Senin, 03 Januari 2011

Desain Sederhana dan Kompleks dalam Grafis

Oleh Nasbahry Couto
(Revisi: Maret 2013)

Ada sebuah catatan dari buku teknik Grafis Komunikasi karangan Pujianto (2008), yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Buku ini  mendapat sambutan sebagai buku teks di SMK, dan dipakai sebagai buku standar  di sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia. Sekarang buku ini adalah E-book yang dapat diakses melalui internet. Buku itu memang berkualitas menurut Dirjen, tetapi saya menyarankan untuk membaca artikel ini sebagai masukan dan pengayaan. Dalam buku ini kurang jelas batasan desain yang dimaksud kecuali  batasan si pemakai desain (lini atas dan lini bawah).


Bidang profesi Desain Grafis Komunikasi dapat terserap di tempat perusahaan penerbitan buku, perusahaan penerbitan surat kabar, perusahaan penerbitan majalah, perusahaan periklanan, perusahaan desain kemasan, periklanan (Advertysing), ilustrator, fotografer, dan sebagainya. Selain itu Desain Grafis Komunikasi juga menjadi penunjang pada nonkomunikasi, seperti lembaga swasta/pemerintah, pariwisata, hotel, pabrik/manufacture, dan usaha dagang. (Pujianto, buku I, 2008:2)
Sesuai dengan porsi sekolah kejuruan, buku ini memang lebih menekankan praktik ketimbang teori, tetapi masalahnya bukan soal bobot mana yang harus lebih besar teori atau praktik.  Sebaiknya ada juga gambaran bahwa desain grafis itu ada yang sederhana, bisa dikerjakan secara individual dan ada yang dikerjakan secara kolaboratif.  Oleh karena itu, tidak mungkin tanpa membicarakan berbagai metodologi yang terdapat dalam dunia desain. Khususnya tentang kesederhanaan atau kompleksitas dunia desain. Uraian tentang metodologi ini agak kabur dalam buku ini.

Pendahuluan
Merancang sebagai Pendekatan Metodologi
Pertanyaan bagaimana sebaiknya merancang, akan melahirkan teori-teori cara dan  atau metode   metode  operasi  merancang yang tepat.  Mendesain, dapat dikatakan  membuat ancang-ancang (ide, konsep, gagasan), merancang atau mendesain sebagai kegiatannya, dan rancangan (desain ) sebagai produknya. Di bawah ini diberikan analogi metodologi merancang yang berlaku umum untuk semua jenis desain,  misalnya contoh kegiatan ini pada  desain grafis, desain bangunan atau bahkan pada seni rupa.  Banyak orang percaya bahwa mendesain itu bukan semata bagaimana bekerja di atas kertas, tetapi bagaimana desainer (orang) beraksi dan menggunakan cara-cara tertentu untuk menghasilkan rancangan.  Jadi penting juga mengkaji  orang-orang yang terlibat dalam aksi itu, yang umumnya terlihat dalam bentuk komunikasi tiga pihak. Yaitu desainer (designer), sipemilik produk (owner) dan si pemakai (user). Umumnya metoda-metoda itu berlangsung. dalam konteks ini. Jika Anda dapat pesanan logo pribadi, maka sipemakai dan sipemilik dapat menjadi satu.  Akan berbeda jika anda membuat kemasan produk susu. Maka Metode  merancang biasanya diarahkan pada aminan bahwa desain  akan memenuhi tuntutan, tujuan, dan keinginan tertentu. Misalnya untuk sipemakai (konsumen/user), untuk si pemilik pabrik susu (owner) dan untuk anda sendiri sebagai perancang yang ingin berkreasi. Paling tidak ada beberapa metode merancang/mendesain sebagai berikut ini (lih. Jones, 1972:15-57)

