempunyai sesuatu/nilai yang tidak dimiliki produk lain. organisasi, lembaga, instansi, dapat melakukan diferensiasi produk melalui fitur, waktu, lokasi, servis, product mix, hubungan antar fungsi, hubungan dengan organisasi, lembaga, instansi lain, dan reputasi.

c.  Scope
Scope berkaitan dengan sekmen pasar atau area geografis kemana nilai tersebut seharusnya ditawarkan dan juga berapa banyak jenis produk sehingga menambahkan versi nilai yang seharusnya dijual. Tugas lembaga, instansi, perusahaan, dalam mengambil keputusan dalam scope tidak terbatas hanya pada pilihan sekmen pasar, tetapi juga berapa banyak kebutuhan sekmen yang akan dilayani.
d. Price
Suatu bagian yang penting tentang profiting dari nilai yang organisasi, lembaga, instansi tawarkan kepada pelanggan adalah memberi harga dengan tepat. Strategi pricing yang buruk tidak hanya menghilangkan pendapatan, tapi juga menghancurkan suatu produk.
1) Revenue Source
Bagian kritis dari analisis model bisnis adalah penentuan sumber-sumber pendapatan dan keuntungan lembaga, instansi, perusahaan. Banyak lembaga, instansi, perusahaan menerima sumber pendapatan secara langsung dari produk yang mereka jual. Organisasi, lembaga, instansi lain menerima keuntungan dari layanan yang berkaitan dengan penjualan produk tersebut.

2) Connected Activities
Untuk menyampaikan nilai pada pelanggan yang berbeda, lembaga, instansi, perusahaan harus menjalankan aktivitas yang terkait untuk mendukung nilai tersebut. Untuk menawarkan nilai yang lebih baik pada pelanggan yang tepat, lembaga, instansi, perusahaan harus berhati-hati dalam memilih aktivitas dan menentukan waktu kapan aktivitas tersebut akan dijalankan.
e.    Implementation
Keputusan yang diambil suatu organisasi mempertimbangkan nilai apa yang ditawarkan kepada pelanggan, pelanggan mana yang akan ditawarkan suatu nilai, bagaimana harganya, dan aktivitas apa yang akan dilakukan. Implementasi adalah pelaksanaan dari keputusan yang diambil organisasi. Pokok-pokok pelaksanaan adalah struktur, sistem, masyarakat, dan lingkungan.
f.  Capabilities
Capabilities adalah menyangkut kemampuan individual maupun organisasi, lembaga, instansi, dalam menunjukkan aktivitas yang bernilai tambah. Ada tiga hal yang berkaitan dengan capabilities, yaitu :
1)  Resources
Resources (sumber daya) diperlukan untuk menjalankan aktivitas yang mendukung customer value. Sumber daya dikelompokkan menjadi sumber daya yang nyata (tangible), sumber daya tak nyata (intangible), dan sumber daya manusia. Sumber daya tangible berupa fisik dan finansial. Sumber daya intangible berupa nonfisik dan non finansial. Sedangkan sumber daya manusia berupa kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh stakeholder.
2)  Competencies
Adalah kemampuan atau kapasitas suatu organisasi lembaga, instansi untuk merubah sumber dayanya menjadi customer value dan keuntungan (profit).
3)  Competitive Advantage
Inti dari kompetensi suatu lembaga, organisai lembaga, instansi adalah memiliki keunggulan kompetitif, yang artinya organisasi menawarkan nilai yang lebih baik bagi pelanggannya bila dibandingkan dengan pesaingnya.
4)  Sustainability
 Apabila model bisnis suatu organisasi, lembaga, instansi memungkinkannya memperoleh keuntungan yang kompetitif, maka tidak mudah bagi pesaing untuk melampauinya. Untuk mempertahankan keuntungan kompetitif tersebut ornagisasi lembaga, instansi yang bergantung pada kemampuan, lingkungan, dan teknologi akan mengejar beberapa bagian dari tiga strategi umum, yaitu block, run, dan team-up. Cost Structure, Struktur biaya dari suatu organisasi, lembaga, instansi  menunjukkan hubungan antara pendapatan dengan biaya yang mendasari dalam usaha menghasilkan keuntungan.

