Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis blog ini

Kamis, 15 November 2018

Komentar terhadap Katalog Pameran “Kapacak” dari Komunitas Tambo (2)

Oleh : Nasbahry Couto
Lihat di sini bagian awal tulisan

Percikan 3) Realisme dan Naturalisme

Realisme, kadang-kadang disebut juga  naturalisme, dalam seni umumnya adalah upaya untuk merepresentasikan sesuatu objek atau peristiwa  secara jujur, tanpa artifisial dan menghindari konvensi artistik, atau elemen-elemen supranatural yang tidak masuk akal, eksotis, dan eksotis. Realisme lazim ditemukan dalam berbagai periode sejarah senide, dan sebagian besar masalah seni realis adalah masalah teknik dan pelatihan, dan penghindaran dari stilisasi. Stilasi adalah cara menggambar suatu objek dengan merubah menjadi bentuk baru atau dengan menyederhanakan bentuk yang ada tanpa meninggalkan karakter dan bentuk objek aslinya.

Sedangkan naturalisme  adalah istilah yang kurang tepat untuk genre lukisan lanscape (pemandangan alam). Sebab naturalisme seperti realisme adalah salah satu faham filsafat dan agak lain dengan lukisan lanscape. Lukisan lanskap adalah seni lansekap, yaitu penggambaran bentang alam dalam seni - pemandangan alam seperti gunung, lembah, pohon, sungai, dan hutan, terutama di mana subjek utama adalah pemandangan luas - dengan unsur-unsurnya disusun menjadi komposisi yang koheren.

Lahirnya faham atau filsafat realisme atau naturalisme bermula dari Filsuf Perancis, Auguste Comte (1798-1857) memiliki keyakinan bahwa dalam mencari kebenaran manusia itu menempuh tiga tingkatan, yang pertama melalui kepercayaan animisme, polytheisme, dan monotheism; yang kedua dalam tingkatan filsafat metafisika, yaitu manusia menerangkan rahasia alam dengan cara berpikir abstrak; sedangkan yang ketiga atau positif menurut Comte manusia dapat menyelami diri sendiri untuk menerangkan rahasia alam, melalui ilmu pengetahuan, yang dilakukan lewat penyelidikan, dan usaha menarik kesimpulan dengan cermat. Dijelaskan oleh Comte, bahwa segala sesuatunya itu tidak betul-betul nyata, kecuali dengan pengamatan yang teliti. Dari titik tolak pemikiran filsafat Positifisme inilah awal lahirnya pandangan realisme di Perancis.
Dengan pesatnya kemajuan dibidang jurnalistik, kemudian ditunjang oleh penemuan alat potret oleh Daquerre tahun 1839. Kemudian juga timbulnya faham realisme dalam kesusastraan, di Perancis. Faham realisme kemudian meluas ke seluruh benua Barat (1850-1880).


Menurut para realis zaman itu, sesuatu itu tidak boleh diperindah, atau dilukiskan lebih buruk, dari keadaan yang sebenarnya. Ini adalah suatu pandangan yang objektif. Hal ini berbeda dengan pandangan "Romantik", dimana para romantikus suka memandang  kebesaran dan kemegahan zaman silam, atau negeri asing yang belum diketahuinya; Kemudian dilukiskan secara semarak, dengan penuh perasaan. Ada yang berpendapat, bahwa pandangan seperti ini adalah suatu cara untuk melarikan diri dari kepahitan hidup di negerinya akibat ketimpangan sosial dan ekonomi jaman itu. Seniman-seniman romantik, suka menggambarkan segala sesuatunya secara berlebihan, mengikuti perasaannya sendiri.

Kaum realis menganjurkan agar masyarakat menjawab masalah sesuai dengan kenyataan (realitas). Realitas itu perlu digambarkan, bukan untuk dimanipulasi. Oleh karena itu banyak perupa pada saat itu, melukiskan keadaan keseharian, dengan catatan bahwa realitas itu dapat direkam dan diceritakan.