A. Metoda Tradisional, antara lain:
  1. Metode  kriya (Craft Method). Cara kriya adalah merancang berdasarkan uji coba  (trial & error), yaitu  desain sebagai hasil pecobaan yang terus-menerus oleh sipengkriya. Proses ini berulang dan lama sampai ditemukan desain produk kriya yang muncul kemudian. Contoh yang baik adalah barang kerajinan dan atau pembuatan rumah adat tradisi,  di mana rancangan adalah hasil trial and error  yang telah berlangsung ber-abad lamanya, dikaji, diwariskan serta dipelajari secara lisan, Sampai pada suatu ketika ditemukan bentuk yang baru dan dianggap cocok pada masa kini. Jika contoh ini dilihat dari kacamata desain grafis, maka  yang dimaksud adalah desainer yang mendesain secara otodidak, tanpa pengetahuan desain grafis, dia hanya meniru-niru hasil rancangan yang ada atau yang dianggapnya baik.
  2. Metode  gambar grafis, yaitu  metode   merancang berdasarkan sintalisis (sinesis dan analisis),  di mana seorang perancang bukan saja mengolah data, tetapi  mencoba menggambarkannya dalam bentuk bahasa visual (grafis), agar konsep verbal  desain  kemudian dapat digambarkan dalam bentuk sketsa-sketsa yang mendekati  bentuk desain yang diinginkan.
B. Metoda Baru, antara lain
  1. Desainer sebagai black box. Yaitu Merancang berdasarkan inspirasi.  Metode  seperti ini mirip dengan cara kerja seorang pelukis yang disebut dengan  metode  blakc box,  di mana asal-usul desain itu adalah hasil renungan atau inspirasi desainer. Pelukis misalnya bekerja berdasarkan inspirasi, yaitu datangnya  ilham secara tiba-tiba untuk melukis. Desainer juga dapat melakukan hal yang sama, dimana dia bekerja berdasarkan inspirasi yang muncul tanpa alasan yang jelas.
  2. Desainer sebagai Glass box. Yaitu merancang berdasarkan  analisis  dan  sintesis   atau disebut dengan  metode  glass box, atau kotak kaca.  Metode  seperti ini mirip dengan cara kerja komputer,  di mana dalam merancang dibutuhkan  data, data kemudian diolah atau di-programkan. Hasil   pengolahan data ini kemudian  menghasilkan  out-put desain.
  3. Desainer sebagai Pengorganisir Sistem.   Pada metode ini desainer merancang sistem desainnya. Hal ini terjadi karena kompleksitas masalah desain, oleh karena itu  tidak jarang berbagai ahli di bidang yang berlainan bekerjasama untuk menghasilkan rancangan yang sifatnya integratif untuk menghasilkan performace desain.  Masalah-masalah yang rumit dan komplek terjadi jika produk yang disatukan dalam yang dirancang itu sangat banyak dan membutuhkan berbagai ahli, misalnya dalam merancang di bidang grafis ahli manajemen, bagian produksi, bagian pemasaran dan penjualan dapat saja bekerja sama dengan desainer grafis dalam menghasilkan sebuah desain. Hal ini dapat terjadi pada perusahaan skala besar.
Jadi secara teoritik  metode   merancang itu  adalah berikut ini.
  1. Tindakan pribadi, berdasarkan inspirasi individu (keperluan pribadi), berdasarkan cita-rasa individu.
  2. Tindakan kelompok profesional berdasarkan permintaan klien (keperluan klien, seperti pemakai (user), pemilik (costumer). Membangun berdasarkan konvensi (kesepakatan) dan sifatnya integratif.
  3. Tindakan masyarakat, tidak berdasarkan  profesi, yaitu berdasarkan tradisi atau aturan sesuai dengan keperluan masyarakat lokal. 
Pendekatan  merancang berdasarkan aturan dan hasil kerja kelompok dan integratif adalah ciri dari produk desain masa kini. Hal ini  disebabkan   merancang denngan citarasa individual sering bertentangan (konflik) dengan  bagaiamana desain seharusnya menurut si pemakai,  sering si pemakai harus di riset terlebih dahulu seleranya, kebiasaan dan atau kesenangannya.Tugas desainer  adalah mengetahui sebanyak mungkin  hal-hal penting yang dapat di-rumuskan  menjadi konsep desain. Oleh karena itu pendekatan  merancang melalui kelompok kerja dan integratif, merupakan ciri dalam teori  merancang abad ke 20.

Di bidang desain arsitektur bangunan tinggi misalnya, elemen-elemen yang terintegrasi dalam desain itu sangat kompleks. Sebagian besar elemen dan produk yang diintegrasikan dalam desain yang terlalu rumit untuk dipahami dan yang hanya dituntun oleh seorang individu.