W.    Penutup
Kebijakan Pembangunan kota modern hendaknya memenuhi kaidah pelestarian sumberdaya alam dan keterkaitan program dengan konsep pengurusan pemeliharaan warisan budaya, kesalahan dalam pengelolaan pemeliharaan warisan budaya bangunan bersejarah akan menyebabkan terjadinya dampak yang besar terhadap pelestarian aset fasilitas bangsa, baik secara fisik maupun kerugian ekonomi di bidang industri wisata. Selain daya tarik yang bernilai tinggi dan keunikan, suatu produk wisata harus didukung pengelolaan dan iklim pengembangan yang baik.

Pertimbangan strategi pengelolaan pemeliharaan dengan pendekatan berbasis bisnis hendaknya menjadi salah satu pertimbangan penentu keputusan yang harus dilakukan, dimana implementasi kebijakan menunjukkan besarnya keuntungan dengan pelestarian sumberdaya warisan budaya. Kerugian akibat kesalahan dalam pengelolaan pemeliharaan warisan budaya hendaknya harus dikompensasi dengan sesuatu yang lebih berarti. Hilangnya peninggalan bangunan bersejarah yang dialihgunakan menyebabkan turunnya diversitas, dan ini harus dikompensasi dengan produktivitas nilai profit. Kurangnya perhatian pada manajemen pemeliharaan bangunan warisan budaya ini terutama disebabkan karena tingkat ekonomi masyarakat masih rendah disamping terbatasnya pengetahuan dan kesadaran akan peran bangunan bersejarah warisan budaya sebagai objek bisnis dalam kehidupan masyarakat.  

Dilain pihak, walaupun masyarakat sadar akan manfaat dari pengurusan pemeliharaan bangunan bersejarah warisan budaya  dan kelestariannya tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit, biaya ini cukup besar untuk kondisi penerimaan masyarakat sekarang, Oleh karena itu pemerintah perlu mensubsidi  dan menyediakan dana bagi pelestarian dan membentuk jejaringan kerjasama dengan badan-badan perlindungan bangunan bersejarah warisan budaya International disamping itu, juga mengembangkan enforcement pada pemilik lahan sebagai orang yang bertanggungjawab atas pelaksanaan penggunaan lahan yang dimilikinya. Untuk  itu diperlukan penciptaan kondisi model pengurusan pemeliharaan bangunan bersejarah warisan budaya dengan pendekatan berbasis bisnis agar para penggarap turut merasakan pentingnya menjaga keberlanjutan sumberdaya budayanya dan tak kalah penting program yang harus dilaksanakan :
  1. Peran provinsi mengkoordinasikan pembangunanKoordinasi harus dilakukan di tingkat pemerintahan, maupun antar pemerintah-swasta-akademik-masyarakat umum yang terkait dalam pengembangan warisan budaya sebagai aset industri pariwisata.
  2. Penyeragaman bentuk operasional pengembangan warisan budaya sebagai investasi aset industri pariwisata.
  3. Bagaimana meningkatkan kualitas apresiasi, kreativitas dan kualitas hidup masyarakat melalui pengembangan warisan budayanya .
  4. Sumber daya manusia yang dilibatkan dalam pengembangan warisan budaya sebagai aset industri pariwisata harus memiliki keterampilan tinggi untuk meningkatkan daya saing. Selain itu pariwisata harus dapat memberikan manfaat sosial selain ekonomi.
  5. d.    Pemanfaatan unsur-unsur budaya dan tradisi untuk warisan budaya sebagai aset industri pariwisata, seharusnya tidak dilihat sebagai komoditas ekonomi semata tapi juga sebagai cara untuk mengangkat kembali budaya dan tradisi lokal ke tempat terhormat dan membanggakan bagi masyarakat secara berkelanjutan.