Akhirnya lukisan mereka  mengandung sifat narratif dan illustratif. Para realis menentang semboyan seni untuk seni (L'art pour l'art); mereka lebih menyetujui seni rupa dimanfaatkan untuk menggambarkan realitas. Lepasnya dukungan finansial para perupa dengan kaum bangsawan, agamawan saat itu, dan timbulnya golongan pedagang kaya baru. Maka  para perupa terpecah ke dalam dua perhatian dalam menggambarkan realitas 1)  realitas masyarakat biasa atau umum, 2) realitas masyarakat kelas menengah para pedagang. Pelukis Barat yang pertama melukis yang bercorak realisme adalah :Honore Daumier (1808-1879), yang dikenal sebagai pelukis karikaturis, salah satu contoh karyanya : "The Third Class Carriage"


Lukisan Honore Daumier (1808-1879), "The Third Class Carriage"










Pada lukisan “The Third-Class Carriage” menunjukkan minat Daumier terhadap kehidupan kelas pekerja di zamannya. Lukisan ini adalah narasi tentang Gerbong kereta api kelas tiga dengan kompartemen yang sempit, kotor, dan terbuka dengan bangku-bangku keras, penuh dengan orang-orang yang tidak mampu membeli tiket kelas dua atau kelas satu. Di bangku yang menghadap penonton, sebelah kiri duduk seorang wanita memegangi bayinya, dan di kanannya duduk seorang wanita yang lebih tua dan tangannya menggengam pegangan s keranjang, di selah kanan terlihat seorang anak lelaki tertidur. Duduk di belakang mereka adalah barisan wanita dan pria. Lukisan ini pada zaman Daumier dianggap tidak lazim sebab saat itu yang dihargai sebagai seni lukis bergenre romantik yang menarasikan kisah  heroik atau kisah dari kelas golongan tinggi dalam masyarakat.
Lukisan-lukisan yang Bercorak Naratif, 
Realistik dan Lanscape  pada Pameran “Kapacak”


Karya Dirja Putra, Spirit dari Pedalaman". Lukisan ini menggambarkan  kehidupan suku pedalaman, di sebelah kiri digambarkan sedang memegang dan memainkan laptop, merepresentasikan  kehidupan yang kontradiktif, antara keprimitifan dan kemoderenan yang bersatu padu, lukisan ini semacam ktitik sosial terhadap kurangnya perhatian pemerintah terhadap maslah suku terasing di Indonesia


Kritik sosial yang lain  dapat kita lihat pada lukisan Karya Romi Kumik dengan judul 'Fashion'. Lukisan itu dibuat di atas kanvas berukuran 146 x 190 sentimeter dengan menggunakn cat minyak dan acrylic yang diselesaikannya pada tahun 2018. Lukisan tersebut memperlihatkan seorang perempuan Minang bermata biru, berparas khas masyarakat tradisional dengan mengenakan suntiang yang merupakan hiasan kepala yang biasa dikenakan oleh seorang pengantin perempuan di Minangkabau. Melalui lukisan tersebut, Romi ingin menyampaikan kegelisahannya terhadap keadaan saat ini dimana modernisasi perlahan-lahan mulai mempengaruhi kebudayaan tradisional. "Baik disadari atau tidak, hal tersebut terus terjadi hingga saat ini dan tidak tertutup kemungkinan akan terus berlanjut untuk masa-masa yang akan datang," tuturnya.Ia menjelaskan, perubahan atau pengaruh terhadap kebudayaan tradisional divisualisasikannya melalui mata sosok perempuan yang ada dalam lukisan tersebut. Sosok perempuan tersebut memiliki bola mata yang berwarna biru, mata inilah yang menurutnya menjadi perwakilan dari kondisi yang yang terjadi saat ini, sebab biasanya warna bola mata masyarakat Indonesia berwarna coklat atau hitam.  Lukisan ini adalah penanda yang dipakai sebagai penanda adalah pengaruh terhadap sosok perempuan.


Muhammad Ridwan- "Solok"

Percikan (4). Gesture, Ekspresionisme, dan Abstrak Espresionisme

Gesturalisme, adalah suatu faham yang berkaitan dengan teknik melukis dan menggambar yang merepresentasikan sapuan kuas. Gestur adalah ibarat sebuah tulisan tangan yang memperlihatkan subjektifitas. Terdapat anggapan bahwa seniman juga mampu membuat karya seni  yang memperlihatkan subjektifitas dirinya melalui sapuan kuas. Ungkapan artistik yang mengandalkan jejak-jejak sapuan kuas dapat dilihat ke waktu sekitar abad ke 17, dimana Frans Halss (pelukis Belanda) dan Diego Velasques memperlihatkan karya dengan sapuan kuasnya yang khas.

 Lukisan pelukis Belanda, Franz Halls di abad ke 17, adalah contoh lukisan yang memanfaatkan gesture di zaman itu.














Ciri gesture ini dapat dilihat dalam perupa  moderen Edouard Manet.

