Hal 3
Salah satu kontribusi paling penting untuk teori seni dan estetika yaitu ketika Dutton dapat menemukan dan menyusun diskusi tentang pertanyaan 'apa itu seni? " "Dia menawarkan satu set' kriteria' dengan dua belas aspek yang menurutnya, adalah definisi seni dan pengalaman estetik yang terdiri dari berikut ini.
Salah satu kontribusi paling penting untuk teori seni dan estetika yaitu ketika Dutton dapat menemukan dan menyusun diskusi tentang pertanyaan 'apa itu seni? " "Dia menawarkan satu set' kriteria' dengan dua belas aspek yang menurutnya, adalah definisi seni dan pengalaman estetik yang terdiri dari berikut ini.
- Kesenangan langsung (direct pleasure). Obyek seni- narasi cerita, artefak kerajinan, atau karya visual dan aural - dengan sendirinya dihargai sebagai sumber kesenangan pengalaman langsung, dan pada dasarnya tidak untuk utilitas, memproduksi sesuatu yang lain yang baik berguna atau menyenangkan.
- Keterampilan dan keahlian (skill and virtuosity). Pembuatan obyek atau kinerja membutuhkan dan menunjukkan latihan keterampilan khusus.
- Gaya(style) . Obyek dan pertunjukan dalam segala bentuk seni yang dibuat dalam gaya dikenali, menurut aturan bentuk, komposisi, atau ekspresi tertentu.
- Kebaruan dan kreativitas (novelty and creativity). Seni dihargai, dan dipuji, untuk pembaharuan, kreativitas, orisinalitas, dan kapasitas memberi kejutan kepada penontonnya.
- Kritik (criticism). Dimanapun bentuk artistik yang ditemukan, mereka dinilai dan di apresiasi dengan beberapa jenis bahasa kritis, bahasa yang sederhana atau, lebih luas, dan atau terperinci.
- Representasi ( representation). Penggambaran dalam berbagai tingkatan naturalisme obyek seni, termasuk patung, lukisan, dan narasi lisan dan tertulis, dan kadang-kadang bahkan musik, mewakili atau meniru pengalaman nyata dan imajiner dari dunia.
- Fokus sesuatu, (specific focus). Karya seni dan pertunjukan seni cenderung membngkai atau mengurung hal-hal yang terdapat pada kehidupan biasa, membuat menjadi terfokus kepada sesuatu, yang terpisah dan didramatisir dari pengalaman manusia.
- Ekspresif individualitas (expressive individuality) . Potensi untuk mengekspresikan kepribadian individu umumnya dalam praktek seni disembunyikan atau tersembunyi, kadang hal itu tidak sepenuhnya tercapai.
- Saturasi Emosional (emotional saturation). Dalam berbagai tingkat, pengalaman karya seni yang dikuakkan melalui emosi.
- Tantangan Intelektual. Karya seni cenderung dirancang dengan memanfaatkan berbagai gabungan dari kapasitas persepsi dan sepenuhnya dari intelektual manusia , memang, karya-karya terbaik diciptakan melampaui batas hal-hal yang biasa.
- Seni tradisi dan lembaga (art traditions and institutions). Seni benda dan pertunjukan, seperti banyak dalam berskala kecil budaya lisan seperti dalam peradaban terpelajar, diciptakan dan ke tingkat penting yang diberikan oleh tempat mereka dalam sejarah dan tradisi seni mereka.
- Pengalaman imajinatif (imaginative experience). Akhirnya, dan mungkin yang paling penting dari semua karakteristik dalam daftar ini, benda-benda seni pada dasarnya memberikan pengalaman imajinatif baik bagi produsen maupun audiensnya.
Kriteria dari daftar Dutton ini berfungsi sebagai prinsip-prinsip dasar yang dapat menilai status berbagai objek atau tindakan seni. Orang mungkin bertanya-tanya apakah ini seperangkat kriteria yang bermakna bebas atau ruang lingkup konsep seni dalam arti apapun. Jawaban atas pertanyaan ini harus, tegas, tidak. Keuntungan menawarkan cluster-definisi justru itu tetap fleksibel dan cair.