  6. Menguatnya good goverment dan good governance dalam sistem birokrasi

DAFTAR REFERENSI
  • Adishakti, Laretna T, (1997). “A Study on the Conservation Planning of Yogyakarta Historic-tourist City Based on Urban Space Heritage Conception”. Unpublished dissertation. Kyoto University, Japan.
  • Adishakti, Laretna T, (2003), Teknik Konservasi Kawasan Pusaka, Jurusan Arsitektur, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
  • Afuah, A. and C. Tucci (2003). Internet Business Models and Strategies. Boston: McGraw Hill.
  • Allen, Nancy, and Liz Bishoff, (2004). Business Planning for Cultural Heritage Institutions A framework and resource guide to assist cultural heritage institutions with business planning for sustainability of digital asset management programs, Council on Library and Information Resources Washington, D.C.
  • And the Humanities, (2005) A Position Paper on: Cultural & Heritage Tourism in The United States. Position paper was developed by the U.S. Department of Commerce and the President’s Committee on the Arts and the Humanities for the 2005 U.S. Cultural & Heritage Tourism Summit.
  • Antariksa, Y. A. Artha,  dan S. Hariyani (2007), Studi Pelestarian Bangunan Kuno Di Kawasan Kampung Kuno Peneleh Surabaya, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
  • Ashworth, GJ. 1991. “Heritage Planning: Conservation as management of change”. Geo Press, the Netherlands.
  • Azhari, Ichwan, (2010). Anniversary BWS ke-12 Medan Committed to Heritage “Pemimpin Peduli Heritage” yang diselenggarakan Badan Warisan Sumatera.
  • Binst. S. 1995, Monument watch in Flanders and the Netherlands. In The Economics of Architectural Conservation. (P. Burman, R, Pickard and S. Taylor eds. York: Institut of Advanced Architectural Studies, pp. 103-107
  • Boiface, Priscilla & Peter J. Fowler 1993 Heritage and Tourism in “the global village”. Routledge, London.
  • Brereton, C. (1995) The Repair of histotic Building : Advice on Principles mid Methods, 2nd edn London: English Heritage.
  • Bruce, J. 1998. Review of Tenure Terminology, Tenure Breif. July No. 1. Land Tenure Center Centre for International Forestry Research, Bogor, Indonesia.
  • Chandler, Alfred D., Jr. 1966. Strategy and Structure. Garden City, :N.Y.: Doubleday & Company.
  • Creaco, S. And Querini, G. 2001. “Tourism and Sustaiable Economic Development”.
  •  Darwis, Harmaini & Couto, Nasbahry, Konsep Untuk Desain Arsitektur: Bahan Ajar untuk Teori Arsitektur, UNP Press, 2010
  • Direktorat Kebudayaan Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, (2009) “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014 Bidang kebudayaan”.
  • Drummond, S. and Yeoman, I. 2001. Quality issues in Heritage Visitor Attractions. London: Butterworth Einemann.
  • Dundu dan Elita, P. 2005. ”30 Tahun Revitalisasi Kota Tua Cuma Sebatas Konsep”. Kompas (Jakarta).
  • English Heritage, (2008), Managing Heritage Asset: Guidance for government departements on the of periode inspections forward work plans and asset management programmes.
  • Environment Protection and Heritage Council (2002) Issues Paper, National Tourism and Heritage Taskforce for the Environment Protection and Heritage Council Going Places. Developing natural and cultural heritage tourism in Australia.
  • Frey, B. S., and F. Oberholzer-Gee, 1998. Public choice, cost-benefit analysis, and the evaluation of cultural heritage. In Peacock.
  • Galper, J. (2001). "Three Business Models for the Stock Exchange Industry." Journal of Investing 10(1): 70-78.
  • Gebauer, J. and M. Ginsburg (2003). "The US Wine Industry and the Internet: An Analysis of Success factors for Online Business models." Electronic Markets 13(1): 59-66.
  • Genesereth, M. R. and N. J. Nilsson (1987). Logical Foundation of Artificial Intelligence. Los Altos, California: Morgan Kaufmann.