Kelompok kerja desain, dapat terdiri dari ahli yang berbeda, yang dapat memecahkan masalah yang rumit, dan lebih baik dari pada perancang secara individual yang tidak mungkin untuk menguasai semua produk dan teknologi yang telah berkembang demikian pesatnya . Sekarang bagaimana dengan desain grafis atau yang dalam bentuk desain komunikasi visual?

Contoh yang sederhana adalah dibidang penerbitan dan percetakan, apa yang diinginkan oleh desainer tidak selalu dapat direalisir, oleh pihak percetakan. Pihak percetakan juga memiliki persepsi sendiri dalam tata letak grafis, dan atau dalam rangka setting ke plat cetak, yang telah ditentukan, misalnya lebar plat cetak, lebar halaman, margin, jenis huruf dan sebagainya. Hasil kolaborasi antara desainer dengan bagian setting cetak, dapat menyatukan pendapat dan menyelesaikan masalah desain.

Oleh karena ini, aplikasi grafis untuk komunikasi visual dapat dimulai dari yang sederhana  seperti rancangan gambar, huruf, dan foto, sampai kepada penyatuan berbagai masalah yang kompleks dari desain grafis, yang hanya bisa diselesaikan dalam bentuk kerjasama.


Teori Gestalt : pesan visual sederhana dan pesan visual yang kompleks dalam desain Grafis

Desain grafis tentu berbeda masalahnya dengan desain bangunan atau arsitektur. Desain grafis, mungkin lebih sederhana dibandingkan dengan desain bangunan, dan mungkin saja dapat dikerjakan sendiri. Dalam menyelesaikan masalah desain grafis yang sederhana, seorang desainer  dapat mengerjakan rancangan gambar poster atau bidang kerja yang elemen-elemen desainnya masih terbatas seperti desain huruf saja, desain  gambar atau foto.

Namun hal ini akan tampak berbeda jika dia mengerjakan desain buku, majalah atau suratkabar yang informasi visualnya lebih kompleks yang terdiri dari kumpulan/himpunan desain unit-unit yang lebih kecil (desain font, gambar, foto, illustrasi, poster, iklan dsb). Jadi ada dua kecendrungan dalam desain grafis, yaitu dalam hal pesan visual yang sederhana dan kompleks. Pada pesan visual sederhana, hasil desain dapat ditangkap visualisasinya seketika, namun saat membaca buku, atau menikmati video, animasi dan  TV, informasi visual itu mengalir berdasarkan waktu yang sering disebut dengan istilah visualisasi media berbasis waktu.

Pada informasi visual yang sederhana desainer dihadapkan kepada sesuatu yang statis,. Masalahnya adalah bagaimana desainer memberikan informasi visual itu lebih baik, menarik lebih indah atau mata bisa istirahat dalam memandangnya, disamping menangkap maksud informasi yang terlihat. Oleh karena itu desainer cendrung membahas prinsip-prinsip desain  yang terdapat di bidang datar seperti kesatuan elemennya yang terdapat padanya lebih baik seperti prinsip-prinsip unity, dominan, kesamaan unsur, closure, teori gerak umum pandangan mata, komposisi dengan penjajaran, kontras visual dan sebagainya. Kelihatannya aplikasi teori ini tidak banyak mendapatkan masalah, karena dapat dilakukan baik secara sadar maupun secara intuitif oleh desainer. Umum informasi visual dua dimensi seperti lukisan, fotografi, gambar adalah  persoalan mengorganisir informasi visual yang terdapat padanya dan membentuknya ke dalam kesatuan yang harmonis, yaitu agar lebih mudah ditafsirkan  pengamat.

Secara  teoretik,  persepsi manusia dalam melihat hasil desain dan seni diikat tiga hal sebagai berikut ini:
  1. Disebut melihat organisasi atau komposisi hal ini mela¬hirkan teori komposisi, 
  2. Persepsi  manusia yang  cenderung  menyederhanakan dan menyatukan sehingga melahirkan teori Gestalt; 
  3. Kecenderungan  memaknai apa yang dilihat sebagai sebuah objek/gambaran dengan latarnya yang melahirkan teori objek/gambaran  dan latar dalam bidang  penglihatan manusia.

Untuk dapat melihat persamaan dan perbedaan antara informasi visual sederhana dan kompleks, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.