Menurut  para ahli seni modren,  gesturalisme ini muncul sebagai akibat  gerakan ekspresionisme, yang dimulai oleh pelukis Van Gogh, dan banyak mempengaruhi perupa kemudian. Namun gerakan gesturalisme yang paling menonjol adalah para perupa yang tergabung pada "Ekspresionisme Baru" (Neo-Expresionist). Misalnya pada gaya seni pelukis Vasiliy Ryabchenko


Vasiliy Ryabchenko, Ruang Merah I, 1989















Pemanfaatan gesture itu pada pameran “Kapacak” terlihat pada lukisan Ibrahim, Eka Susilawati, Erizal As, Irwandi dan Abdul Rozak






















Ibrahim (Untitled), 200x200, Acrilic, pastel, pencil on canvas, (2018), akibat gesture objek yang digambarkan menjadi berkesan impresionistik, dan lebih menonjolkan kode-kode estetik (tujuan keindahan). Gesture dan Impresionisme bisa saja menyatu dalam aksi seni. Seperti Ibrahim adalah realitas yang sudah terdistorsi sedemikian rupa oleh  gesture.






















Eka Susilawati, “Village”. 100x100, acrilic on Canvas, village atau kampung, adalah realitas yang sudah terdistorsi sedemikian rupa oleh  gesture. Gesture dan ekspresionisme bisa saja menyatu dalam aksi seni. Seperti lukisan Eka Susilawati,  yang digambarkan sesuai dengan judul lukisannya adalah village atau kampung, adalah realitas yang sudah terdistorsi sedemikian rupa oleh  gesture.


















Erizal AS, Lapis Alasan, 150x150 Acrilic on canvas, Ibrahim memanfaatkan gesture untuk menciptakan simbol metafor tertentu, seperti yang ingin diungkapkannya, dalam diskusi  dan gunjingan banyak alasan yang muncul untuk pembenaran, dan memiliki warna dan tektur yang beragam.











Irwandi, Tarian Kuning, 170x125 ( 3 panel), acrilic on canvas, adalah jenis lukisan di mana realitas yang sudah terdistorsi sedemikian rupa oleh  gesture, yang muncul adalah komposisi sapuan kuas di atas kanvas, yang dapat mendorong realitas baru, lukisan adalah semacam dorongan irama jiwa pelukis (lirisme). Tarian kuning bisa ditafsirkan gambaran orang berbaju kuning sedang menari (arti objektif), bisa juga dalam pengertian metaforis (kiasan).

Dapat disimpulkan pada lukisan-lukisan yang memanfaatkan gestur (pemanfaatan sapuan kuas), biasanya pelukis menggunakan kuas yang agak besar, dan objek yang dilukiskan masih bersifat representatif. Suatu representasi adalah suatu penggambaran seseorang, tempat atau benda. Sedangkan representasional adalah karya seni rupa yang  menunjukkan kenyataan suatu objek, yang terakhir  ini berseberangan dengan pengertian abstrak.

Sedangkan ekpresionisme dapat didefinisikan sebagai kekebasan mendistorsikan bentuk dan warna untuk melahirkan emosi ataupun sensasi dari dalam. Tetapi biasanya sensasi dari dalam itu dihubungkan dengan penderitaan, jadi Cara ekspresi adalah suatu kecendrungan dalam seni-rupa  yang awalnya lebih dirangsang oleh nilai subjektif misalnya dalam lukisan-lukisan jenis “Die Brucke dan Blaue Reichter” dan gejala ini dapat kita lihat pada  lukisan-lukisan “post-ekpresionisme. . Dalam sebuah pribadi (perupa maksudnya) ditemukan akan kesadaran isolasi, dan  keterpisahan, serta adanya kesedian perupa untuk menemukan inspirasi dalam isolasi itu. Umumnya Seni-rupa  Ekpresionisme dipandang sebagai sarana untuk menginterpretasikan dunia dalam diri perupa  atau dunia emosi.

Percikan (5). Seni Lukis Abstrak

Banyak orang berpendapat bahwa seni rupa moderen itu adalah seni abstrak, dalam kenyataannya "arus besar" (mainstream) seni rupa moderen memang cendrung abstrak. Namun demikian beberapa  perupa moderen seperti Salvador Dali, Willem de Kooning, Pablo Picasso bukanlah perupa abstrak.