  • Gordijn, J. (2002). Value-based Requirements Engineering - Exploring Innovative e-Commerce Ideas. Doctoral Dissertation. Amsterdam, NL, Vrije Universiteit.
  • Guidelines for the Implementation of the Government Cultural Heritage Asset Management Principles by Heritage Victoria. 2009
  • Hargrove, Cheryl M. 2002 Heritage Tourism. CRM No 1.
  • Harison, Lawrence dan Samuel Huntington (ed.)(2006). “Kebangkitan Peran Budaya, Bagaimana nilai -nilai membentuk kemajuan Manusia”. Jakarta: LP3S
  • Heldi, (2006). Konservasi Lingkungan Binaan Bangunan Kuno Warisan Budaya di Kota Padang, Thesis Unversitas Negeri Padang.
  • Heldi, (2009), Aset manajemen : Lingkungan binaan bangunan kuno warisan budaya kota lama sebagai wahana aset wisata budaya dan pendidikan. Makalah,1th International Converence of Asset and Facility Management di Padang
  • Heldi, (2010), Dampak Bencana Gempa Terhadap Lingkungan Binaan Bangunan Kuno Warisan Budaya di Kota Padang  Provinsi Sumatera Barat, Makalah, Konverensi nasional penanggulangan bencana dan kerusakan lingkungan di Padang
  • Idrus, Arazi (2010), Maintenance Management Framework for Conservation of Heritage Buildings in Malaysia, Modern Applied Science Vol. 4, No. 11
  • Inskeep, E. 1991. Tourism Planning: An Integrated and Sustainable Development Approach. New York: John Wiley & Sons Inc.
  • Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia (JPPI), 2003, Indonesia Charter for Heritage Conservation, Jakarta - Indonesia.
  • Johana, T. (2004). Warisan Kolonial dan Studi Kolonialisme. Entry from http://www.arsitekturindis.com.
  • Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2010 – 2014, Rencana Strategis
  • Linder, J. and S. Cantrell (2000). "Changing Business Models: Surveying the Landscape" accenture Institute for Strategic Change.
  • Lipe, W, 1984. Value and meaning in cultural resources. In approaches to the Archaelogical Heritage. ed. H.Cleere. Cambridge University Press, New York.
  • MacInnes, I., J. Moneta, et al. (2002). "Business Models for Mobile Content: The Case of M-Games." Electronic Markets 12(4): 218-227.
  • Magretta, J. (2002). "Why Business Models Matter." Harvard Business Review 80(5): 86-92.
  • Mahadevan, B. (2000). "Business Models for Internet-based e-Commerce: An anatomy." California Management Review 42(4): 55-69
  • Management and maintenance planning,( 2008 ) , The Heritage Lottery Fund (HLF) Awarding funds from The National Lottery
  • Marni Blake Walter (2009), Dissertation, “Universal Ideals, Local  Challenges: Approaches To Archaeological Heritage Management At World Heritage Sites” ,  Boston University Graduate School Of Arts And Sciences
  • McKercher, Bob and Pamela S.Y. Ho 2006 Assessing the Tourism Potential of Smaller Cultural and Heritage Attractions. Journal of Sustainable Tourism Vol. 14, No. 5, 2006.
  • McManus, Ruth 1997 Heritage and Tourism in Ireland -an unholy alliance? Irish Geography, Volume 30(2), 1997, 90-98.
  • Nain, Syafnir Aboe, 1988. Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau, 1784-1832. Penerbit Esa.Padang.
  • National Trust For Historic Preservation 2007 Cultural Heritage Tourism 2007 Fact   Sheet
  • Nor Zalina Harun, (2007), “Problems Involved In The Conservation Of Historic Settlements In Malaysia: Case Study Of Kuala Selangor”, Jurnal Alam Bina, Jilid 9, No.3, Faculty of Built Environment and Environmental Design, Department of Landscape Architecture, International Islamic University Malaysia, email: zalina@iiu.edu.my, zalin_76@hotmail.com .
