Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis blog ini

Rabu, 28 September 2011

Sejarah Pendidikan Desain di Mancanegara dan Pengaruhnya terhadap Pendidikan Seni Rupa dan Desain di Indonesia

Oleh
Nasbahry Couto

Pengantar

 Pada kesempatan ini penulis ingin menyumbang pemikiran tentang bagaimana perkembangan Pendidikan Desain. Pendidikan Seni (fine arts maksudnya), memang memiliki sejarah panjang ketimbang pendidikan desain, hal ini dapat dilihat dalam bentuk pendidikan formal maupun nonformalnya.[1]  Seperti yang diketahui pendidikan desain awalnya muncul di sekolah Bauhaus (1919) di Jerman, kedua jenis pendidikan ini (seni dan desain) kemudian menyatu kembali di bawah induk  pendidikan seni visual.[2] Bahkan sekarang dikenal pula pendidikan seni dan budaya. Bagaimanakah kondisi pendidikan desain di Indonesia? Pada pendidikan umum (SD,SMP,SMU), ilmu desain umumnya  kurang begitu dikenalnya di Indonesia, kecuali seni terapan, tetapi seni terapan tidak sama dengan ilmu desain. Apakah hal ini akibat orang suka mengarang-ngarang ilmu, atau apakah ini akibat pendidikan seni berinduk kepada pendidikan seni dan budaya? Penulis berpendapat bahwa pendidikan seni dan budaya di sekolah umum di Indonesia adalah pengaruh gerakan  "Art and Craft Movement di Eropah abad ke 19. Jika ini ya, maka sejarah lama di Eropah telah berulang kembali di Indonesia. Baca juga artikel ini, dan perbedaan hakiki antara seni dan desain,dan ini



  Sejarah Singkat Pendidikan Desain Mancanegara


 Gejala Paling Awal, 
Earliest Symptoms
Seperti yang diketahui pandangan terhadap kedua jenis pendidikan ini (seni rupa dan desain) dimulai dari tradisi berpikir tentang produk visual, selanjutnya bagaimana prinsip-prinsip visual dan teori visual itu disusun dan dikembangkan dalam pendidikan seni rupa di Eropah dan Amerika. Yaitu  bagaimana evolusi pendidikan visual itu, sehingga terbentuk pengetahuan visual yang ada sekarang ini. Uraian ini sebenarnya dapat digali dari buku-buku sejarah seni rupa (Art) dan Desaign yang tersedia di perpustakaan dalam hal ini yang dimaksud dengan seni visual adalah seni rupa, desain dan arsitektur. Kemudian kriya/craft (kerajinan) dimasukkan ke dalam  bidang desain.
Dengan melihat penjelasan singkat dari peristiwa sejarah itu, berguna bagi kita untuk membandingkan perkembangan pendidikan seni rupa, desain dan arsitektur di tempat asalnya dengan di tempat lain seperti Indonesia. Bahan ini juga penting untuk memahami, bagaimana pengaruh yang timbul terhadap pendidikan seni rupa, desain dan arsitektur hari ini dan untuk menjawab pertanyaan sebab dan alasannya kenapa terjadi demikian. Asal mula pendidikan ini adalah dalam rangka memahami fenomena bentuk (form), baik dalam seni rupa, seperti mematung, melukis, arsitektur. Hal ini dilakukan  melalui prinsip-prinsip atau ide tertentu, kemudian muncul teori-teori tentang ini.Diantaranya yang populer adalah gagasan tentang pembangkit bentuk (form generator) atau generator of form.
Menurut Wallschlaeger (1991) Banyak dari teori-teori klassik tentang order (tata atur), harmony (keselarasan), proportion (proporsi), dan scale (skala) yang masih digunakan sampai saat ini oleh praktisi seniman, desainer,  pembangun, serta pengrajin benda pakai (utilitarian craftsmen) Teori-teori dan konsep visual tersebut dipakai untuk inovasi dan mengatur kreatifitas bentuk, bentuk bangunan dan produk-produk komersil untuk industri.
Menurut Barnes (2004), Wallschlaeger (1991). Sejarah pendidikan visual ini dapat ditelusuri di Eropah, khususnya pada zaman Pertengahan sekitar abad ke 13–15, seniman, arsitek, atau pekriya belajar konsep visual dan ketrampilan profesional melalui sistem yang disebut gilda atau guild, yaitu perkumpulan usaha sejenis yang bergerak pada usaha atau ketrampilan tertentu. Misalnya gilda pematung atau tukang batu. Para murid disebut aprentis (apprentice = murid), semacam pembelajaran yang diturunkan dari seorang ahli ke murid di tempat kerjanya sendiri. Pembelajaran cara seperti ini, oleh master tanpa mengambil lokasi tertentu, seperti sekolah konvensional sekarang.

Gilda sebagai serikat kerja sejenis di Abad Pertengahan, sumber Ecyclopedia, 1995.

Namun, para murid umumnya anggota kerabat dekat, atau kenalan yang dipercaya, belajar di rumah sang Master. Pendidikan dan kerja aprentis, awalnya mirip pelayan sang master. Para master, mendidik murid melalui “tangannya sendiri” dan para murid meniru cara kerja dan corak karya gurunya secara pelan-pelan dan pasti.
Pendidikan ini memiliki peringkat, dimana peringkat pertama disebut dengan tahap apprentice. Kemudian tahap journeyman atau penjaga toko dan kantor. Akhirnya, setelah beberapa tahun atau minimal tujuh tahun, yaitu lima tahun, ditambah dua tahun di toko atau pelayanan jasa usaha sang master.  Murid, boleh mendapat gelar “ master craftsman” , yang artinya dia telah diakui menjadi ahli dan telah trampil pula. Misalnya dalam bidang jasa pembuatan patung atau sepatu