Menurut Hannah Rose Burgess[10] klaster-kriteria Dutton yang ditawarkannya itu adalah masuk akal, berguna dan mencerahkan kita. Misalnya ketika Dutton menerapkan kriteria untuk karya Fountain dari pelukis Marcel Duchamp (1917) dalam upaya untuk menetapkan status seni (Bab 8). Upaya penulis untuk mendefinisikan seni adalah baik berani dan mengagumkan. Nilai terbesar dari langkah tersebut tidak mungkin terletak dalam definisi seni itu sendiri, tetapi perdebatan dalam tentang hal yang pasti akan terjadi.
Mungkin fitur terbaik dari buku karangan Dutton The Instinct Art (2009) adalah kemajuan yang signifikan yang mediskreditkan gagasan bahwa seni adalah budaya relatif. Beberapa akademi yang progresif mengadopsi pandangan ini (budaya relatif) , tapi banyak dari wujud konsep ini menjadi semu atau mudah jatuh ke tautologi (pengulangan kata tapi maknanya kabur). Konsep naluri seni mengambil sikap tegas terhadap budaya relatif ini. Dutton menjelaskan dalam bukunya dengan judul ‘But They Don’t Have Our Concept of Art’ ("Tapi Mereka Tidak Memiliki Konsep Seni Kami' ) (bab 8) adalah, dalam bagian, serangan ini.
Dutton menulis dengan argumen logika yang kuat untuk mengungkapkan inkoherensi bentuk pandangan ini. Potongan yang sangat baik dan bernalar terjadi dalam diskusi Dutton dengan antropolog Joanna Overing [11]yang mengklaim bahwa 'kategori estetik hanya khusus untuk era modern', yang dengan sendirinya ' memiliki kesadaran tertentu dalam seni' (‘a specific consciousness in art’). Joanna Overing beragumen lebih lanjut bahwa '"estetika" adalah sebuah konsep borjuis dan elitis dalam arti sejarah yang paling literal, menetas dan dipelihara dalam pencerahan rasionalis' (Dutton, 2009: 65). Dutton kemudian memberikan respon sebagai berikut ini.
it is striking how even writers who would reject ‘our’ intuitions as shot through with a bourgeois ideology or ethnocentrism, and who would prefer to stipulate de nitions for their own theoretical purposes, are themselves reliant on the very intuitions they repudiate. Overing’s argument by stressing ‘the hidden dangers’ for anthropologists of bringing concepts of western aesthetics ‘to the task of understanding and translating other people’s ideas about the beautiful’ is reduced to contradiction and incoherence. She cannot have it both ways: on the one hand denying that aesthetics is a cross-cultural category, while on the other hand affirming that ‘other people’ also have ‘ideas about the beautiful’(hal. 67).[12]Untuk pembahasan ini saya merasa cenderung untuk menambahkan satu titik. Yaitu, bahwa teori penilaian estetik tidak diperlukan untuk menghakimi estetika itu sendiri. Tampaknya Overing percaya bahwa penilaian estetika tidak bisa menjadi fitur (bagian terpenting) dari pengalaman manusia sebelum dicerahkan. Dia memberikan sebuah analogi, tidak ada yang serius mempertahankan teori gravitasi yang tidak ada sebelum temuan grafitasi oleh Galileo atau teori oksigen sebelum temuan Joseph Priestley.
The Instink Art juga membahas beberapa topik terpanas dalam teori estetika modern, termasuk hal-hal yang valid dan menarik niat seniman untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan seni, dan masalah-masalah teoritis seputar pemalsuan seni. Tentu saja, masalah menarik dari tujuan artistik (artistic intention) bukanlah yang baru, tetapi terus-menerus dan sangat relevan dengan teori-teori kontemporer penulisan seni serta teori sastra.