  • Novayanto, Ismu, (2008) “Perlindungan Karakter Visual Kawasan Oranjebuurt di Kota Malang”. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
  • ONG. 2006. ”75 Persen Kota Tua Rusak Berat”. Kompas. (Jakarta), 6 Maret.
  • Osterwalder, A. (2004). The Business Model Ontology - a proposition in a design science approach. Dissertation, University of Lausanne, Switzerland: 173.
  • Osterwalder, A. and Y. Pigneur (2004). "An ontology for e-business models." In Value Creation from E-Business Models. W. Currie, Butterworth-Heinemann.
  • Osterwalder, Yves Pigneur, Alan Smith, (2009). Business Model Generation, and 470 practitioners from 45 countries, self published
  • Ostrom, E. 1990. Governing the Commons: the evolution of institutions for collective action. Cambridge University Press. New York
  • Pateli, A. and G. Giaglis (2003). "A Framework For Understanding and Analysing e-Business Models. " Proceedings of the Bled Electronic Commerce Conference.
  • Petrovic, O., C. Kittl, et al. (2001). "Developing Business Models for eBusiness." Proceedings of the International Conference on Electronic Commerce.
  • Reigl, A., (1902), The modern cult of monument: It’s character and its origin. Reprint, trans.D Ghirardo and K. Forster. Oppositions.
  • Sharon Marlyne Isakh (2007). “Strategi Pengembangan Urban Heritage Tourism Studi Kasus; Koridor Kali Besar, Jakarta Barat”, ITS Surabaya.
  • Shelley, L. (2003). "Trafficking in Women: The Business Model Approach." Brown Journal of World Affairs 10(1): 119-131.
  • Shubar, A. and U. Lechner (2004). "The Public WLAN Market And Its Business Models - An Empirical Study." Proceedings of the 17th Bled eCommerce Conference.
  • Silver, Christopher 2007 Tourism, Cultural Heritage and Human Rights in Indonesia: The Challenges     of an Emerging Democratic Society. Dalam Helaine Silverman dan D. Fairchild Ruggles, Cultural Heritage and Human Rights. Springer.
  • Sovinc, 2009, Secovlje Salina Nature Park, Slovenia – New Business Model For Preservation Of Wetlands At Risk, Global NEST Journal, Vol 11, No 1, pp 19-23, 2009
  • Stähler, P. (2002). "Business Models as an Unit of Analysis for Strategizing." Proceedings of the 1st International Workshop on Business Models.
  • The Royal Australian Institute of Architects, A New Vision for Built Heritage, (2005).Submission to the productivity Commission Inquiry into the Conservation of Heritage Places.
  • Torre, Marta de la, 2002, Assessing the Values of Cultural Heritage, The Getty Conservation Institute, Los Angeles. U.S. Department of Commerce and the President’s Committee on the Arts
  • UNESCO (2003). Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage, UNESCO,Paris 2003
  • Watt, David S, (1999). Building Pathology Principles and Practice: Building Management and Aftercare, Chapter 7, Blackwell Publishing.
  • Wheelan  dan  Hunger,(1995) , Strategic  Manajemen  and  Business  Policy Massachuset, 
  • Wood, Brian ( 2009 ) Building Maintenance, Willey-Blackwell, Chichester, UK Printed in Singapore
  • Zajac, Edward, (2010), Strategic Management Journal, “Strategy and The Design of Organizational Architecture”,Northwestern University.

Biodata singkat 



Heldi, kelahiran Padang ,22 Juli 1961, adalah alumni S1., Jurusan Seni Rupa FPBS UNP (1989) dan alumni S1., Teknik Sipil UBH (1990). Kemudian Pendidikan S2 di Ilmu Lingkungan UNP (2006). Dengan latar belakang demikian mengajar di Jurusan Seni Rupa, sebagai dosen tetap UNP Padang, Universitas Bung Hatta, STSI Padang Panjang, IAIN Imam Bonjol Padang, Universitas Terbuka PGSD Unri Pekanbaru. Sekarang sedang menyelesaikan pendidikan S3 di Universiti Teknologi Malaysia.