 Sambungan
Pada era Renaisan (abad ke 14-15) atau “kelahiran kembali, yaitu era populernya kembali gagasan seni rupa, literatur dan ilmu klasik (Yunani kuno), mulai muncul beberapa teori dan konsep baru yang mengemuka dalam bidang seni visual, misalnya dalam hal gambar-menggambar.
Orang Italia bernama Brunelleschi dan Alberti mengemukakan teori gambar perspektif artifisial. Fra Luce De Pacioli dan Leonardo Da Vinci, mengemukakan teori proporsi. Selanjutnya, Sir Isaac Newton mengemukakan tujuh langkah teori warna, LeBlon mengemukakan teori warna pigmen warna merah, kuning, dan biru blue dan Harris tentang tabel warna.
Nama-nama ini mungkin asing bagi orang Indonesia, tetapi lumrah bagi orang Eropah. Sebab, nama ini banyak ditemukan dalam literatur sejarah Eropah. Nama-nama ini sering didiskusikan dalam literatur-literatur Barat bidang seni rupa dan desain dewasa ini.
Perkembangan yang berarti lainnya adalah penemuan alat cetak-tekan dan produksi buku-buku, yang berhubungan langsung dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi mengenai manusia umumnya, khususnya di bidang seni visual. Misalnya temuan mesin cetak tekan oleh Guttenberg.
Pada era Barok (Baroque) di Eropah (setelah zaman Renesan), muncul seni lukis, seni patung dan arsitektur yang bercorak dinamis, ornamentik dan penuh warna, para seniman dan pekriya terinspirasi untuk menciptakan  efek-efek seni visual yang spektakular dan dekoratif.
Dapat disebut beberapa seniman besar pada zaman ini seperti Annibale Carracci dan Caravaggio (Italia), Diego Velazquez (Spanyol), Peter Paul Rubens (karya Rubens yang lengkap di Artsy.net), dan  Anthony Van Dyck (Flam/Flemish), Frans HalsRembrandt van Rijn, dan Jan Vermeer (Belanda), dan Nicolas poussin (Perancis). Terkenal pula arsitek-arsitek seperti, Giacomo da VignolaGianlorenzo Bernini, dan  Guarino Guarini (Italia), Louis Le VauJules Hardouin, dan Francois Mansart (Perancis), Inigo Jones dan Christopher Wren (Inggris).
Pada masa inilah, dibangun beberapa akademi seni rupa yang akhirnya menjadi mapan, yang mempelajari seni rupa dan literatur disamping mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat. Tahun 1635 lahir French academy, lalu kemudian muncul  L’Ecole des Beaux Arts yang didirikan di Paris Perancis.Secara umum kurikulum akademi termasuk mempelajari komposisi gambar, proporsi, warna, dan ungkapan (ekspresi). Mempelajari dan meniru seniman atau pekriya master yang diakui secara luas dalam dunia pendidikan Seni Rupa saat itu.
Gambar revolusi Industri, tenaga manusia digantikan dengan mesin. Penemuan mesin cetak, sumber Ainsley, 2001

 

Era revolusi Industri

Industrial revolution era

Selama Revolusi Industri dan melalui zaman Viktoria, ekonomi Inggris Raya menumbuhkan industri massal. Kemudian tumbuh pula tuntutan untuk menciptakan industri dengan cara baru yang murah dalam memproduksi barang. Pada saat itulah, industri di Inggris tumbuh industri baru yang bersifat massal dengan meniru buatan tangan manusia.
Cara baru ini, memungkinkan berkembangnya desain produk untuk industri. Akibatnya, terjadi modifikasi dalam pola dunia pendidikan, yang secara praktis segera mengikuti pola dunia industri. Selanjutnya, saat itu segera pula terpantul kebutuhan sosial terhadap material dan pelayannya yang lebih baik atas jasa produk industri. Banyak seniman dan pekriya memprotes perubahan tersebut karena merasa produknya di bidang seni rupa dan kriya tersaingi oleh industri, yang bersifat massal. Sebagai akibatnya, maka muncul kelompok gerakan yang bernama Arts and Crafts Movement, di Inggris yang dipimpin oleh William Morris, dimana mereka menolak kegiatan dunia desain dan produksi massal itu.


Kurikulum Pendidikan Desain Henry Cole
Henry Cole of Education Curriculum Design
Kebutuhan untuk mengatasi desakan dunia industri, memungkinkan terjadinya dua arah perkembangan pendidikan seni rupa. Arah pertama dipelopori oleh  Henry Cole, yang berkehendak melayani industri melalui reformasi kurikulum seni rupa dan desain; yang berakibat langsung kepada pendidikan visual yang formil. Percobaan¬percobaan untuk mereformasinya nampaknya menemukan kegagalan, karena kurang kuat sumbangan mereka untuk pengembangan objek-objek desain yang dipakai untuk industri saat itu.

Arts and Crafts Movement

Arah yang kedua adalah pada gerakan Seni Rupa dan Kriya (Arts and Crafts Movement) yang di pelopori oleh William Morris. Morris dan banyak pengikutnya menganggap, bahwa industrialisasi itu justru merusak tujuan-tujuan kemanusiaan dan kebudayaan. Mereka beranggapan bahwa penghilangan dekorasi adalah akibat kebutuhan sistem produksi massal. Yang menentang beranggapan bahwa dekorasi adalah biaya tambahan bagi produk.
Gambar Desain gaya Morris, gaya art and craft movement, 
ingin bergaya Inggris,sumber Ainsley, 2001

Bagi Morris dan pengikutnya beranggapan produksi massal adalah jalan untuk melenyapkan ciri khas budaya Perancis, Inggris dan sebagainya. Dia mendorong pengikutnya untuk meneruskan praktik pembuatan barang sejenis yang dibuat melalui buatan tangan, secara individual dan mengandung nilai seni dan budaya. Morris, menganjurkan untuk menolak buatan pabrik yang sifatnya massal, yang dianggap hanya menguntungkan kaum pemilik modal. Gerakan Seni Rupa dan Kriya ini (Arts and Crafts Movement) tidak berkenan untuk mengadakan penyesuaian seni rupa terhadap perubahan yang ditimbulkan oleh daya dan tenaga industri. Henry Cole dan pengikutnya, setuju untuk memberikan konstribusi pada buatan industri yang baik bagi konsumsi dan bersifat massal; dia memproklamirkan adanya kebutuhan perubahan kurikulum pendidikan bagi seniman dan pekriya. Kegelisahan dan hambatan filosofis ini, terpancar pada keinginan untuk pembentukan dunia baru bagi pendidikan desain, dan pada penerimaan atau penolakan terhadap dunia mesin dan teknologi yang relatif baru bagi terbentuknya bidang profesi baru. Hambatan filosofis ini menemui puncaknya saat terbentuknya reformasi oleh pionir-pionir gerakan desain yang dibentuk pada abad ke 20.

