Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis blog ini

Kamis, 05 Agustus 2010

Isyarat Budaya Visual Tradisi Minangkabau dalam rangka Format Baru (Moderenitas)


Isyarat (cues) Budaya Visual Tradisi Minangkabu dalam rangka Format Baru (Moderenitas)1)
Drs.Nasbahry Couto. M.Sn 2)
信号/符号(线索)在传统Minangkabu新的格式(现代)1框架视觉文化)
Signal / sign (cues) Visual Culture in the framework of tradition Minangkabu New Format (modernity) 1)

“Kita hidup dalam dua macam dunia yang tidak boleh dikacaubalaukan: dunia kata dan dunia bukan-kata. Dunia kata hanya kumpulan lambang-lambang yang mengungkapkan reaksi kita pada realitas dan bukan realitas itu sendiri. Kita menyalahgunakan bahasa apabila kita memandang seakan-akan pernyataan kita adalah lukisan objektif dari realitas, seakan-akan kata yang diucapkan adalah realitas itu sendiri. Kita menyebut, "Jeruk ini manis," "Ruangan ini panas,"” ruangan ini indah,” "Pembicara ini membosankan," "Mobil ini mewah." Dengan kata-kata seperti itu kita mengasumsikan jeruk itulah yang manis, padahal sebetulnya perasaan kitalah yang menilai manis; orang lain mungkin merasakannya kecut. Bukan ruangan yang panas, melainkan kita yang merasakan panas. Kata-kata atau pernyataan sering merupakan proyeksi tidak sadar dari diri (persepsi) kita sendiri. Untuk mengatasi kesa¬lahan ini, para pendukung general semantics menyarankan penambahan "..., menurut saya" di ujung kalimat. "Fakultas ini brengsek," teriak Anda. Tidak, fakultas ini tidak brengsek. Fakultas ini brengsek menurut Anda. Karena kita sering mengacaukan kata dengan rujukan, kita juga cenderung menganggap orang lain mempunyai rujukan yang sama untuk kata-kata yang kita ucapkan. Kita menganggap lambang (bahasa) mempunyai makna, padahal kitalah yang memberi makna.(Atmazaki, “Kata dan Makna”: 2007)


Sering dilihat, yang lain mungkin juga penting