Daftar tabel  di atas  dapat diperpanjang lagi sesuai dengan ciri atau bidang desain grafis tertentu yang sederhana dan atau kompleks. Informasi visual yang lebih kompleks umumnya ditujukan kepada kebutuhan dan menjangkau masyarakat luas, seperti pembuatan desain lambang-lambang lalu lintas, majalah khusus, atau jenis majalah tertentu yang sebarannya dapat sangat luas dan ke berbagai tempat yang berlainan.


Hal ini dapat dipahami karena hidup dan lingkungan kerja manusia umumnya terdiri dari berbagai tanda visual dan pesan yang ditemukan pada tanda-tanda, iklan, televisi, bentuk seni, produk, dan lingkungan. Isyarat visual ini mempunyai arti yang menimbulkan berbagai tanggapan pengamat. Untuk mempersepsi kode visual seperti itu memerlukan pemahaman terhadap struktur, atau sintaksisnya. Prinsip persepsi ini, digunakan desainer untuk mengorganisir elemen informasi desainnya. Sebaliknya, untuk pembacaan hasil desain, dibutuhkan pengalaman-pengalaman atau pembelajaran oleh pengamatnya. Hal ini berperan untuk menafsirkan persepsi itu. Menurut Wallschlaeger (1991) prinsip organisasi visual dapat digunakan untuk mengorganisir atau membentuk makna dari objek/gambaran yang terbentuk. Pada awalnya, prinsip ini sering sukar dipahami dan dipakai desainer untuk pengembangan pesan visual, objek seni, dan lingkungan buatan manusia. Sering terjadi, jika diterapkan aturan atau konsep yang lain maka akan membuat frustasi desainer.

Oleh karena itu, penting  memahami tiap prinsip atau teori yang terpakai pada unit kecil dari konsep organisasi yang lebih besar dalam totalitas proses pesan struktur visual. Konsep-konsep ini seakan terpisah-pisah; namun pemisahan ini sebenarnya adalah untuk penyederhanaan, beberapa catatan penting dalam aplikasi persepsi adalah berikut ini.
  1. Perlu pula  dipahami bahwa konsep dan prinsip ini tidak menjamin desainer mampu menciptakan atau menyusun bentuk atau pesan visual yang menarik. Tetapi, solusi yang dapat diterima dari masalah ini adalah  agar terdapat kesatuan visual yang logis.
  2. Kesatuan visual, sebagai akhir sasaran proses turunan bentuk , terkait pula dengan unsur-unsur, proses, dan metoda yang memungkinkan terjadinya komunikasi pesan, fungsi obyek atau lingkungan.
  3. Pemecahan masalah, juga ditentukan kreativitas, bakat, motivasi dan kemampuan desainer menghasilkan pemecahan.
  4. Proses komunikasi dapat dipahami dengan baik melalui pendekatan yang luas misalnya  mengidentifikasi teori, prinsip, dan  teknik yang membantu dalam memecahkan persoalan visual terutama teori berikut ini (1) teori komunikasi, (2) semiotika (teori tanda), (3) teori persepsi (organisasi visual, (4) teori persepsi lapangan  visual,  (5) teori persepsi objek/gambaran  dan persepsi bentuk.
  5. Teori komunikasi bentuk estetik hanya relatif membantu dalam mengungkapkan pesan/makna kepada  pengamat. 
Contoh Infomasi visual yang sederhana : hasil foto seorang pemotret. Persoalannya ialah bagaimana dia menangkap objek sejelas mungkin dan mengkroping hasil foto sesuai dengan format gambar dan komposisi  yang diinginkan    





Contoh Informasi visual yang lebih kompleks yang misalnya karya desain yang terdiri dari unit-unit desain yang lebih kecil. Untuk mengatasi kompleksitas desainer mencoba  membuat repetisi  dan membuat variasi dengan menonjolkan  salah satu objek. Pada iklan ini desainer memfokuskan perhatian  kepada penonjolan merek produk

Teori Semiotika (ilmu tanda) dapat membantu menggambarkan kaitan antara tanda-tanda dan referensinya. Teori persepsi terletak pada struktur dasar hubungan bagaimana pengamat   dapat menanggapi  dengan mudah sebuah objek/gambaran  agar dikenalinya. Prinsip organisasi visual membantu menstrukturkan antar bentuk elemen visual seperti titik, garis, bentuk, nilai, warna, tekstur, dan sebagainya untuk menciptakan pesan yang diinginkan dalam informasi visual yang sederhana.