Walaupun kata  abstrak itu menunjukkan suatu kata sifat (adjektif); kata abstrak juga dapat dianggap sebagai kata kerja. Sebab mengabstraksikan artinya adalah menggenalisir. Di contohkan oleh Atkins (1990:35) tentang proses representasi dan abstraksi tentang gambaran sebuah wajah manusia; yang disebut abstrak disuatu pihak dan representasi dipihak lain,  yang diproses dengan menghapus bagian-bagiannya.

Misalnya ada duabelas gambar yang sama dari suatu wajah. Gambar pertama memperlihatkan representasi yang lengkap dan sangat detail. Gambar kedua dan seterusnya beberapa bagian sudah dihapus, dan yang terlihat adalah sketsa saja yang memfokuskan pada mata. Gambar kesepuluh dan seterusnya hanya memperlihatkan jenis kelamin. Akhirnya gambar ke duabelas hanya bentuk oval tanpa isi. Proses ini disebut dengan abstraksi. Disimpulkan bahwa pertentangan antara abstraksi dan representasi adalah suatu batas-batas dari sesuatu yang menerus (continuun). Gambar pertama disebut dengan representasi, sedangkan gambar keduabelas adalah abstrak. Gambar ke seepuluh lebih abstrak dari gambar kedua. 

Sifat abstrak dan benda abstraksi sebenarnya dipengaruhi oleh proses pengerjaan. Jadi imaji abstrak sebenarnya dilatarbelakangi oleh realitas juga, seperti gambar keduabelas yang disebut abstrak, atau pemberian bentuk atau sesuatu, yang inheren (melekat) dengan sesuatu yang nonvisual. Misalnya warna merah, yang dapat merepresentasikan bahaya.  Ide-ide tentang sensasi yang ditimbulkan oleh sebuah musik, rupa atau tulisan yang populer pada abad ke 19, yang disebut dengan  "Synesthesia", membantu kita untuk memahami apa yang disebut dengan "abstraksi". Sistem tanda dalam bidang bahasa mungkin contoh  lain dari abstraksi.

Beberapa pelukis  yang memiliki kecendrungan seni abstrak antara lain : Randi Pratama “Celebrating The Rain”, dan Hamzah dengan judul “Ada Antara Tumpukan”.



Randi Pratama “ Celebrating The Rain”


Hamzah dengan judul “Ada Antara Tumpukan”.

Kiasan  (Allegories), Metafora

Kiasan adalah suatu imaji dari sebuah cerita yang berhubungan dengan sesuatu hal, misalnya tentang konsep mengenai kebaikan  dan keburukan. Meskipun Simbol dan alegori memiliki hubungan, penggunaan simbol terkait dengan makna yang disepakati, walau antara simbol dan alegori  berbeda namun agak sulit membedakan makna keduanya.

Banyak lukisan simbol yang berakar dari realitas, misalnya simbol simbol cinta berbentuk hati. Namun allegori tidak seperti simbol, misalnya kesadaran tentang hubungan Venus dengan cinta yang romantis sifatnya abitrer. Yang memiliki hubungan langsung dengan allegori adalah personifikasi, misalnya seseorang yang berdiri di depan, mengkiaskan pemerintahan yang baik. Secara tradisional penggunaan kiasan, adalah dengan adanya sebuah informasi disamping sebuah karya seni, berarti pengamat harus mempelajari kiasan tersebut dari referensi tertentu.

Penggunaan allegori adalah sebuah tahap gaya pada seni Barat, yaitu saat para seniman mencoba mulai untuk mencari makna karyanya melalui berbagai tulisan, biasanya berasal dari  literatur lama. Beberapa seniman yang menggunakan allegori ini  antara lain Max Beckman, Georges Brague, Giorgio de Chirio, Max Ernst, Paul Gauguin,  Ferdinand Leger, Jose Clemente Orozco, Pablo Piocasso dan Odilon Redon, tema yang mereka ambil umumnya menyorot tentang kemanusiaan.

Beberapa perupa dan karya seni sekitar tahun 1950 sampai pertengahan tahun 1970-an, masih sedikit bersifat alegoris, misalnya pada karya-karya pelukis New Realis (realis baru), seperti pada pelukis Jack Beaal. Pada gerakan Posmoderen allegori ini berubah. Kembalinya imaji historis dan figuratif, seakan-akan bertentangan dengan seni abstrak. Pelukis Amerika Robert Colescott, menggunakan istilah "masterpieces in Black face", yang  menggambarkan kiasan tentang rasialisme di Amerika. Kecendrungan formalisme dalam seni moderen, memang memiliki  kelemahan yang mendasar, yakni melecehkan fenomena makna sehingga dia terjebak pada fenomena perseptual-formal-kongkrit semata. Sebagai salah satu jalan keluarnya para seniman menggunakan allegori, simbolisasi dalam karyanya.