Abad ke 19: sekolah Bauhaus di Jerman 19th century: Bauhaus school in Germany

Pendidikan Seni Rupa, Desain dan Arsitektur yang sebenarnya, mulai muncul kira-kira tahun tiga puluhan pada abad ke 19, yaitu sejak 1830 sampai pada permulaan tahun 1900-an. Saat ini mulai terlihat ikatan yang kuat antara desainer dengan - industri yang bersifat mekanistik.

Gambar Tiga tempat sekolah Bauhaus di Jerman,sumber Ainsley, 2001

Pada zaman ini, muncul kesepahaman berbagai pihak di Inggris, terutama seniman, desainer serta arsitek negara Eropa atau di kontinen ini untuk merealisasikan sokongan mereka terhadap industrialisasi. Terutama adanya persetujuan perubahan pada teknologi, material dan proses-proses baru yang berguna dipakai untuk mengontrol kerja mesin. Kesepahaman ini secara langsung memberikan arah baru dalam pendidikan desain, misalnya pendirian sekolah Bauhaus, tahun 1919 di Jerman dibawah pimpinan Walter Gropius. Gropius sebagai seorang arsitek  yang berasal dari kota Berlin membantu menjembatani gap atau penghalang antara seniman, arsitek, dan de-sainer dan pada sistem industri yang dipakai. Pentingnya kedudukan Bauhaus sebagai badan yang mengembangkan ide baru dalam seni rupa, arsitektur dan desain, berhubungan dengan persepsi baru dalam dunia teknologi dan kriya. Salah satu pengaruh besar yang dipancarkan, adalah pemikiran tokoh Bauhaus Johannes Itten, dialah yang pertamakali mengorganisir dasar-dasar pendidikan desain.
Pengajaran Bauhaus ini penting sebab memberikan keseimbangan pada pendidikan formil dengan pendekatan studi secara mendasar terhadap karakteristik material, prinsip-prinsip dan elemen-elemen bentuk benda, dan akhirnya menjelma menjadi silabus Bauhaus yang penting pada tahun 1923. Dengan demikian maka tercipta model silabus pendidikan visual yang mantap. Sejak ditutupnya Bauhaus tahun 1933, sekolah ini justru telah memberikan kekayaan bagi tradisi, gerakan pemikiran seni rupa, arsitektur dan desain untuk program pendidikan formal di Amerika dan Eropa. [6]
Gambar Kurikulum Bauhaus, Sumber Ainsley (2001)
Karya-karya tokoh Bauhaus pada abad ke 20,sumber Ainsley, 2001

Bauhaus baru di Amerika dan negara lainNew Bauhaus in America and other countries


Perkembangan pendidikan senirupa, desain dan arsitektur di Amerika mulai terangkat pada abad ke 20. Misalnya, tahun 1934 Carnegie Institute of Technology (sekarang Carnegie- Mellon University) mulai mendirikan Department of Industrial Design pertama pada universitas atau college di Amerika semasa pimpinan Donald R. Dohner. Dia dibantu oleh  Alexander Kostellow, untuk membuat  sebuah peringkat (de-gree-granting) program undergraduate pada desain industri. Kurikulumnya memerlihatkan rencana pendidikan desainer untuk bekerja di industri sekaligus memerlihatkan struktur dasar-dasar perkembangan  teoritik pendidikan visual .
Juga pada tahun 1935, sekolah khusus yang disebut dengan Design Laboratory didirikan melalui pendanaan Works Progress Administration (WPA) di kota  New York. Sekolah ini menseting  profesional training dalam bidang industrial design namun sekolah ini bukanlah pendidikan yang bersifat privat.


sumber,sumber Ainsley, 2001

Kurikulumnya didasari oleh konsep pendidikan Bauhaus, mereka juga memberikan supplemen course work melalui training pada manufacturing processes dan merchandising.
Pada tahun 1936 dengan sokongan WPA. Federasi Arsitek, insinyur, ahli kimia dan ahli teknik merancang sokongan kepada labor Design yang kemudian diganti dengan nama Laboratory School of Industrial Design. Menurut John McAndrew (seorang kurator arsitektur pada Museum Modern Art di Amerika) sekolah inilah yang pertama di Amerika yang mengembangkan kurikulum dengan menggunakan berbagai lapangan profesi dibidang industrial design yang dirumuskan oleh Arthur Pulos, ( The American Design Adventure, 1940-1975 Cambridge. MA: MIT Press, 1988), hal. 164).

Tahun 1936 Donald Dohner menyetujui kerjasama antar fakultas di Pratt Institute di Brooklyn, New York, mengembangkan program Industrial Design. Kemudian pada tahun 1938 Dohner mengundang Alexander Kostellow dan Rowena Reed Kostellow (penemu pendidikan desain tiga dimensi) untuk mengajar di Pratt. Dibawah direksi Dohner, Kostellow, dan fakultas lainnya, program industrial design baru dikembangkan di bawah Dekan James Boudreau. Pada saat itu, Pratt memindahkan satu atau beberapa program yang berarti kepada kelompok seni rupa dan desain industri. Kostellow adalah pionir dan penemu dan memantapkan dasar-dasar bagi berbagai program semacam ini yang berpengaruh  di berbagai program seni rupa dan desain di Amerika.
Pada akhir tahun 1930-an fakultas ini pada Cranbook Academy of Art  sudah mendapat reputasi secara nasional maupun internasional, termasuk tokoh-tokoh pembinanya seperti Walter BaermannCharles EamesRay KaiserHarry WeeseHenry Bertoia, dan Eero Saarinen. Pendidikan mereka ini memberikan konstribusi yang berarti dan berpengaruh bagi perubahan-perubahan pada Industrial Design di era paska Perang Dunia II. Antara tahun 1937-38  New Bauhaus (Bauhaus Baru) muncul di kota Chicago di bawah direksi Moholy-Nagy.
Program instruksional pada New Bauhaus merefleksikan prinsip-prinsip asli dari Bauhaus yang asli, namun kemudian dirubah dan disesuaikan dengan tujuan¬tujuan baru; program ini memiliki struktur yang baru, tetapi sangat ambisius dalam pelaksanaannya. Selama periode 1939-44 New Bauhaus kemudian berubah menjadi School of Design di bawah direksi Moholy-Nagy.
Walter Paepcke adalah penyokong dana yang mensuport sekolah ini, dan  Gyorgy Kepes kemudian bergabung dengan fakultas ini. Kemudian tahun 1944, School of Design ini berubah menjadi Institute of Design dan mendapatkan statusnya sebagai college (PT). Sesudah tahun-tahun ini maka terjadi beberapa perubahan struktur dan kepemimpinan sekolah ini. Serge Chermayeff menjadi direktur tahun 1946, dan tahun 1949 Institute of Design masuk kepada Illinois Institute of Technology. Sebagai akibat langsung maka, sekolah ini berubah statusnya menjadi universitas.