Perencanaan, Penelitian, dan Mengorganisir  Pesan Visual


Khaos Visual

Umumnya semakin hari dunia visual menjadi sangat kompleks, hal ini mengakibatkan pikiran manusia mulai mengembangkan strategi  mengatasi kebingungan itu. Pikiran manusia mencoba  menemukan solusi untuk menyederhanakan kompleksitas itu (lihat teori Gestalt dan Pragnanz). Salah satu caranya adalah pemusatan pikiran manusia terhadap materi yang mempunyai karakteristik yang mirip satu sama lain. Seperti yang kita pelajari dari teori Gestalt. Hal ini berkaitan dengan bagaimana pikiran manusia itu dibentuk, dan efek apa yang diakibatkan pemusatan persepsi manusia itu. Misalnya, kita  cenderung  mengelompokkan sesuatu yang mirip dari apa yang kita lihat, dan atau bagaimana desainer memperkuat pengelompokan itu agar kesatuan komposisi kelihatan lebih kuat. Sistem pengelompokan sangat berperan  membentuk kesatuan pikiran tentang sebuah desain. Konsep dan atau teori Gestalt adalah salah satu temuan yang paling kuat yang tersedia bagi seorang  desainer untuk menciptakan kesan agar dapat ditangkap seketika oleh pengamat. Hal ini dapat dan atau tidak dapat disadari secara langsung oleh desainer. Terutama bagaimana konsep Gestalt itu dilaksanakan dalam menciptakan variasi atau penekanan dalam desainnya. Jika hal ini tidak dilakukan maka mungkin yang terjadi adalah khaos visual seperti yang akan diuraikan berikut ini.



Gbr.a, Desain yang terlalu repetitif akan membosankan, diperlukan variasi (sumber, clip arts).

   







Gbr. b) Terlalu banyak variasi/objek  akan menimbulkan kekacauan (khaos) persepsi visual (clip arts)

Konsep yang sama untuk membentuk  kesatuan desain  itu dapat diputarbalikkan ke  hal-hal sebaliknya, yaitu membuat sesuatu yang terlihat unik dan berdiri sendiri. Hal ini adalah dasar untuk menciptakan variasi. Variasi adalah hal yang ditambahkan kepada sebuah gambaran. Diperlukan teknik  menciptakan suatu perimbangan antara kesatuan (unity)  dan variasi. Misalnya, terlalu menonjolkan kesatuan desain terlihat dari penggunaan repetisi yang berlebihan. Akibatnya tentu akan terjadi pengulangan-pengulangan elemen yang monoton dan membosankan. Sebaliknya terlalu banyak variasi akan mengakibatkan kekhaosan/kekacauan. Pemahaman terhadap konsep Gestalt dapat membantu seorang desainer mengontrol kecendrungan tarik-menarik antara variasi dan repetisi dalam kesatuan desain.



Area Kerja
Salah satu teknik menghindari kekacauan visual, harus  dipahami terlebih dahulu pengertian area kerja (format) desain bidang datar. Mencoba memahami berbagai fenomena yang terdapat pada area kerja itu agar pengamat mudah  membacanya secara visual. Area kerja (format) dua dan tiga dimensi yang dimaksud dapat dibuat dalam berbagai ukuran, berbagai raut atau orientasi. Masing-masing   area kerja (format) memiliki perbedaan sumbu (axis) visual, kestabilan dan arah sepanjang raut dan orientasinya sendiri, seperti yang diperlihatkan oleh gambar di bawah.
Pada   area kerja (format) dapat di buat (a) garis diagonal, (b) garis vertikal, dan (c) horizontal yang ditarik dari titik pusat format/area kerja. Arah-arah panah menunjuk kan arah atau orientasi penempatan elemen visual dan atau jika elemen-elemen di tempatkan dalam format/area kerja (gambar b ). Kom¬po¬sisi elemen-elemen yang paling stabil posisinya adalah penempatan elemen pada pusat  area kerja. Kemudian mengembangkannya ke sekeliling   area kerja (format) (lihat gambar c).



Gambar (a,b,c) Format area Kerja. Format atau area kerja adalah bidang dua dimensi. Dari bidang ini persepsi dapat dikembangkan dari pusat area kerja horizontal atau vertika, dan diagonal, persepsi mengikuti pola ini di-mana elemen-elemen itu disusun mengikuti pola ini, unit area kerja yang lebih kecil dapat terhimpun dalam kesatuan desain. Sumber Wallschlaeger (1991).