Gejala gejala alegoris ini jelas terlihat dari judul-judul karya yang memperlihatkan secara tipis antara judul dengan objek yang digambarkan. Misalnya pada karya  Yasrul Sami, dengan “restorasi” nya, kemudian Gusmen Heriadi “ Dendang Bentang”, Martwan M- “Hilang”



Karya Yasrul Sami, “Restorasi”, alegoris yang abstraksinya tinggi.

Jelas sekali pelukis  membuat sesuatu melalui simbol, simbol tertentu, kita dapat memeriksa  lukisan yang latarnya didominasi warna tanah, coklat muda yang merupakan lambang bumi atau tanah. Dan di lukis memanjang ke bawah125x225. Kemudian meletakkan objek-objek yang mengabur di sebelah kiri atas yang mengeriput yaitu tempelen kertas yang di lem, kemudian dua objek yang sama pada kanan bawah, ketiga objek itu bertabur cat yang meleleh berwarna coklat sampai ke bagian bawah lukisan. Dan ketiga objek itu merupakan tokoh cerita, atau figur dalam lukisan ini, yang melambangkan keterpisahan, ketidak harmonisan dan ketidaksatuan. Kemudian ada jejak-jejak angka 4  di bagian kanan di tengah dan kiri bawah. Kita bisa saja menafsirkan semua itu merupakan simbol-simbol dari tajuk restorasi  (perbaikan). Dimana dalam perbaikan itu tidak ada kesepakatan dan berdarah-darah. Angka empat dan bentuk gonjong pada bagian bawah kanan lukisan ini berasosiasi dengan simbol  dan tradisi Minang. Secara keseluruhan lukisan ini mudah di tebak bahwa adat Minang itu jelek, sebab masyarakatnya pecah dan tidak bersatu.


Karya Gusmen Heriadi “ Dendang Bentang”

Dalam lukisan ini Gusman menggambarkan ojek-objek yang sama sekali tidak mudah dikenali, kecuali bentuk-bentuk dasar seperti bulatan putih  sebagai lambang yang bersih, kemudian bentuk kelopak bunga di bagian atasnya berwarna merah muda, kemudian ada bentuk monumen kecil warna biru di bagian tengah atas. Semua objek ini berlatar warna abu-abu. Secara keseluruhan lukisan ini menggunakan warna ceria, dan judul lukisan ini “dendang” adalah nyayian atau lagu. Sedangkan bentang  asalnya sebenarnya bahasa sunda, yang artinya “bintang:. Dari judul kita bisa menginterpretasikan makna lukisan ini tentang sebagai nyayian bintang, jika memang ini yang dimaksud maka objek yang digambarkan bisa jadi adalah seorang artis yang sedang menyanyi.



Martwan M- "Hilang"

Pada lukisan Marwan yang berjudul hilang, mudah ditebak dan menginterpretasikann, sebab kata “hilang” , berasal dari kiasan “hilang di telan bumi”, dan tanda-tanda bumi adalah warna coklat muda yang mendominasi lukisan ini. Kemudian rongga putih  di tengah lukisan menggambarkan rongga atau lobang.

Alegori Seni Naif

Ungkapan kenaifan, sebenarnya bagian dari seni narasi, tetapi dengan mengkias (Alegories). Menurut kaca mata Barat Seni Naif, diciptakan oleh perupa yang tidak memiliki pendidikan formal yang baik, namun mereka memiliki obsesi untuk menciptakan karya seni rupa. Seni Naif ini terlihat innosen, kekanakan dan memiliki spontanitas dan biasanya sederhana. Para perupa naif memiliki komposisi dan teknik yang mapan, dan banyak diantaranya yang memiliki konsistensi dalam  berkarya.  Sebuah sinonim virtual dari Seni Naif adalah "Outsider Art", (seni rupa orang pinggiran), meskipun pengertian yang terakhir ini sedikit banyaknya berkaitan dengan seni rupa pinggiran dari masyarakat "mainstream" (arus besar), seakan berbau psikotik.