Pengaruh Sekolah Bauhaus Influence of the Bauhaus School

Tahun 1951 Serge Chermayeff duduk sebagai pimpinan, kemudian  arsitek Crombie Taylor selama tahun 1955, saat Jay Doblin menjadi pimpinan institut. Di Eropa, pada saat yang sama, Hochschule fur-Gestaltung dibuka di Ulm Jerman, tahun 1955 di bawah direksi arsitek Swiss Max Bill. Bill mengikuti konsep dan filosofi Bauhaus dan filosofif Serge Chermayeff pada institute of Design di kota Chicago di bawah direksi Thomas Maldonado.
Sekolah Ulm ini memodifikasi arah pendidikan dan segera mengembangkan kepada metodologi pendekatan scientific, social, economi aproach untuk solving problems (pemecahan masalah). Sama seperti Bauhaus, Ulm School menyatukan beberapa fakultas dan profesi desainer, arsitek, ahli teori dan metodologi, teknolog, dan sejarahwan yang pada dasarnya berbeda-beda ke dalam wadah pendidikan desain. 
Fakultas ini menjadi fakultas yang dinamis begitu juga tingkat pemikirannya yang dapat menciptakan dasar pemikiran filosofis yang baru pada pendidikan desain, yang besar pengaruhnya pada berbagai program yang bersifat nasional dan internasional sejak tahun 1960-an. Sebagai tambahan Max Weber yang mengabdi sejak 1951 sampai 1956, adalah Rektor sekolah Ulm, kemudian sebagai board administratif sejak 1961¬1963; adalah Otl Aicher, Thomas Maldonado 1964; Herbert Ohl,1966-1968; the Ulm School kemudian di tutup. Namun bentuk sekolah dan dasar pemikiran filosofis, serta cara–cara pengajaran institut ini berpengaruh kepada berbagai negara termasuk Amerika, Eropa dan Asia.
Kemudian pada akhir tahun 1960-an dan 1980-an terbentuk program baru seperti Department of Industrial Design pada Ohio State University di Amerika yang melanjutkan pola pendidikan profesi yang memiliki akses kepada industri, pendidikan ini bersifat dinamis dan berubah-rubah atas hubungan logis antara dunia industri dan dunia pendidikan. Perubahan itu adalah atas pengembangan pemecahan masalah pengetahuan tradisional dan non-tradisional dan pengetahuan interdisiplin, penggunaan pendekatan metode dan sistem baru dalam mendesain. Sekolah penting lainnya yang memberi makna bagi perkembangan pendidikan seni rupa, desain dan arsitektur adalah Art Center College of Design (California), Massachusetts College of ArtRhode Island School of DesignRochester Institute of TechnologySyracuse UniversityUniversity of Cincinnati, dan University of Illinois at Urbana.

Gambar bagan Percabangan bidang seni rupa dan desain tahun 2000-an di Inggris. Sumber: UCAS Trothmant  United Kingdom, 2001
(silahkan link ke universitas yang dimaksud)
Pada masa kini, perkembangan sekolah Seni Rupa, Arsitektur dan Desain demikian pesatnya, sehingga pada tahun 2001-an, sekolah seni rupa dan desain di negara-negara maju seperti di Inggris dan Jepang, sudah menjadi Institut bahkan menjadi Universitas Seni Rupa dan Desain. Di Inggris, misalnya dikenal Kent Institute of Art and DesignBirmingham Institute of Art and Design. Di Jepang terdapat Tama University of Art dan Mushashino Art University. Pada tahun 2001 saja di Inggris sudah ada ±  240 bidang studi Seni Rupa dan Desain. Hal ini menunjukkan, bahwa Pendidikan Seni Rupa dan Desain adalah salah satu ujung tombak kemajuan di negara Industri majuseperti yang terlihat pada gambar bagan (UCAS Trothmant  United Kingdom, 2001) di atas.

Catatan:(silahkan link ke universitas yang dimaksud)

Di Indonesia hanya sekolah-sekolah berbiaya tinggi yang dapat menyediakan sekolah desain untuk industri (khususnya desain produk), misalnya  Univarsitas Pelita HarapanUniversitas TrisaktiFSRD-ITBSekolah Tinggi Teknik SurabayaUniversitas Mercu Buana, Institut Teknologi Sepuluh NopemberSTSI-Telkom

Kecendrungan Pendidikan Seni Rupa, Desain dan Arsitektur Masa Sekarang-Trend of Education Fine Arts, Design and Architecture in the Present

Di negara maju masyarakat industri pada dasarnya dikembangkan dari sistem penciptaan dan penyebaran informasi. Perubahan dinamis dari masyarakat lama yang rural kepada masyarakat industri paling tidak telah berlangsung dalam dua dekade.
Bidang seni visual, arsitektur, dan desain berubah dan berlanjut sangat kompleks yaitu atas dua poros utama, pertama oleh pengembangan teknologi dan dalam produk-produknya; yang kedua atas penggunaan komputer yang membantu desain dan manufaktur. Dengan teknologi dan masyarakat yang semakin meningkat itu, mengakibatkan pengembangan terkini yang menekankan penguasaan dan aplikasi informasi untuk menghasilkan estetika baru pada profesi visual arts. Sebagai contoh, misalnya penerapan konsep de Stijl pada desain, dan banyak konsep-konsep baru yang lainnya yang muncul pada pendidikan desain.
Namun dalam profesi desain dan arsitektur, fokus utama hari ini tidak banyak bedanya dengan generasi awal profesi ini, dan diprediksi hal ini akan berlanjut juga pada masa yang akan datang. Banyak posisi-posisi yang sifatnya lebih luas atau menyeluruh dari kebutuhan pemakai untuk penghasilan, sumber-sumber, konservasi lingkungan; dan metode-metode dan kemampuan untuk memproduksi seni melalui industri yang mapan. Penyempurnaan-penyempurnaan yang dikembangkan ini secara tidak langsung mempengaruhi program-program desain dan arsitektur.
Banyak sekolah nasional dan internasional yang siap menggunakan medium CAD (Computer Aided Design) dan grafis dalam kurikulumnya. Perubahan itu juga berpengaruh kepada reorganisasi  pada pokok soal peringkat under-graduate dan graduate pendidikannya, dan sejalan dengan itu, juga terdapat perubahan dalam pendekatan pemecahan persoalan visual melalui medium komputer.
Jadi, dapat ditarik garis paralel permasalahan antara pendidikan arsitek dan desain, semasa revolusi industri. Antara lain, perubahan pendidikan desain yang merubah pendidik untuk mempromosikan inovasi teknologi dan penggunaan komputer sebagai alat bantu utama untuk pemecahan masalah desain.