Dutton membahas kasus pentingnya memahami tujuan seniman (artist intention). Walaupun hal ini kurang jelas, Dutton menjelaskan tujuan seni dan ada kontribusinya. Apakah pemahaman kita tentang sebuah karya, apresiasi kita terhadap pekerjaan, atau respon estetik dari pekerjaan kita yang ditingkatkan melalui pengetahuan tentang tujuan seniman? Dutton mengklaim bahwa 'Hal ini tidak akan sampai ke interpretasi yang sewenang-wenang untuk memaksakan sebuah kesepakatan untuk menghasilkan interpretasi yang menempatkan kerja itu sebagai yang terbaik' (Dutton,2009: 171).
Suatu keberatan yang agak terkenal pentingnya tujuan artistik juga perlu diperhatikan. Ini menyangkut kesenjangan antara tujuan dan hasil. Banyak seniman mungkin bertujuan agar karya-karya mereka untuk menjadi estetis dan menyenangkan, dan bahkan mungkin inovatif. Niat tersebut jelas banyak yang tidak terpenuhi. Seorang seniman mungkin berniat pekerjaan mereka untuk menjadi cantik, tetapi bisa saja respon orang tidak merasa begitu, niat artis tidak dapat mengubah respon kita. Argumen Dutton ini meremehkan pentingnya respon subjek untuk melihat seni.
Hal terpenting dari teori Naluri Seni adalah diskusi Dutton tentang kemungkinan estetika penciuman (bau). Penulis berpendapat kemungkinan penciuman menjadi media untuk 'tradisi seni besar'. Dia menarik bagi klaim Monroe Beardsley bahwa masalah untuk kemungkinan bau sebagai medium artistik adalah bahwa bau tidak memiliki 'intrinsik hubungan' yang ada di antara mereka. Bau dapat disistematisasi, dan memang sudah ada sejak zaman Mesir. Bau itu sekarang dapat diklassifikasikan ke dalam enam kelas utama, yaitu bau manis, bau harum, bau buah, bau busuk, bau pedas dan bau cat (terebenthene). Dutton juga memandang bahwa benda-benda berbau yang aneh tanpa emosi intrinsik dari jenis yang tampaknya melekat dalam struktur musik atau bentuk ekspresif dari warna lukisan' (hal.Dutton,2009: 212).
Dutton menyatakan bahwa bau yang tidak emosional ekspresif seperti musik, bahwa mereka mirip kemampuannya dengan warna. Merah mungkin menandakan kebencian, gairah, amarah, cinta - atau semua ini. Warna itu kuat menggugah tetapi juga tidak khas dalam membangkitkan emosi-emosi manusia. Demikian pula, bau darah manusia dapat memusingkan dan memicu respons emosional yang tidak spesifik tapi kuat - mungkin akan memancing rasa takut atau kekhawatiran. Demikian juga, bau roti baru dipanggang dapat membangkitkan perasaan kebahagiaan. Bau, dapat sangat menggugah emosi. Pembahasan Dutton penciuman akan, dapat memprovokasi dialog lebih lanjut dan menjelajahi daerah baru yang menarik dari Instinct Art aesthetics.
Menurut Kingsbury Justine[13] ada banyak buku dan tulisan yang membahas the instinct art seperti yang ditulis Dutton, dan hampir seluruhnya ditulis dengan baik, menghibur dan informatif, dan antusiasme Dutton untuk subjeknya dapat menular ke pemikir/penulis lain. Namun ada sesuatu pengecualian, sebab tulisan Dutton tentang seni dikaitkan dengan seleksi alam dan biologis: namun teori ini bisa juga akan macet dalam diskusi jika membahas tentang adaptasi terhadap produk-produk yang bersifat membingungkan. Namun, bagaimanapun, teori Dutton ini akan menginspirasi lebih banyak pekerjaan yang mirip dengan topik ini: dalam hal apapun, itu pasti berhasil dalam tujuan keseluruhan untuk meruntuhkan pandangan bahwa seni tidak ada hubungannya dengan biologi.
Artikel ini terdiri dari 4 halaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar Anda, jika ingin menggunakan emotion, silahkan klik emotionnya, dan kopy paste kodenya dalam kotak komentar