Pesan Visual Melalui Area Kerja
Beberapa keputusan dapat dilaksanakan dalam proses penciptaan dan pembu¬atan pesan visual yang essensial diketahui adalah (1) menyadari adanya raut, ukuran, dan orientasi yang diatur dalam   area kerja (for¬mat) dua dimensi, (2) melengkapinya dengan elemen-elemen, struktur-struktur dan penempatan  pesan-pesan pada format area kerja.



Gambar a  Aplikasi pengembangan susunan elemen yang memusat










        
(gbr.b) Pengembangan lain  dari susunan vertikal dan horizontal dapat dilihat pada penempatan tombol dan tanda-tanda yang dipakai pada peralatan elektronik (Sebuah sistem HI-FI streo.


Mengorganisir  Area Kerja
Area kerja (format) bidang gambar dapat dibagi lagi ke dalam beberapa area yang lebih kecil, ini dapat berpengaruh kepada struktur pesan dan orientasinya. Faktor-faktor yang berpengaruh kepada pesan visual itu adalah: (1) format/area kerja, termasuk di dalamnya bagaimana caranya membaca dan hirarkhinya (pering¬kat susunan), (2) memahami komposisi dalam struktur area kerja seperti contoh gambar di bawah.


Gbr. a. Desain Grafis iklan roti. Sumber Wallschlaeger (1991)











Gbr. b) Desain grafis iklan produk komputer


 
Teknik Kisi-kisi (grids) untuk mengatur Pesan Visual yang lebih kompleks

Untuk mengatasi khaos visual pada informasi visual yang lebih kompleks dapat dipakai sistem  grid, yaitu pengulangan repetitif garis-garis vertikal dan horisontal yang dipakai untuk membantu perencanaan pesan visual secara konsisten. Sebuah  grid  memperlihatkan dimensi area, dan imaji area.  Grid  itu dan dimensinya konstan terhadap ruang atau membagi ruang. Dengan menyusun elemen-elemen visual seperti     imaji/gambar dan huruf melalui  grid, pesan visual dapat dipresentasikan secara logis. Banyak arsitek, perupa dan desainer tidak menyadari pentingnya penggunaan  grid, karena mereka be¬kerja secara intuitif  berdasarkan inspirasi. Sehingga organisiasi komosisi yang munul  cendrung terlihat tidak teratur pada area kerja mereka. 

   



Gambar  a) Memperlihatkan desain untuk men-display  benda-benda antik pada sebuah dinding.  Gambar  b adalah hasil desainyang menggunakan sistem   grid  susunan vertikal dan horizontal agar komposisi itu terlihat logis dan teratur.











Desain Grafis Berdasarkan Pembagian  grid



Gambar  Sistem  grid  pada layout majalah. Bagaimana sebuah   area kerja (format)  di bagi berdasarkan pembagian garis horizontal dan vertikal. Setiap sub-pembagian dapat ditempatkan informasi atau komposisi gambaran-gambaran  dalam format. Pada gambar ini ada 10 (sepuluh) pola  grid .
















Gambar Poster  klub sepakbola Yuventus, walaupun nampaknya acak, tetapi disusun berdasarkan sistem  grid: (Sumber: majalah PC Media, Juni 2010)
















Gambar Aplikasi layout media cetak umumnya disusun berdasarkan sistem  grid, sehingga pembaca akan merasakan adanya kesatuan dan kesinambungan dari halaman ke halaman. Garis-garis  grid  tetap ditampilkan bila dikehendaki dan akan menjadi salah satu elemen desain (sumber: majalah Matra).










Elemen Komposisi 

Area kerja (format) dalam bahasa Inggris, dapat diartikan ukuran, pola, susunan dan bentuk.   Area kerja (format)  dua dimensi artinya bentuk, pola bidang datar. Pola bidang ini dapat diubah menjadi  segi empat, me¬manjang. Kestabilan dan ketidakstabilan  area kerja (format) dua dimensi dan komposisinya ditentukan ukuran, posisi, dan orientasi gambaran-gambaran  dalam pola bidang datar. Sebagai diskusi lanjutan, setiap raut memiliki arah dan stabilitas tersendiri. Cara memposisikannya dengan   area kerja (format) yang berlainan memberi pengaruh langsung kepada komposisi, gambar memperlihatkan hal itu.