CATATAN AKHIR-END NOTES


[1]  Dalam bentuk non-formalnya sudah ada sejak zaman Plato (400 SM)
[2]  Lih. Academic Standards for the Arts and Humanities,lihat pula tulisan Marvin Bartel,      
       Ed.D. Art Education dari 
       http://people.goshen.edu/~marvinpb/arted/testing/drawtest.html
[3]  Lihat Kompetensi Guru mata pelajaran Seni Budaya pada SD/MI, SMP/MTs, dan 
      SMA/MA, SMK/MAK* (Kompetensi Guru mata pelajaran Seni Budaya pada SD/MI,  
      SMP/MTs, dan 
      SMA/MA, SMK/MAK* Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia 
       Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru
[4] . Academic Standards for the Arts and Humanities, Pensylvania University
[5]  Wisconsin’s Model Academic Standards for Art and Design Education (Replaces 
      Wisconsin’s Model Academic Standards for Visual Arts dari  
      http://www.google.co.id/url?
 sa=t&source=web&cd=19&ved=0CGwQFjAIOAo&url=http%3A%2F%2Fdpi.wi.gov%2Fstandards%2Fpdf%2Fart%26design.pdf&ei=0E2BTqDAAc7OrQeb46ibDg&usg=AFQjCNH66kHSU0k_EN3ZgmrJwDnYAl064g
[6] Penutupan sekolah Bauhaus karena sekolah ini kebanyakan dikelola oleh orang 
     Yahudi, yang kemudian dilarang oleh Hitler


Adaptasi Pendidikan Seni Rupa dan Desain di IndonesiaAdaptation of Art and Design Education in Indonesia

Memahami Fenomena Desain di Indonesia

Sebagai  istilah asing yang masuk dari luar istilah desain kemudian ditafsirkan secra beragam, diantaranya adalah sebagai berikut ini.
1.      Dianggap sama dengan ‘’rancang/merancang’’ kemudian diragukan karena dinilai tidak sepenuhnya mewadahi kegiatan, keilmuan, keluasan dan pamor profesi.
2.      Sejalan dengan itu ditawarkan pula kata ‘’rancang bangun’’, namun penggunaannya lebih kepada praktek rekayasa.
3.      Kemudian dikembalikan kepada kata ‘’desain (design)’’, hal ini ditindaklanjuti dengan pembakuan nama program studi di perguruan tinggi, nama cabang ilmu, nama organisasi profesi, maupun istilah yang dipergunakan pada beberapa undang-undang perlindungan intelektual.
Asal kata
Secara etimologis kata desain berasal dari kata designo (Itali) yang artinya gambar (Jervis, 1984). Kata ini diberi arti baru dalam bahasa Inggris pada abad ke 17, yang dipergunakan untuk membentuk School of Design tahun 1836.
Makna baru tersebut dalam praktik sering diberi arti dengan kata craft, kemudian atas jasa Ruskin dan Morris dua tokoh gerakan anti Industri di Inggris pada abad ke 19 - kata desain diberi bobot sebagai art & craft (Seni Rupa dan Kriya) yaitu paduan antara Seni Rupa dan Keterampilan.
Pada masa Revolusi Industri dan beberapa dekade sesudahnya, kegiatan desain dikenal sebagai Industrial Art, Commercial Art, Applied Art, Machine Art, Decorative Art dan seterusnya.
Dalam kamus Oxford kata design (noun) berarti:  mental plan; scheme of attack; purpose; end in view; adaption of means to end; preliminary sketch for picture; delinea1ion; pattern; artistic or Iiterary groundwork, general idea, construction, plot, faculty of evolving these, invention, (verb) set (thing) apart of person; destine (person, thing) for a service; contrive; plan; intend, make preliminary sketch of (picture); draw plan of (building etc to be executed by others); be a designer; concieve mentaI plan of (Book, Work of Art).
Pemakaian Istilah dalam Bidang Seni Rupa
Dalam dunia Seni Rupa di Indonesia, kata desain sering dipadankan dengan  kata benda misalnya sebagai berikut ini.
Reka bentuk, reka rupa, tata rupa, perupaan, anggítan, rancangan, rancang bangun, gagas rekayasa, perencanaan, kerangka, sketsa íde, gambar, busana, hasil keterampilan, karya kerajínan, kríya, teknik presentasí, penggayaan, komuníkasí rupa, denah, layout, ruang (ínteríor), benda yang bagus,  pemecahan masalah rupa, sení-rupa, susunan rupa, tata bentuk, tata warna, ukiran, motif: ornamen, grafis, dekorasi.

Kemudian sering pula dipakai sebagai kata kerja yaitu sebagai berikut ini.
Menata, mengkomposisi, merancang, merencana, menghias, menyusun, mencipta, berkreasi, mengkhayal, merenung, menggambar, meniru gambar, menciplak gambar, melukiskan, menginstalasi, menyajikan karya dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan proses perupaan dalam arti luas.
Perkembangan selanjutnya, istilah desain umumnya dipakai pada setiap bidang keilmuan untuk kegiatan yang bervariasi. Dalam dunia teknologi dan rekayasa, pengertian desain mendapat tempat yang penting sebagai bagian utama dari inovasi iptek.
Sebaliknya para pemegang kebijakan dan para perencana pembangunan di tanah air, umumnya menafsirkan desain dalam konteks bidang keteknikan, sebagai rancangan rekayasa (enginering  design) untuk pandangan-pandangan yang bersifat makro. Dalam kaitan yang lebih sempit , masyarakat umum,  memahami istilah ‘’desain’’ dalam konteks yang lebih sempit lagi sebagai ‘’fashion’’ atau mode pakaian.