Norma Fauza “Memilih Duka”

Percikan (6) Seni Konsep (Conceptual Art),  Seni Rupa yang Mengabaikan Material  

Umumnya perupa Konseptual lebih mengutamakan gagasan atau ide dari pada yang lainnya. Mereka menawarkan sikap ekstrim, yang berkeberatan  dengan media seni rupa konvensional, dan mencari kemungkinan yang  paling radikal dengan konsep dan sungguh-sungguh memperjuangkannya pada karya mereka. Konseptual Art dapat disatukan oleh suatu sikap penggunaan bahasa verbal, dimana bahasa, ide  menjadi penting dalam seni. Sedangkan aspek visual yang menyenangkan mata hanyalah bersifat sekunder, apa saja halal dilakukan, baik yang puritan, yang berpengaruh atau tanpa pengaruh secara visual.



Nasrul, “Tampak Luar”


Romi Armon “Menyentuh Rasa Mencari Kemungkinan”

Sejak kehadiran Seni-rupa Konsep pengkotakan seni-rupa yang satu dengan yang lain secara fisik mulai kabur. Seni-rupa konsep mengambil (annexation) hampir semua potensi jenis seni-rupa maupun tidak seni rupa. Mereka menemukan nuansa baru dalam seni-rupa sebagai pengganti lukisan atau patung. Bahasa, surat kabar, majalah, advertising, pos, telegram, buku-buku, katalogus, foto copy, filem, video, anggota badan, penonton, bahkan dunia ini  isa dijadikan medium maupun objek seninya. 

Percikan  (7) Seni Optik (optical Arts)

Menurut Murray ), Seni Optik didasari oleh gagasan pelukis atau pematung yang dapat membuat efek-efek optik  yang mampu untuk menghasilkan kesan ilusi ( sebagian dari karya itu mengesankan gerak dan kedalaman yang disebut kinetik).  Tetapi menurut Smith, gagasan ini dikembangkan oleh jurnalistik yang suka mengelompokkan gaya-gaya seni sesudah gaya Seni Pop [1]). Menurut Smith,  lukisan optis, akarnya ada pada tradisi Bauhaus, dan Seni Optik adalah akibat dari berbagai eksperimen yang telah dirangsang oleh Bauhaus.

Sebagai sebuah nama, Seni Optik telah digunakan secara umum sejak musim gugur tahun 1964, yang diterapkan secara bebas pada karya-karya yang mengeksploirasi warna kromatis atau atas karya yang berhubungan dengaan arti ganda. Dalam kenyataannya setiap lukisan berhubungan dengan ( seperti yang dijelaskan oleh Josef Albers) : ‘ ketidak sesuaian antara kenyataan fisik dan kesan psikis’. Istilah Seni Optik ini diciptakan di Amerika Serikat , dan digunakan pertama kali di surat kabar Time (oktober 1964) dan dua bulan kemudian menjadi berita utama di Life.



Lukisan Yan Indra "Konstruksi Huruf-Huruf dalam Dimensi Ruang II"
Memang tidak semua seniman ingin mengemukakan konsep, berekspresi atau berkias dan melukiskan lambang-lambang tertentu dalam karyanya. Ada saja perupa yang ingin bermain dengan ilusi optik. seperti karya Yan Indra (2018) ini. Yaitu menggunakan huruf (font) semagai media menciptakan ruang ilusi. Jenis seni ini termasuk seni konkret, yang tidak dibebani oleh makna tertentu, dan semata bermaksud menggelitik mata untuk menciptakan ilusi.

Penutup

Tidak semua karya yang dipamerkan di bahas pada tulisan ini-- namun paling tidak --semua model katya seni yang diuraikan di atas, adalah beberapa pengaruh yang mungkin kepada para perupa secara langsung atau tidak lansung, baik belajar melalui otodidak maupun akademis. Sebaliknya klaim atas pengaruh ini juga bisa kurang tepat, sebab ini hanya baru dugaaan (interpretasi), tetapi paling tidak uraian ini sebenarnya ingin membongkar kesamaan-kesamaan konsep seni yang sudah ada selama ini digunjingkan di dunia kesenirupaan dengan yang apa yang dipamerkan pada pameran "Kapacak" yang di pamerkan di Museum Bung Hatta, pada  tanggal 11 hingga 17 September 2018, di kota Bukittinggi, Sumatera Barat.


Padang, 18, Nopember, Akhir Tahun 2018


Lihat di sini bagian awal tulisan


[1]  )Edward Lucie Smith, Opcit.170







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda, jika ingin menggunakan emotion, silahkan klik emotionnya, dan kopy paste kodenya dalam kotak komentar

Sering dilihat, yang lain mungkin juga penting