Gambar di bawah bagian kiri adalah sebuah raut segitiga dalam   area kerja (format) segi empat. Sedangkan barisan bagian tengah memperlihatkan stabilitas dan instabilitas. Barisan bagian  kanan adalah  bentuk segi empat dalam   area kerja (format) segi empat), segi lima dalam segi empat.




Gambar. Alternatif cara memposisikan format area kerja








Model Informasi Visual yang lebih Kompleks

Kita dapat memberikan contoh desain yang lebih kompleks , misalnya elemen desain sudah sangat sangat kompleks dari bangunan tinggi, atau bangunan museum  yang komponen produknya kompleks memerlukan teknologi terkini. Maka strategi desainnya tidak dapat lagi memakai metoda desain konvensional. Dalam hal ini kita mengenal istilah strategi integrasi program. Istilah ini terutama diakai dalam dunia arsitektur. Tetapi tidak tertutup kemungkinan masalah yang sama muncul pada bidang lainnya.


Dalam desain grafis atau komunikasi visual,  informasi visual yang lebih kompleks  tidak akan dibicarakan secara khusus karena elemen-elemen pembentuknya membutuhkan tenaga dan profesi yang berlainan misalnya desain sebuah animasi, filem , buku atau majalah. Pembuatan animasi atau filem kartun. terdiri dari pekerjaan yang berbeda-beda mulai dari pembuatan skrip, fotografi, editorial, dsb. Tetapi kita dapat memberikan contoh seperti pada penerbitan buku misalnya, terdapat pekerjaan pengolahan naskah, editoring, pengelolaan penerbitan dan percetakan, dan tentu saja membutuhkan  pengintegrasian desain, sebagai contoh diperlihatkan permasalahan dalam desain atau layout buku sebagai berikut ini.

(1)    Bagaimana membuat desain cover yang baik
(2)    Rancangan gambar, foto dan illustrasi
(3)    Rancangan header dan sub header dan caps
(4)    Rancangan caption (keterangan gambar)
(5)    Rancangan body  font  (huruf dalam lembaran bacaan) dan caps
(6)    Rancangan margin, kolom serta sistem  grid
(7)    Rancangan  white space  (ruang kosong) untuk menghindarkan kejenuhan
(8)    Dsb.

Terlihat bahwa rancangan itu tidak tunggal dan mungkin dapat diputuskan  oleh satu orang, Umumnya sang pengambil keputusan atas desain tidak semata ditentukan desainer. Uraian ini tentu dapat lebih khusus dan luas lagi. Misalnya, bagaimana meranang sebuah produk animasi, produk pertelevisian, WEB dan sebagainya yang merupakan pekerjaan kolaborasi. Hal ini memerlukan kajian khusus yang lebih luas sesuai dengan produk grafis yang di bahas.


Cacatan Akhir

Sekarang ada kecendrungan  bahwa setiap orang dapat menjadi desainer grafis. Hal ini disebabkan karena setiap pemilik komputer, pemilik mesin cetak, dapat memanfaatkan sofware yang tertanam di dalamnya untuk mendesain menurut versinya sendiri.


Sebuah contoh desain dimana desain grafis dibuat secara bebas (amatiran), hal ini dimungkinkan oleh kemajuan teknologi cetak dan kebebasan berkreasi dengan komputer




Dapat disimpulkan bahwa pada putaran abad 21, desain grafis telah menjadi suatu profesi yang mengglobal, ketika itu teknologi lanjut dan industri tersebar di seluruh dunia. Perkembangan desain grafis kemudian dipicu oleh perkembangan teknologi komputer. Namun, seperti yang dikatakan oleh Cooper pada sebuah wawancara tahun 1989, ternyata teknologi komputer membawa resiko terhadap profesionalitas desainer, dimana batas-batas antara seniman dan desainer, penulis dan desainer, profesional dan amatir menjadi hilang. Tulisan ini mungkin dapat memberikan suatu pandangan bahwa pekerjaan grafis itu, juga membutuhkan perhatian yang serius dan tidak boleh dikerjakan oleh sembarang orang, apalagi jika desain itu masuk ke wilayah desain yang lebih kompleks dan membutuhkan integrasi dalam desain. Namun cukup banyak juga orang yang tidak peduli dengan hal ini, karena didorong oleh keinginan mencari uang dan kebebasan berkreasi.