Pemakaian istilah oleh pemerintah
Sekitar tahun 50-an, pemerintah Indonesia menggunakan kata ‘’rancang” untuk kegiatan perencanaan yang sifatnya makro. Dalam bahasa Melayu Indonesia istilah ini  tetap memiliki pengertian yang sama hingga sekarang. Misalnya kita mengenal lembaga Dewan Perancang Nasional dan Biro Perancang Nasional. Kata ‘’rancangan’’, kemudian mengalami ‘’penyempitan makna’’ sejalan perkembangan kebahasaan dan diterapkan pada kegiatan yang terbatas. Sedangkan sebagai kata pengganti untuk lembaga pemerintah ini kemudian menggunakan istilah ‘’perencanaan’’ (planning); yang diterapkan menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENAS)  menggantikan Biro Perancang Nasional. Namun secara historis penggunaan kata desain, tidak bisa dipisahkan dari kegiatan senirupa dalam arti luas.

Kerancuan Istilah Seni  dan Desain serta Penyebabnya
Kerancuan muncul ketika tahun 30-an dimana berbagai kalangan, terutama sastrawan memadankan kata Art dalam bahasa Inggris dengan kata ‘’seni’’ yang bermakna sebagai segala sesuatu yang indah-indah, elok, khas dan unik. Namun demikian, Sudjojono sebagai tokoh pembaharu dalam bidang Senirupa tetap menggunakan istilah ‘’gambar’’ pada penamaan PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia). Selain itu Simon Admiral dan Reis Mulder sebagai guru gambar bangunan, menggunakan istilah ‘’ guru gambar’’ untuk pendidikan senirupa di THS pada tahun 40-50-an , sekolah ini sekarang disebut Institut Teknologi Bandung (ITB) dan tetap menggunakan istilah ‘’gambar’’ untuk berbagai kegiatan perupaan dan desain, termasuk di dalamnya arsitektur.
Baru kemudian ada kebijakan pemerintah menggunakan istilah senirupa untuk pendirian Akademi Senirupa Indonesia atau ASRI yang sekarang menjadi bagian Institut Seni Indonesia Yogyakarta, menyebabkan kegiatan perupaan dan keterampilan yang luas sebelumnya, berubah menjadi spesifik dan mengarah kepada kegiatan olah rasa dan keterampilan berekspresi. Istilah Senirupa dipakai secara luas dan formal dipadankan dengan dengan kata fine art. Dapat dikatakan bahwa pendidikan desain yang pertama di Indonesia adalah di ITB Bandung.
Pendidikan Desain Pertama yang Mengadaptasi Pendidikan Desain Mancanegara
Dalam perkembangannya tahun 1969, cabang pendidikan Seni Interior kemudian dihapus dan diganti dengan kata  desain. Kemudian sejalan dengan tuntutan zaman, istilah ini dipakai sebagai penamaan jurusan baru pada tahun 1971, yaitu jurusan desain produk, jurusan desain interior, jurusan desain grafis, jurusan desain tekstil (istilah jurusan kemudian diganti menjadi studio, dan sejak tahun 1984 diganti lagi menjadi program studi).
Pada akhir tahun 80an, kecenderungan yang kurang meluas dalam menggunakan sebutan seniman bagi mereka yang berkarya seni rupa, oleh para pengamat seni rupa dirubah menjadi perupa sebagai sebutan baru bagi mereka yang menggunakan sarana multimedia, seni instalasi dan pembuat karya rupa yang sarat dengan konsep pembaruan.

Status Keilmuan yang Tidak Jelas: Keraguan dalam mengadaptasi
Dalam UU Pendidikan Tinggi tahun 1980, bidang senirupa dan desain ditempatkan di bawah naungan ilmu budaya. Kebijakan ini nampaknya kurang menguntungkan ditinjau dari sudut pengembangan kelembagaan dan prioritas pengembangan pembangunan yang lebih menekankan kepada iptek. ditinjau dari sudut pengembangan kelembagaan dan prioritas pengembangan pembangunan yang lebih menekankan kepada iptek.
Cabang bidang desain bangunan atau arsitektur, dimasukkan ke bidang teknik, walaupun akar bidang arsitektur adalah bidang perupaan yang mengandung iptek, hal ini menyebabkan bidang arsitektur juga beragam dalam memberikan dasar pendidikannya, ada yang semata menekankan bidang teknik yang lainnya penekannya  bidang seni rupa dan desain secara mendasar: misalnya Singapura, Thailand dan Philipina
Di negara-negara maju, justru kegiatan desain mengalami berbagai perlembangan yang pesat sejalan dengan industrialisasi dan persaingan produk yang semakin ketat. Sebaliknya, di kalangan industri dan lembaga pemerintah di tanah air, kurang mengenal profesi ini dengan baik, sehingga menyulitkan dalam kerjasama riset atau penghargaan profesional. Persepsi positif pemegang keputusan dan pemegang kebijakan; hampir setengah abad sejak kegiatan desain ada di Indonesia, belum mengalami kemajuan yang penting.
Istilah desain juga berkembang dikalangan ilmu rekayasa, yang kemudian justru berkembang pesat sejalan dengan program pemerintah mengadakan percepatan dalam bidang iptek. Di lingkungan bidang Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Industri, Teknik Arsitektur, Teknik Kimia, bahkan Teknik Fisika, istilah ‘’desain’’ berkembang dengan penekanan pada bobot keteknikan.
Di Institut Teknologi Bandung, sejak tahun 1995, telah dirintis Pusat Perancangan Teknik dan Pusat Desain ITB di bawah pengelolaan ilmu-ilmu keteknikan. Kenyataannya, istilah ‘’desain’’ sebagai formalisasi program studi di lingkungan perguruan tinggi, tetap di bawah naungan ilmu-ilmu seni.

Kembali Ke Akar Keilmuan dan Filosofi Dasar
Desain moderen secara historis tidak bisa dilepaskan dari sejarah seni dan logika yang dimulai sejak zaman Yunani, karena dua unsur itulah yang diyakini membentuk pola pikir Barat beberapa abad kemudian.
Dari segi metodologi, desain-sama halnya dengan sains - berkembang dari konsep-konsep pemikiran Aristoteles mengenai berpikir induktif, deduktif dan silogisma, hingga berkembangnya natural science dan mekanika Newton yang kemudian melahirkan peradaban teknologis yang kita kenal sekarang. Dari segi budaya, desain tidak bisa dilepaskan dari sejarah seni rupa sejak zaman Yunani, yang kemudian merupakan dasar perkembangan peradaban Barat modern, yang juga mempengaruhi pendidikan Seni Rupa di mancanegara dan juga di Indonesia.
Seni Rupa  moderen di negara kita, sering dianalogikan dengan perkembangan sempit tentang ekspresi perasaan manusia. Sedangkan ditinjau dari hakekatnya, seni rupa adalah suatu daya kreatif berujud karya-karya yang bermanfaat bagi masyarakat. Akhirnya karena formalitas, seni rupa kerap terkotak sebagai bagian akhir dari kebudayaan fisik, sehingga sering kurang mendapat prioritas dalamCabang bidang desain bangunan atau arsitektur, dimasukkan ke bidang teknik, walaupun akar bidang arsitektur adalah bidang visual yang mengandung iptek, hal ini menyebabkan studi bidang arsitektur menjadi beragam dalam memberikan dasar pendidikannya, ada yang semata menekankan pada bidang teknik, yang lain menekankan  bidang seni rupa dan desain secara mendasar; misalnya pendidikan arsitektur di negara Singapura, Thailand dan Philipina. Dinegara-negara maju, justru kegiatan senirupa dan desain mengalami perkembangan yang pesat sejalan dengan perkembangan  dan persaingan produk industri yang semakin ketat. Sebaliknya di kalangan industri dan lembaga pemerintah di tanah air termasuk juga dunia pendidikannya  kurang mengenal profesi ini dengan baik.Hal ini menyebabkan kesulitan dalam pengembangan riset dan penghargaan profesional. Hampir setengah abad sejak ada kegiatan desain secara formal di indonesia, belum mengalami kemajuan yang penting.

UU Diknas 2003
Perubahan mendasar terjadi dengan dikeluarkannya UU Diknas Tahun 2003 yang mewajibkan pendididikan tinggi  dilaksanakan dengan standar tertentu yang mengarah kepada standar internasional.Di bawah pandangan baru ini memungkinkan suatu program studi lebih otonom, tetapi bertanggung jawab dalam implementasinya. Disadari pula, karena pendidikan adalah bagian dari pelayanan publik. Hal ini juga berhubungan dengan pandangan bahwa output pendidikan bukanlah hanya untuk konsumsi lokal atau regional, tetapi juga bertujuan agar lulusannya dapat setara dengan pendidikan mancanegara.Dalam konteks keilmuan, pandangan-pandangan baru memungkinkan untuk timbulnya cabang-cabang pengetahuan yang lebih spesifik untuk melihat permasalahan  seni rupa dan desain untuk dikaji lebih mendalam.
Beberapa catatan Tambahan
 Sebelumnya ada sekolah “school of design”, 1836 di Inggris tetapi dalam pengertian “craft”
 Sekolah desain yg moderen pertama kalinya adalah sekolah bauhaus di jerman ( 1919) di kota Weimar, sekolah ini pindah ke Dessau, tahun 1926
 Materi pendidikannya adalah gabungan ilmu seni rupa, kerajinan (craft), ilmu teknik, arsitektur  dan ilmu ekonomi (manajemen)
Tujuan sekolah ini pada awalnya adalah  rancangan produk industri massal ( mass production) atau sekarang yang disebut dengan disain produk, kemudian berkembang ke jenis desain lainnya
Sekolah ini kemudian pindah ke Amerika setelah desaka orang Jerman
Pengelolanya  direkrut oleh amerika , mendirikan sekolah/ instutut desain pertama di  amerika mis. Sekolah new bauhaus di Chicago
Pola pendidikan desain ini  menyebar dari amerika ke seluruh dunia.
 Pendidikan ini umumnya menyokong dan industriawan/multi korporat
 Kemudian timbul cabang baru seperti desain grafis, atau Desaian Komunikasi Visual, desain interior, desain lanskaping dsb.
Indonesia dan juga negara lain umumnya mengadaptasi sistem pendidikan desain di mancanegara ini.
Sekitar tahun 60-70-an beberapa dosen ITB pulang dari studi di PT Eropah dan Amerika, diantaranya Yusuf Affendi, dosen lain adalah ibu Rita Widagdo (Jerman), dan beberapa diantaranya juga dari Arsitektur.
ASRI Jogya menjadi STTSI dan akhirnya ISI, pendidikan desain dimulai dari pendidikan kriya yang dikembangkan menjadi desain dan kriya
Pada tahun  1972 dibuka jurusan desain produk, desain grafis, desain tekstil di ITB Bandung, kemudian tahun  1990 dibuka program magister Desain
Beberapa pengetahuan dasar dari Bauhaus ini kemudian diberi nama lain, diantaranya mata kuliah dasar visual, seni dekoratif dan juga diberi nama nirmana , nir = tidak, atau bebas, mana = angan-angan ( bhs. Sangsekerta), imajinasi, yang isinya tidak lain pengetahuan yang berasal dari Eropah dan Amerika. Nama ni kemudian populer di PT desain di Jakarta, Bandung dan Yogya, mungkin juga di Surabaya. Nama ini boleh saja dipakai tetapi inti ajarannnya adalah yang dikembangkan di Bauhaus Jerman.
Pusat kegiatan Desain Indonesia adalah di Jakarta Design Center
 Grafis, interior & arsitektur
 Asosiasi  keprofesian desainer  antara lain adalah berikut ini.
o   Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDDI)
o   Asosiasi Arsitek Indonesia (AAI)
o   Asosiasi Desain Produk Indonesia (ADPI) 1988
o   Sekarang sudah muncul organisasi keprofesian bidang desain lainnya , seperti untuk bidang grafis, filem dsb.

Dapat dikatakan bahwa ilmu seni rupa dan desain tidak dapat dikatakan sama dan menuntut cara berpikir yang berbeda. Ilmu seni rupa dan desain dipercaya muncul dari tradisi berpikir (dari Yunani kuno) yang diperbarui di setiap zaman. 

Sampai pada suatu saat ditemukannya ilmu standar seni rupa dan desain. Misalnya ada standar pendidikan seni yang pendekatannya bertahap seperti contoh di bawah ini. 

Dalam standar pendidikan seni, pengetahuan seni dan budaya adalah peringkat kedua setelah pengetahuan produksi seni (faktor teknologi dan produksi dalam seni). Sedangkan estetika adalah tahap lanjut, sebagai bagian dari "understanding" dan bagian dari pemahaman. 

Seyogyanya, ditingkat dasar (SD,SMP, SMA) yang yang dituntut tentunya bukan pemahaman estetik. Levelnya barangkali hanya untuk sekedar mengetahui (knowing) dan berkreasi (doing). Misalnya untuk memahami bagaimana produksi seni (teknologi seni tradisional yang berasal dari budaya). [3]. 

Artinya, ada sebuah logika berpikir dan sebuah hirarki untuk mempelajari seni dan desain, model peringkat ini dapat disederhanakan seperti model Pensylvania sebagai berikut ini. [4] 

Pertama dipelajari fenomena teknologi dalam seni (konvensional dan moderen, yaitu aspek produksi seni), yang konvensional(misalnya membatik) bisa dikaitkan dengan budaya, namun teknik dan produksi seni rupa/desain moderen tidak ada kaitannya dengan budaya. 

Tahap kedua adalah untuk memahami fenomena penerimaan sosial budaya terhadap hasil seni (pengetahuan seni dan budaya). 

Tahap ketiga adalah memahami respon kritik, yaitu memahami bagaimana manusia berpikir,memahami atau mengapresisasi karya seni itu ( bisa juga dikaitkan dengan konteks budaya). Respon estetik (mempelajari fenomena rasa keindahan atau penghayatan seseorang terhadap karya seni). Hirarkhi ini bisa juga dalam bentuk lain seperti pola Statndar akademi Winsconsin di Amerika dengan tahap-tahap sebagai berikut ini.[5].

Sekarang ini, di Indonesia pendidikan seni agak berbeda dengan di mancanegara karena di letakkan di bawah pendidikan seni dan budaya. Jika diteliti bahkan di tingkat SD, SMP dan SMU di Indonesia tidak mengenal pendidikan desain. Sebab ilmu desain dianggap sebagai ilmu seni terapan, pada hal bukan dan bisa berlainan samasekali. 

Ilmu desain tidak dikenal di sekolah-sekolah umum di Indonesia.Ilmu seni rupa juga sumir atau kabur karena pendidikan seni rupa dianggap sebagai pendidikan seni dan budaya. Menurut pengamatan penulis baik guru maupun dosen di daerah bingung tentang apa yang mesti diajarkan kepada murid atau siswa. Terutama dalam konteks seni dan budaya (lokal, nasional dan mancanegara) itu tidak ada benang merahnya, materinya bisa terkotak-kotak, terlepas satu sama lain.

1.Knowing
A: Visual Memory and Knowledge
B: Art and Design History, Citizenship, and Environment
2.Doing .
C: Visual Design and Production
D: Practical Applications
3.Communicating
E: Visual Communication and Expression
F: Visual Media and Technology
4.Thinking
G: Art and Design Criticism
H: Visual Thinking
5.Understanding
I: Personal and Social Development
J: Cultural and Aesthetic Understanding
6. Creating
K: Making Connections
L: Visual Imagination
Model Winsconsin ini menggabungkan antara ilmu seni dan desain
Timbul pertanyaan kenapa perumus pendidikan seni di negara ini ingin  hanya mengembangkan peringkat kedua dari hirarki standar pendidikan seni mancanegara ? Penjelasan tentang ini tentunya tidak ada kecuali adanya misi dan program pemerintah seperti uraian berikut ini.

“Seorang Guru harus mempunyai wawasan luas tentang seni dan budaya Indonesia sehingga dapat mengenalkan dan mengangkat citra Indonesia di tengah-tengah pergaulan internasional.”( Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010, Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah).Kemudian uraian dari - Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan (mencakup materi yang bersifat konsepsi, apresiasi, dan kreasi/rekreasi) yang mendukung pelaksanaan pembelajaran seni budaya (seni rupa, musik, tari, teater) dan keterampilan.( Kompetensi Guru mata pelajaran Seni Budaya pada SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, SMK/MAK* Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru).
Nampaknya, ketakutan bahwa seni-budaya lampau tidak dihargai muncul dari para pengambil keputusan arah pendidikan di Indonesia, sama halnya pada zaman William Morris dahulu (gerakan Arts and Craft Movement) yang takut budaya Inggris atau Perancis di gilas oleh kemajuan produksi massal.Seni dan budaya Indonesia asli memang harus dibela. Tetapi tidak harus mengorbankan pendidikan seni dan desain ( bagian yang terpenting untuk achievement), dari seni rupa dan desain. Misalnya pentingnya pendidikan seni itu untuk tujuan industri. 
Jika mental achievement ingin di kedepankan maka ilmu desain dan teknologi harus juga dikedepankan. Sebab industri seni itu bukan sekedar mengulangi apa yang ada pada masa lalu tetapi mencoba membuat yang baru dan termasuk berinovasi dengan hasil kebudayaan lama. Dalam konteks teknologi yang penting alat, teknik dan media seninya, bukan ide budaya. Konsep pendidikan seni sekarang masih sarat dengan muatan ideologi, sebab masih berpikir tentang kebesaran seni dan budaya Indonesia masa lampau dan mengulang-ngulangnya pada masa sekarang. Jika industri seni ingin di kedepankan maka ilmu desain dan teknologi harus dikedepankan. Sebab industri seni itu bukan sekedar mengulangi apa yang ada pada masa lalu tetapi mencoba membuat yang baru dan termasuk berinovasi dengan hasil kebudayaan lama. 

Dari sejarah seni kita belajar bahwa sejarah seni dan desain adalah sejarah inovasi, di mana pelaku-pelaku seni tidak dibatasi oleh budaya. Dari sejarah seni Barat kita belajar bahwa "art noveau" adalah inovasi pengaruh budaya Jepang dan "Barok" adalah pengaruh "arabesque (Arab). Seni Jawa Hindu adalah pengaruh India, seni Cirebon dan ukiran suku Dayak di Kalimantan di Indonesia pengaruh seni Tiongkok. Seni abstrak seniman  Picasso pengaruh seni Afrika. Inovasi justru muncul atas pengenalan terhadap budaya luar, bukan untuk meniru tetapi untuk mengadakan modifikasi.

Sering dilihat, yang lain mungkin juga penting